Media Komunitas Perpajakan Indonesia › Forums › PPh Pemotongan/Pemungutan › SKB PPh Final PPh Pasal 4 (2) pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan
SKB PPh Final PPh Pasal 4 (2) pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan
- Originaly posted by ekayanto:
PP 48 th 94 rekan….
dimananya??
- Originaly posted by haveez:
Bukannya jatuh tempo pembayaran untuk PPh pengalihan ini saat akta di tanda tangan rekan?
sebelum deh kayaknya.//
Orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan wajib membayar sendiri PPh yang terutang dengan menggunakan SSP ke bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro sebelum akta, keputusan, perjanjian, kesepakatan atau risalah lelang atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan ditanda tangani oleh pejabat yang berwenang. (Pasal 2 ayat (1) PP 48 TAHUN 1994 (Pasal ini tidak diubah oleh PP 71 TAHUN 2008)) - Originaly posted by metzcren:
sebelum deh kayaknya.//
itu dia yg bikin ga jelas yg namanya jatuh tempo (batas paling lambat) mustinya harus jelas cut off nya kalo kata "sebelum" kan merupakan rentang waktu jadi ga jelas (contoh akte diteken tgl 10 maret….jadi jatuh temponya kapan? 9,8,7 maret kah? ato februari kah?)…makanya saya lebih suka memakai hata "saat"
Salam
Kan kata-katanya "harus dibayar sebelum akta ditanda tangani…" bisa diganti ato sama artinya dengan "harus dibayar sebelum jatuh tempo…." jadi saya menafsirkan jatuh temponya saat akta ditandatangani.
Salam
wah rekan2 yg sudah Genuine pada adu argumen…nyimak aja deh..hehehe
Sesuai ketentuan Pasal 9 ayat (1) disebutkan bahwa Menteri Keuangan menentukan tanggal jatuh tempo pembayaran dan penyetoran pajak yang terutang untuk suatu saat atau Masa Pajak bagi masing-masing jenis pajak, paling lama 15 (lima belas) hari setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak. PMK yang dimaksud adalah adalah PMK nomor 84/PMK.03/2007yang diubah terakhir kali dengan PMK nomor 80/PMK.03/2010. Khusus untuk tanggal jatuh tempo pembayaran dan penyetoran pajak PPh Pasal 4 ayat (2) diatur di pasal 2 ayat (1).
Namun ketentuan dalam PMK ini bersifat umum karena mengatur batas waktu pembayaran dan penyetoran PPh atas seluruh bentuk penghasilan yang termasuk dalam Pasal 4 ayat (2). Khusus untuk PPh atas pengalihan tanah dan atau bangunan diatur lebih khusus dalam Peraturan Pemerintah.
Hal ini sejalan dengan amanah dalam Pasal 4 ayat (2) UU PPh yang menyebutkan bahwa Penghasilan di bawah ini dapat dikenai pajak bersifat final, diantaranya penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
Peraturan Pemerintah yang dimaksud adalah PP Nomor 48 Tahun 1994 yang terakhir diubah PP Nomor 71 Tahun 2008. Rupanya dalam PP ini sudah diatur saat dibayarnya PPh atas Penghasilan dari pengalihan tanah dan bangunan. Yaitu sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) PP tersebut yang menyebutkan bahwa Orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) huruf a, wajib membayar sendiri Pajak Penghasilan yang terutang ke bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro sebelum akta, keputusan, perjanjian, kesepakatan atau risalah lelang atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan ditanda tangani oleh pejabat yang berwenang.
Jadi menjawab pertanyaan ini
Originaly posted by ekayanto:itu dia yg bikin ga jelas yg namanya jatuh tempo (batas paling lambat) mustinya harus jelas cut off nya kalo kata "sebelum" kan merupakan rentang waktu jadi ga jelas (contoh akte diteken tgl 10 maret….jadi jatuh temponya kapan? 9,8,7 maret kah? ato februari kah?)…makanya saya lebih suka memakai hata "saat"
dan pernyataan ini :
Originaly posted by ekayanto:Kan kata-katanya "harus dibayar sebelum akta ditanda tangani…" bisa diganti ato sama artinya dengan "harus dibayar sebelum jatuh tempo…." jadi saya menafsirkan jatuh temponya saat akta ditandatangani.
menjadi sederhana saja. Karena tidak perlu rumit-rumit memikirkan kata-katanya. Bila ditandatangani tanggal 10 Maret, ya SSP disetor sebelum tanggal 10 Maret atau tanggal 10 Maret juga masih boleh. Tetapi bila disetor tanggal 11 Maret atau setelahnya sudah pasti terlambat menurut ketentuan PP ini. Saya tidak tahu kalau ada penafisran lain dalam hal ini.
Kembali ke pertanyaan awal tentang SKB dari rekan ekayanto :
Kapankah batas akhir (paling lama) ngajuin SKB-nya?? Apakah boleh mengajukan SKB setelah AJB ditanda tangani Notaris/PPAT??
Jawabannya ada di Pasal 7 PP 48 Tahun 1994, yang sampai dengan perubahan PP terakhir pasal tersebut tidak berubah. Pasal 7 menyebutkan bahwa Badan Pertanahan Nasional hanya mengeluarkan surat keputusan pemberian hak, pengakuan hak, dan peralihan hak atas tanah, apabila permohonannya dilengkapi dengan Surat Setoran Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dan Pasal 3 ayat (3), kecuali permohonan sehubungan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5.Pasal 5 PP 48 Tahun 1994 jo. PP 71 Tahun 2008, mengatur tentang Orang pribadi yang dikecualikan dari kewajiban pembayaran atau pemungutan Pajak Penghasilan atas pengalihan tanah dan bangunan oleh orang pribadi, badan atau bendahara pemerintah.
Jadi singkatnya, jika orang pribadi tersebut masuk dalam kriteria Pasal 5, maka orang pribadi tersebut tidak perlu melampirkan SSP dalam permohonan dalam rangka pengalihan hak di BPN. Demikian pula para pejabat yang berwenang menandatangani akta, keputusan, perjanjian, kesepakatan atau risalah lelang atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sesuai dalam Pasal 2 ayat (2) PP tersebut, dapat menandatangani akta sekalipun orang pribadi yang menerima pengalihan hak tanah dan bangunan tersebut tidak menyerahkan fotokopi Surat Setoran Pajak dan menunjukan aslinya. Atau dengan kata lain tidak perlu setor PPh Pengalihan Tanah dan Bangunan bagi orang pribadi yang memenuhi kriteria Pasal 5 PP 48 Tahun 1994 jo. PP 71 Tahun 2008.
Dengan demikian orang pribadi yang dimaksud dalam Pasal 5 PP tersebut bisa menerima akta pengalihan hak sekalipun tidak bayar PPh. Namun di ketentuan lain yaitu PER-30/PJ/2009, pengecualian sebagaimana pasal 5 PP 48 Tahun 1994 jo. PP-71 Tahun 2008 harus diberikan dengan penerbitan SKB (pasal 3 PER-30/PJ/2009).
Kesimpulan saya bagi orang pribadi yang memenuhi kriteria Pasal 5 PP 48 Tahun 1994 jo. PP-71 Tahun 2008, pengajuan SKB dapat dilakukan setelah akta ditandatangani oleh pejabat berwenang. Pengajuan permohonan SKB seleum diatandatangani akta juga boleh-boleh saja. Bagi yang tidak memenuhi Pasal 5 PP 48 Tahun 1994 jo. PP-71 Tahun 2008, tidak ada SKB baginya, tetapi harus ada SSP yang ditunjukkan ke pejabat saat akan ditandatangani akta. Tanpa itu pejabat berwenang tidak boleh menandatangani akta. Atau jika telat setor, maka si penerima penghasilan dapat dikenakan sanksi Pasal 9 ayat (2a) UU KUP, sedang si pejabat dapat dikenakan sanksi juga sesuai ketentuan lain yang mengaturnya.
Bagaimana jika ternyata orang pribadi yang mengira dirinya masuk kriteria Pasal 5 PP 48 Tahun 1994 jo. PP-71 Tahun 2008, setelah diajukan permohonan SKB ternyata ditolak oleh KPP karena sebenarnya tidak memenuhi kriteria Pasal 5 PP 48 Tahun 1994 jo. PP-71 Tahun 2008 ? Maka yang bersangkutan harus segera menyetor PPh dan nanti AR akan menerbitkan STP atas keterlambatan setor.
Bagaimana jika ada yang sudah menyetor SSP terlebih dahulu kemudian mengajukan permohonan SKB dan atasnya diberikan SKB ? Maka kepada Wajib Pajak ini dapat mengajukan Permohonan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Penghasilan yang Seharusnya Tidak Terutang bagi Wajib Pajak Dalam Negeri sesuai PER – 5/PJ/2011.
Namun menurut saya perlu ditegaskan juga kapan SKB seharusnya diajukan dalam perubahan/penggantian/revisi PER-30/PJ/2009.
Sekian. Maaf kepanjangan. Semoga sedikit menjawab pertanyaan rekan-rekan sekalian.
Salammantab…rekan haveez baru turun gunung nih…kelamaan semedinya…he he he…
- Originaly posted by haveez:
Permohonan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Penghasilan yang Seharusnya Tidak Terutang bagi Wajib Pajak Dalam Negeri sesuai PER – 5/PJ/2011.
ini akan diganti, karena PMK yang menjadi rujukan sudah diubah 2013 ini
but anyway ane agree, SKB tidak secara tegas menghalangi aturan diatasnya..
Restutusi?? ini indonesia bung… klo uang uda masuk ke kas negara.. kecil kemungkinan untuk keluar lagi walaupun itu Rp1,-. konsekwensi restitusi ialah pemeriksaan,… dengan proses yang panjangn berbelit belit… belum lagi panggilan panggilan ke KPP… gak usah disamain dengan negara maju lainnya… contoh : German.. gak perlu WP mengajukan SKB or restitusi.. apabila data yang masuk sudah salah.. contoh pasal 4(2) tadi… WP akan dipanggil ke KPP wilayah.. dan sedikit ditanya dan diminta nomor rekening nya.. selang 3 – 7 hari kelebihan bayar uda dapat dinikmati….