Media Komunitas Perpajakan Indonesia › Forums › PPh Badan › Restitusi PPh Badan
Perusahaan telah melaporkan SPT Tahunan PPh Badan Tahun Fiskal 2008 di bulan April 2009, dengan status Lebih Bayar.
Karena perusahaan merasa Lebih Bayarnya cukup besar, maka perusahaan ingin kepastian kapan restitusi dapat cair.
Mohon pencerahan dari rekan2 ortax kapan kira2 restitusi tersebut dapat cair, atau paling lambat dapat cair
terima kasih
biasanya pasti diperiksa dulu, ntar dapet SP 3 dulu bro.. kalo dalam jangka waktu 1 tahun tidak ada tanggapan dari KPP, maka dianggap claim atas lebih bayar tsb diterima, dan negara wajib segera membayarkan atas lebih bayar tersebut..
terima kasih atas tanggapannya rekan jiplakz,
btw kalo bisa mohon peraturan yg terkait bahwa:
"… dalam jangka waktu 1 tahun tidak ada tanggapan dari KPP, maka dianggap claim atas lebih bayar tsb diterima, dan negara wajib segera membayarkan atas lebih bayar tersebut"
SP3? Surat Perintah Pemeriksaan Pajak kah?PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 192/PMK.03/2007TENTANG
TATA CARA PENETAPAN WAJIB PAJAK DENGAN KRITERIA TERTENTU DALAM RANGKA
PENGEMBALIAN PENDAHULUAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAKMENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
Bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 17C ayat (7) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 28 Tahun 2007, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Penetapan
Wajib Pajak Dengan Kriteria Tertentu Dalam Rangka Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak;Mengingat :
1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun
2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4740);
2. Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005;MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PENETAPAN WAJIB PAJAK DENGAN KRITERIA
TERTENTU DALAM RANGKA PENGEMBALIAN PENDAHULUAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK.Pasal 1
Wajib Pajak dengan kriteria tertentu yang selanjutnya disebut sebagai Wajib Pajak Patuh adalah Wajib Pajak
yang memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan;
b. tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali tunggakan pajak yang telah
memperoleh izin mengangsur atau menunda pembayaran pajak;
c. Laporan Keuangan diaudit oleh Akuntan Publik atau lembaga pengawasan keuangan pemerintah dengan
pendapat Wajar Tanpa Pengecualian selama 3 (tiga) tahun berturut-turut;dan
d. tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan berdasarkan putusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir.Pasal 2
(1) Tepat waktu dalam penyampaian Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf a
meliputi :
a. penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan tepat waktu dalam 3 (tiga) tahun terakhir;
b. penyampaian Surat Pemberitahuan Masa yang terlambat dalam tahun terakhir untuk Masa
Pajak Januari sampai November tidak lebih dari 3 (tiga) Masa Pajak untuk setiap jenis pajak
dan tidak berturut-turut;dan
c. Surat Pemberitahuan Masa yang terlambat sebagaimana dimaksud pada huruf b telah
disampaikan tidak lewat dari batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Masa Pajak
berikutnya.
(2) Tidak mempunyai tunggakan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf b adalah keadaan pada
tanggal 31 Desember tahun sebelum penetapan sebagai Wajib Pajak Patuh dan tidak termasuk utang
pajak yang belum melewati batas akhir pelunasan.
(3) Laporan Keuangan yang diaudit oleh Akuntan Publik atau lembaga pengawasan keuangan pemerintah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf c harus disusun dalam bentuk panjang (long form report)
dan menyajikan rekonsiliasi laba rugi komersial dan fiskal bagi Wajib Pajak yang wajib menyampaikan
Surat Pemberitahuan Tahunan.
(4) Pendapat Akuntan atas Laporan Keuangan yang diaudit oleh Akuntan Publik sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) ditandatangani oleh Akuntan Publik yang tidak sedang dalam pembinaan lembaga
pemerintah pengawas Akuntan Publik.Pasal 3
(1) Direktur Jenderal Pajak menetapkan Wajib Pajak berdasarkan hasil penelitian terhadap pemenuhan
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 paling lambat tanggal 20 Januari.
(2) Penetapan Wajib Pajak Patuh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku untuk jangka waktu 2 (dua)
tahun kalender.Pasal 4
Terhadap permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dari Wajib Pajak Patuh sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1 dilakukan penelitian atas:
a. kelengkapan Surat Pemberitahuan dan lampiran-lampirannya;
b. kebenaran penulisan dan penghitungan pajak;
c. Kebenaran Kredit Pajak atau Pajak Masukan berdasarkan hasil konfirmasi dalam sistem aplikasi
Direktorat Jenderal Pajak atau konfirmasi dengan menggunakan surat;
d kebenaran pembayaran pajak yang telah dilakukan oleh Wajib Pajak;dan
e. kebenaran alamat yang tercantum dalam Surat Pemberitahuan tersebut atau dalam surat
pemberitahuan perubahan alamat.Pasal 5
(1) Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan penelitian atas permohonan pengembalian kelebihan
pembayaran pajak dari Wajib Pajak Patuh, menerbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan
Kelebihan Pajak paling lama 3 (tiga) bulan sejak permohonan diterima secara lengkap untuk Pajak
Penghasilan, dan paling lama 1 (satu) bulan sejak permohonan diterima secara lengkap untuk Pajak
Pertambahan Nilai
(2) Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tidak diterbitkan apabila hasil penelitian menyatakan tidak lebih bayar, lampiran Surat Pemberitahuan
tidak lengkap, pembayaran pajak tidak benar, atau alamat tidak sesuai dengan yang tercantum dalam
Surat Pemberitahuan atau dengan pemberitahuan perubahan alamat.
(3) Dalam hal Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak tidak diterbitkan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), kepada Wajib Pajak diberitahukan secara tertulis.Pasal 6
(1) Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
tidak dapat diterbitkan kepada Wajib Pajak Patuh apabila dalam masa berlakunya jangka waktu
sebagai Wajib Pajak Patuh.
a. terhadap Wajib Pajak tersebut dilakukan tindakan penyidikan tindak pidana di bidang
perpajakan;
b. Wajib Pajak terlambat menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa untuk suatu jenis pajak
tertentu 2 (dua) Masa Pajak berturut-turut;
c. Wajib Pajak terlambat menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa untuk suatu jenis Pajak
tertentu 3 (tiga) Masa Pajak tidak berturut-turut dalam 1 (satu) tahun kalender;
d. Wajib Pajak terlambat menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa tidak lebih 3 (tiga) Masa
Pajak secara berturut-turut dan terdapat penyampaian Surat Pemberitahuan Masa yang lewat
dari batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Masa Pajak berikutnya;atau
e. Wajib Pajak terlambat menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan.
(2) Terhadap Wajib Pajak Patuh sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberitahukan secara tertulis bahwa
kepada Wajib Pajak yang bersangkutan tidak dapat diterbitkan Surat Keputusan Pengembalian
Pendahuluan Kelebihan Pajak.Pasal 7
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan Wajib Pajak dengan kriteria tertentu dan prosedur dalam
rangka pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak, diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal
Pajak.Pasal 8
Pada saat berlakunya Peraturan Menteri Keuangan ini :
1. Penetapan Wajib Pajak Patuh berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 544/KMK.04/2000
tentang Kriteria Wajib Pajak yang Dapat Diberikan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak
sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 235/KMK.03/2003 masih tetap
berlaku sesuai dengan jangka waktu penetapan paling lama sampai dengan tanggal 31 Desember 2008.
2. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 544/KMK.04/2000 tentang Kriteria Wajib Pajak yang Dapat
Diberikan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak sebagaimana telah diubah dengan Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 235/KMK.03/2003, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.Pasal 9
Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2008.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri Keuangan ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 28 Desember 2007
MENTERI KEUANGAN,ttd.
SRI MULYANI INDRAWATI
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 188/PMK.03/2007TENTANG
TATA CARA PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 11 ayat (4) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 28 Tahun 2007, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Pengembalian
Kelebihan Pembayaran Pajak.Mengingat :
1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4740);
2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2003 Nomor 47; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 5; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
4. Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005;MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK.
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini, yang dimaksud dengan :
1. Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang selanjutnya disebut Undang-Undang
KUP adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007.
2. Utang Pajak adalah pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi administrasi berupa bunga,
denda, atau kenaikan yang tercantum dalam surat ketetapan pajak atau surat sejenisnya berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
3. Kantor Pelayanan Pajak yang selanjutnya disebut KPP adalah Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib
Pajak terdaftar atau tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan.
4. Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disebut KPPN adalah Kantor Pelayanan
Perbendaharaan Negara mitra kerja KPP.
5. Surat Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak yang selanjutnya disebut SKPKPP adalah
surat keputusan sebagai dasar untuk menerbitkan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak.
6. Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak yang selanjutnya disebut SPMKP adalah surat perintah
kepada KPPN untuk menerbitkan Surat Perintah Pencairan Dana yang ditujukan kepada Bank
Operasional mitra kerja KPPN, sebagai dasar pembayaran kembali kelebihan pembayaran pajak
kepada Wajib Pajak.
7. Surat Perintah Pencairan dana yang selanjutnya disebut SP2D adalah surat yang diterbitkan oleh Kepala
KPPN selaku kuasa Bendahara Umum Negara untuk melaksanakan pengeluaran atas beban Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara berdasarkan SPMKP atau Surat Perintah Membayar Imbalan Bunga
(SPMIB).Pasal 2
Kelebihan pembayaran pajak dapat diberikan pengembalian dalam hal terdapat :
a. Pajak yang lebih dibayar sebagaimana tercantum dalam Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) Undang-Undang KUP;
b. Pajak yang seharusnya tidak terutang sebagaimana tercantum dalam Surat Ketetapan Pajak Lebih
Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) Undang-Undang KUP;
c. Pajak yang lebih dibayar sebagaimana tercantum dalam Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B Undang-Undang KUP;
d. Pajak yang lebih dibayar sebagaimana tercantum dalam Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan
Kelebihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17C Undang-Undang KUP;
e. Pajak yang lebih dibayar sebagaimana tercantum dalam Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan
Kelebihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17D Undang-Undang KUP;
f. Pajak yang lebih dibayar karena diterbitkan Surat Keputusan Keberatan atau Putusan Banding atau
Putusan Peninjauan Kembali dari Mahkamah Agung;
g. Pajak yang lebih dibayar karena diterbitkan Surat Keputusan Pembetulan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 16 Undang-Undang KUP;
h. Pajak yang lebih dibayar karena diterbitkan Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi atau
Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 Undang-
Undang KUP;
i. Pajak yang lebih dibayar karena diterbitkan Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak atau Surat
Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 Undang-Undang KUP;
j. Jumlah imbalan bunga yang tercantum dalam Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga.Pasal 3
(1) Kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 harus diperhitungkan terlebih
dahulu dengan utang pajak yang diadministrasikan di KPP domisili dan/atau di KPP lokasi, sebagaimana
tercantum dalam :
a. Surat Tagihan Pajak dan Surat Keputusan Pembetulan yang menyebabkan jumlah pajak yang
masih harus dibayar bertambah;
b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan
Surat Keputusan Keberatan, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah,
untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak yang dimulai sebelum tanggal 1
Januari 2008;
c. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan
yang telah disetujui dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, dan Surat Keputusan
Keberatan yang tidak diajukan banding, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar
bertambah, atas Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak yang dimulai setelah
tanggal 31 Desember 2007;
d. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan atas
jumlah yang tidak disetujui dalam pembahasan akhir, untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak,
atau Tahun Pajaka yang dimulai setelah tanggal 31 Desember 2007 yang :
1) tidak diajukan keberatan;
2) diajukan keberatan tetapi Surat Keputusan Keberatan mengabulkan sebagian atau
menolak dan atas Surat Keputusan Keberatan tersebut tidak diajukan banding; atau
3) diajukan keberatan dan atas surat Keputusan Keberatan tersebut diajukan banding
tetapi Putusan Banding mengabulkan sebagian atau menolak;
e. Surat Keputusan Keberatan yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar
bertambah tetapi tidak diajukan banding;
f. Putusan Banding dan Putusan Peninjauan Kembali yang menyebabkan jumlah pajak yang
masih harus dibayar bertambah;
g. Surat Pemberitahuan Pajak terhutang, Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan, dan
Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan; dan/atau
h. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar, Surat Ketetapan
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Tagihan Bea
Perolehan Hak atas tanah dan bangunan.
(2) Apabila berdasarkan hasil perhitungan kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) masih terdapat kelebihan pembayaran pajak, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan untuk
memperhitungkan kelebihan pembayaran pajak tersebut dengan pajak yang akan terutng atau dengan
utang pajak atas nama Wajib Pajak lain.Pasal 4
Perhitungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dilakukan dengan pemindahbukuan atau cara lain.
Pasal 5
Kelebihan pembayaran pajak setelah diperhitungkan dengan utang pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
dikembalikan kepada Wajib Pajak dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak :
a. permohonan pengembalian kelebihan pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a
diterima;
b. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b atau huruf c
diterbitkan;
c. Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
huruf d atau huruf e diterbitkan;
d. Surat Keputusan Keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf f diterbitkan;
e. Putusan banding atau Putusan Peninjauan Kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf f
diterima kantor Direktorat Jenderal Pajak yang berwenang melaksanakan Putusan Banding atau
Putusan Peninjauan Kembali;
f. Surat Keputusan Pembetulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf g diterbitkan;
g. Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Asministrasi atau Surat Keputusan Penghapusan Sanksi
administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf h diterbitkan;
h. Surat Keputusan Pengurangan ketetapan Pajak atau Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf i diterbitkan.Pasal 6
(1) Kelebihan pembayaran pajak yang masih tersisa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dikembalikan
oleh Kepala KPP atas nama Direktur Jenderal Pajak dengan menerbitkan SKPKPP per jenis pajak, dan
per Masa Pajak atau Tahun Pajak, sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I Peraturan Menteri
Keuangan ini.
(2) Atas dasar SKPKPP, Kepala KKP atas nama Menteri Keuangan menerbitkan SPMKP per jenis pajak dan
per Masa Pajak atau Tahun Pajak, sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II Peraturan Menteri
Keuangan ini.
(3) SPMKP dibuat dalam rangkap 4 (empat) dengan peruntukan sebagai berikut :
a. Lembar ke-1 dan lembar ke-2 untuk KPPN;
b. Lembar ke-3 untuk Wajib Pajak yang bersangkutan; dan
c. Lembar ke-4 untuk KPP yang menerbitkan SPMKP.
(4) Berdasarkan SPMKP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, Kepala KPPN atas nama Menteri
Keuangan menerbitkan SP2D.
(5) Kepala KPPN mengembalikan lembar ke-2 SPMKP disertai dengan lembar ke-2 SP2D kepada penerbit
SPMKP setelah dibubuhi cap tanggal dan nomor penerbitan SP2D
(6) SPMKP dibebankan pada mata anggaran pengembalian pendapatan pajak tahun anggaran berjalan,
yaitu pada masaPERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR PER – 48/PJ/2008TENTANG
TATA CARA PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK
PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN
PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAHDIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Menimbang :
a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 9 ayat (13) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang
Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000;
b. bahwa untuk meningkatkan pengamanan penerimaan negara dengan tetap memperhatikan pelayanan
prima kepada masyarakat Wajib Pajak dan untuk memberikan kepastian hukum;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, dan huruf b, perlu menetapkan
Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak
Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah;Mengingat :
1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun
2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4740);
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak
Penjualan Atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000
Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3986);
3. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 143 Tahun 2000 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 259, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4061) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2002
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4199);
5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 188/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pengembalian Kelebihan
Pembayaran Pajak;
6. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 192/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Penetapan Wajib Pajak
Dengan Kriteria Tertentu Dalam Rangka Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak;
7. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 193/PMK.03/2007 tentang Batasan Jumlah Peredaran Usaha, Jumlah
Penyerahan, dan Jumlah Lebih Bayar Bagi Wajib Pajak Yang Memenuhi Persyaratan Tertentu Yang
Dapat Diberikan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak;
8. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 199/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak;
9. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-406/PJ/2001 tentang Tata Cara Penerbitan Surat
Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak sebagaimana telah diubah dengan Keputusan
Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-359/PJ.2003;MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG TATA CARA PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK
PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH.Pasal 1
Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang dimaksud dengan:
1. Pajak adalah Pajak Pertambahan Nilai, atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah.
2. Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha Kena Pajak yang mengajukan permohonan pengembalian
kelebihan pembayaran pajak.
3. Pengusaha Kena Pajak Kriteria Tertentu adalah Wajib Pajak dengan kriteria tertentu sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17C Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2007.
4. Pengusaha Kena Pajak Yang Memenuhi Persyaratan Tertentu adalah Wajib Pajak dengan persyaratan
tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17D Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007.
5. Pengusaha Kena Pajak Tertentu adalah Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada angka 3
atau angka 4.
6. Kelebihan pembayaran pajak adalah:
a. Kelebihan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran dalam suatu Masa Pajak tertentu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang
Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun
2000; atau
b. Kelebihan Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak tertentu sebagaimana dimaksud dalam
huruf a dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang telah dibayar atas perolehan Barang
Kena Pajak yang tergolong mewah yang diekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat
(3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa
dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000, dalam hal ekspor Barang Kena Pajak yang
tergolong mewah.
7. Permohonan pengembalian adalah permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang
disampaikan oleh Pengusaha Kena Pajak melalui:
a. Surat Pemberitahun Masa Pajak Pertambahan Nilai yang mencantumkan tanda permohonan
pengembalian kelebihan pembayaran pajak dengan cara mengisi kolom "Dikembalikan
(restitusi)"; atau
b. Surat permohonan tersendiri, apabila kolom "Dikembalikan (restitusi)" dalam Surat Pemberitahuan
Masa Pajak Pertambahan Nilai tidak diisi atau tidak mencantumkan tanda permohonan
pengembalian kelebihan pembayaran pajak
8. Surat Ketetapan Pajak adalah surat ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau
Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Nihil.
9. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan
pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau
seharusnya tidak terutang.
10. Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak adalah surat keputusan yang menentukan
jumlah pengembalian pendahuluan kelebihan pajak untuk Pengusaha Kena Pajak Tertentu sebagaimana
dimaksud pada angka 5.
11. Penelitian adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk menilai kelengkapan pengisian Surat
Pemberitahuan dan lampiran-lampirannya termasuk penilaian tentang kebenaran penulisan dan
penghitungannya.
12. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau
bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk
menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka
melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.Pasal 2
(1) Permohonan pengembalian disampaikan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak di tempat Pengusaha
Kena Pajak dikukuhkan.
(2) Permohonan pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan 1 (satu) permohonan
untuk 1 (satu) Masa Pajak.Pasal 3
(1) Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilengkapi dengan Faktur Pajak dan/atau
dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak, yang selanjutnya disebut
dengan kelengkapan permohonan pengembalian, yang terkait dengan kelebihan pembayaran pajak.
(2) Dalam hal permohonan pengembalian diajukan oleh Pengusaha Kena Pajak Tertentu, kelengkapan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak wajib disampaikan.Pasal 4
Pengujian keabsahan kelengkapan permohonan pengembalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1)
dilaksanakan sesuai dengan Kebijakan Pemeriksaan Pajak.Pasal 5
(1) Kelengkapan permohonan pengembalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dapat
disampaikan secara lengkap bersamaan dengan penyampaian permohonan pengembalian, atau
disusulkan setelah disampaikannya permohonan pengembalian.
(2) Dalam hal kelengkapan permohonan pengembalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1)
disusulkan, Pengusaha Kena Pajak harus menyampaikan seluruh kelengkapan permohonan
pengembalian paling lambat 1 (satu) bulan sejak saat diterimanya permohonan.
(3) Dalam hal kelengkapan permohonan pengembalian disusulkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
Kepala Kantor Pelayanan Pajak dapat menerbitkan surat permintaan kelengkapan permohonan
pengembalian sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
(4) Dalam hal Kepala Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan surat permintaan kelengkapan permohonan
pengembalian kepada Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3), maka kelengkapan
permohonan pengembalian yang disusulkan tetap harus dilengkapi seluruhnya paling lambat 1 (satu)
bulan sejak saat diterimanya permohonan.
(5) Dalam hal Pengusaha Kena Pajak tidak menyampaikan atau kurang menyampaikan kelengkapan
permohonan pengembalian dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (4),
Direktur Jenderal Pajak melakukan pemeriksaan berdasarkan kelengkapan permohonan pengembalian
yang diterima dengan memberitahukan pemrosesan permohonan pengembaMaaf terpotong…
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR PER – 48/PJ/2008TENTANG
TATA CARA PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK
PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN
PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAHDIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Menimbang :
a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 9 ayat (13) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang
Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000;
b. bahwa untuk meningkatkan pengamanan penerimaan negara dengan tetap memperhatikan pelayanan
prima kepada masyarakat Wajib Pajak dan untuk memberikan kepastian hukum;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, dan huruf b, perlu menetapkan
Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak
Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah;Mengingat :
1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun
2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4740);
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak
Penjualan Atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000
Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3986);
3. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 143 Tahun 2000 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 259, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4061) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2002
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4199);
5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 188/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pengembalian Kelebihan
Pembayaran Pajak;
6. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 192/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Penetapan Wajib Pajak
Dengan Kriteria Tertentu Dalam Rangka Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak;
7. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 193/PMK.03/2007 tentang Batasan Jumlah Peredaran Usaha, Jumlah
Penyerahan, dan Jumlah Lebih Bayar Bagi Wajib Pajak Yang Memenuhi Persyaratan Tertentu Yang
Dapat Diberikan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak;
8. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 199/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak;
9. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-406/PJ/2001 tentang Tata Cara Penerbitan Surat
Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak sebagaimana telah diubah dengan Keputusan
Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-359/PJ.2003;MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG TATA CARA PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK
PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH.Pasal 1
Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang dimaksud dengan:
1. Pajak adalah Pajak Pertambahan Nilai, atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah.
2. Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha Kena Pajak yang mengajukan permohonan pengembalian
kelebihan pembayaran pajak.
3. Pengusaha Kena Pajak Kriteria Tertentu adalah Wajib Pajak dengan kriteria tertentu sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17C Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2007.
4. Pengusaha Kena Pajak Yang Memenuhi Persyaratan Tertentu adalah Wajib Pajak dengan persyaratan
tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17D Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007.
5. Pengusaha Kena Pajak Tertentu adalah Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada angka 3
atau angka 4.
6. Kelebihan pembayaran pajak adalah:
a. Kelebihan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran dalam suatu Masa Pajak tertentu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang
Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun
2000; atau
b. Kelebihan Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak tertentu sebagaimana dimaksud dalam
huruf a dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang telah dibayar atas perolehan Barang
Kena Pajak yang tergolong mewah yang diekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat
(3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa
dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000, dalam hal ekspor Barang Kena Pajak yang
tergolong mewah.
7. Permohonan pengembalian adalah permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang
disampaikan oleh Pengusaha Kena Pajak melalui:
a. Surat Pemberitahun Masa Pajak Pertambahan Nilai yang mencantumkan tanda permohonan
pengembalian kelebihan pembayaran pajak dengan cara mengisi kolom "Dikembalikan
(restitusi)"; atau
b. Surat permohonan tersendiri, apabila kolom "Dikembalikan (restitusi)" dalam Surat Pemberitahuan
Masa Pajak Pertambahan Nilai tidak diisi atau tidak mencantumkan tanda permohonan
pengembalian kelebihan pembayaran pajak
8. Surat Ketetapan Pajak adalah surat ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau
Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Nihil.
9. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan
pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau
seharusnya tidak terutang.
10. Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak adalah surat keputusan yang menentukan
jumlah pengembalian pendahuluan kelebihan pajak untuk Pengusaha Kena Pajak Tertentu sebagaimana
dimaksud pada angka 5.
11. Penelitian adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk menilai kelengkapan pengisian Surat
Pemberitahuan dan lampiran-lampirannya termasuk penilaian tentang kebenaran penulisan dan
penghitungannya.
12. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau
bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk
menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka
melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.Pasal 2
(1) Permohonan pengembalian disampaikan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak di tempat Pengusaha
Kena Pajak dikukuhkan.
(2) Permohonan pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan 1 (satu) permohonan
untuk 1 (satu) Masa Pajak.Pasal 3
(1) Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilengkapi dengan Faktur Pajak dan/atau
dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak, yang selanjutnya disebut
dengan kelengkapan permohonan pengembalian, yang terkait dengan kelebihan pembayaran pajak.
(2) Dalam hal permohonan pengembalian diajukan oleh Pengusaha Kena Pajak Tertentu, kelengkapan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak wajib disampaikan.Pasal 4
Pengujian keabsahan kelengkapan permohonan pengembalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1)
dilaksanakan sesuai dengan Kebijakan Pemeriksaan Pajak.Pasal 5
(1) Kelengkapan permohonan pengembalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dapat
disampaikan secara lengkap bersamaan dengan penyampaian permohonan pengembalian, atau
disusulkan setelah disampaikannya permohonan pengembalian.
(2) Dalam hal kelengkapan permohonan pengembalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1)
disusulkan, Pengusaha Kena Pajak harus menyampaikan seluruh kelengkapan permohonan
pengembalian paling lambat 1 (satu) bulan sejak saat diterimanya permohonan.
(3) Dalam hal kelengkapan permohonan pengembalian disusulkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
Kepala Kantor Pelayanan Pajak dapat menerbitkan surat permintaan kelengkapan permohonan
pengembalian sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
(4) Dalam hal Kepala Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan surat permintaan kelengkapan permohonan
pengembalian kepada Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3), maka kelengkapan
permohonan pengembalian yang disusulkan tetap harus dilengkapi seluruhnya paling lambat 1 (satu)
bulan sejak saat diterimanya permohonan.
(5) Dalam hal Pengusaha Kena Pajak tidak menyampaikan atau kurang menyampaikan kelengkapan
permohonan pengembalian dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (4),
Direktur Jenderal Pajak melakukan pemeriksaan berdasarkan kelengkapan permohonan pengembalian
yang diterima dengan memberitahukan pemrosesaSaran…
Persiapkan Faktur dan cek, sesuai dengan PER 159/PJ/2009..
Baik Formil Maupun Materil..Salam
Perusahaan termasuk dalam Kreiteria Tertentu tidak seperti yang disyaratkan dalam Kriteria ini dijelaskan dalam Pasal 17C ayat (2) UU Nomor 28 Tahun 2007, mendapat pengembalian yaitu [/u]3 bulan untuk Pajak Penghasilan dan 1 bulan untuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN)[u].Sedang untuk pengembalian Restutitusi Pajak untuk WP Normal ( Tdk termasuk riteria tertentu ) Coba Lihat Pasal 17 B Ayat i UU No. 28 Tahun 2007 yang saya kutip sbb : '… Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan atas permohonan penegmbalian kelebihan pembayaran Pajak, selain permohonan pengembalian kelebihan pembayaran paja dari Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17C dan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17D, [/u]Harus menerbitkan Surat Ketetapan Pajak paling lambbat 12 bulan sejak surat permohonan diterima secara lengkap[u]
he.. he..rupanya kepanjangan jadi ngga muat postingannya, mungkin lebih jelasnya, bisa cari sendiri peraturannya..dengan No peraturan masing2..
Salam
terima kasih rekan ecooce, saya akan pelajari terlebih dahulu 🙂
terima kasih rekan edy…
Biasanya pemeriksaan berdasarkan skala prioritas dan urut kacang,, kalo mo cepat diperiksa harus pdkt ma fungsional di kpp atau AR, biar cepet keluar SP3, karena biasanya saking banyaknya target pemeriksaan, biarpun SP3 dah keluar, baru periksa menjeklang jatuh tempo ………, sebenarnya itu urusan internal pajak, kita ga bisa intervensi…., karena semua WP yang restitusi maunya cepet diperiksa.
mantaaap
sependapat dengan rekan ecooce dan rekan edi…Salam