Media Komunitas Perpajakan Indonesia Forums PPh Badan Restitusi PPh Badan

  • Restitusi PPh Badan

     ecooce updated 14 years, 10 months ago 7 Members · 17 Posts
  • eftx

    Member
    3 February 2010 at 9:11 am

    Perusahaan telah melaporkan SPT Tahunan PPh Badan Tahun Fiskal 2008 di bulan April 2009, dengan status Lebih Bayar.

    Karena perusahaan merasa Lebih Bayarnya cukup besar, maka perusahaan ingin kepastian kapan restitusi dapat cair.

    Mohon pencerahan dari rekan2 ortax kapan kira2 restitusi tersebut dapat cair, atau paling lambat dapat cair

    terima kasih

  • eftx

    Member
    3 February 2010 at 9:11 am
  • Jiplakz

    Member
    3 February 2010 at 9:22 am

    biasanya pasti diperiksa dulu, ntar dapet SP 3 dulu bro.. kalo dalam jangka waktu 1 tahun tidak ada tanggapan dari KPP, maka dianggap claim atas lebih bayar tsb diterima, dan negara wajib segera membayarkan atas lebih bayar tersebut..

  • eftx

    Member
    3 February 2010 at 9:30 am

    terima kasih atas tanggapannya rekan jiplakz,
    btw kalo bisa mohon peraturan yg terkait bahwa:
    "… dalam jangka waktu 1 tahun tidak ada tanggapan dari KPP, maka dianggap claim atas lebih bayar tsb diterima, dan negara wajib segera membayarkan atas lebih bayar tersebut"
    SP3? Surat Perintah Pemeriksaan Pajak kah?

  • ecooce

    Member
    3 February 2010 at 9:55 am

    PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
    NOMOR 192/PMK.03/2007

    TENTANG

    TATA CARA PENETAPAN WAJIB PAJAK DENGAN KRITERIA TERTENTU DALAM RANGKA
    PENGEMBALIAN PENDAHULUAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK

    MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

    Menimbang :

    Bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 17C ayat (7) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang
    Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-
    Undang Nomor 28 Tahun 2007, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Penetapan
    Wajib Pajak Dengan Kriteria Tertentu Dalam Rangka Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak;

    Mengingat :

    1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran
    Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
    Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun
    2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara
    Republik Indonesia Nomor 4740);
    2. Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005;

    MEMUTUSKAN :

    Menetapkan :

    PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PENETAPAN WAJIB PAJAK DENGAN KRITERIA
    TERTENTU DALAM RANGKA PENGEMBALIAN PENDAHULUAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK.

    Pasal 1

    Wajib Pajak dengan kriteria tertentu yang selanjutnya disebut sebagai Wajib Pajak Patuh adalah Wajib Pajak
    yang memenuhi persyaratan sebagai berikut :
    a. tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan;
    b. tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali tunggakan pajak yang telah
    memperoleh izin mengangsur atau menunda pembayaran pajak;
    c. Laporan Keuangan diaudit oleh Akuntan Publik atau lembaga pengawasan keuangan pemerintah dengan
    pendapat Wajar Tanpa Pengecualian selama 3 (tiga) tahun berturut-turut;dan
    d. tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan berdasarkan putusan
    pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir.

    Pasal 2

    (1) Tepat waktu dalam penyampaian Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf a
    meliputi :
    a. penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan tepat waktu dalam 3 (tiga) tahun terakhir;
    b. penyampaian Surat Pemberitahuan Masa yang terlambat dalam tahun terakhir untuk Masa
    Pajak Januari sampai November tidak lebih dari 3 (tiga) Masa Pajak untuk setiap jenis pajak
    dan tidak berturut-turut;dan
    c. Surat Pemberitahuan Masa yang terlambat sebagaimana dimaksud pada huruf b telah
    disampaikan tidak lewat dari batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Masa Pajak
    berikutnya.
    (2) Tidak mempunyai tunggakan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf b adalah keadaan pada
    tanggal 31 Desember tahun sebelum penetapan sebagai Wajib Pajak Patuh dan tidak termasuk utang
    pajak yang belum melewati batas akhir pelunasan.
    (3) Laporan Keuangan yang diaudit oleh Akuntan Publik atau lembaga pengawasan keuangan pemerintah
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf c harus disusun dalam bentuk panjang (long form report)
    dan menyajikan rekonsiliasi laba rugi komersial dan fiskal bagi Wajib Pajak yang wajib menyampaikan
    Surat Pemberitahuan Tahunan.
    (4) Pendapat Akuntan atas Laporan Keuangan yang diaudit oleh Akuntan Publik sebagaimana dimaksud
    pada ayat (3) ditandatangani oleh Akuntan Publik yang tidak sedang dalam pembinaan lembaga
    pemerintah pengawas Akuntan Publik.

    Pasal 3

    (1) Direktur Jenderal Pajak menetapkan Wajib Pajak berdasarkan hasil penelitian terhadap pemenuhan
    persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 paling lambat tanggal 20 Januari.
    (2) Penetapan Wajib Pajak Patuh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku untuk jangka waktu 2 (dua)
    tahun kalender.

    Pasal 4

    Terhadap permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dari Wajib Pajak Patuh sebagaimana
    dimaksud dalam Pasal 1 dilakukan penelitian atas:
    a. kelengkapan Surat Pemberitahuan dan lampiran-lampirannya;
    b. kebenaran penulisan dan penghitungan pajak;
    c. Kebenaran Kredit Pajak atau Pajak Masukan berdasarkan hasil konfirmasi dalam sistem aplikasi
    Direktorat Jenderal Pajak atau konfirmasi dengan menggunakan surat;
    d kebenaran pembayaran pajak yang telah dilakukan oleh Wajib Pajak;dan
    e. kebenaran alamat yang tercantum dalam Surat Pemberitahuan tersebut atau dalam surat
    pemberitahuan perubahan alamat.

    Pasal 5

    (1) Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan penelitian atas permohonan pengembalian kelebihan
    pembayaran pajak dari Wajib Pajak Patuh, menerbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan
    Kelebihan Pajak paling lama 3 (tiga) bulan sejak permohonan diterima secara lengkap untuk Pajak
    Penghasilan, dan paling lama 1 (satu) bulan sejak permohonan diterima secara lengkap untuk Pajak
    Pertambahan Nilai
    (2) Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    tidak diterbitkan apabila hasil penelitian menyatakan tidak lebih bayar, lampiran Surat Pemberitahuan
    tidak lengkap, pembayaran pajak tidak benar, atau alamat tidak sesuai dengan yang tercantum dalam
    Surat Pemberitahuan atau dengan pemberitahuan perubahan alamat.
    (3) Dalam hal Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak tidak diterbitkan sebagaimana
    dimaksud pada ayat (2), kepada Wajib Pajak diberitahukan secara tertulis.

    Pasal 6

    (1) Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
    tidak dapat diterbitkan kepada Wajib Pajak Patuh apabila dalam masa berlakunya jangka waktu
    sebagai Wajib Pajak Patuh.
    a. terhadap Wajib Pajak tersebut dilakukan tindakan penyidikan tindak pidana di bidang
    perpajakan;
    b. Wajib Pajak terlambat menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa untuk suatu jenis pajak
    tertentu 2 (dua) Masa Pajak berturut-turut;
    c. Wajib Pajak terlambat menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa untuk suatu jenis Pajak
    tertentu 3 (tiga) Masa Pajak tidak berturut-turut dalam 1 (satu) tahun kalender;
    d. Wajib Pajak terlambat menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa tidak lebih 3 (tiga) Masa
    Pajak secara berturut-turut dan terdapat penyampaian Surat Pemberitahuan Masa yang lewat
    dari batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Masa Pajak berikutnya;atau
    e. Wajib Pajak terlambat menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan.
    (2) Terhadap Wajib Pajak Patuh sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberitahukan secara tertulis bahwa
    kepada Wajib Pajak yang bersangkutan tidak dapat diterbitkan Surat Keputusan Pengembalian
    Pendahuluan Kelebihan Pajak.

    Pasal 7

    Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan Wajib Pajak dengan kriteria tertentu dan prosedur dalam
    rangka pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak, diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal
    Pajak.

    Pasal 8

    Pada saat berlakunya Peraturan Menteri Keuangan ini :
    1. Penetapan Wajib Pajak Patuh berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 544/KMK.04/2000
    tentang Kriteria Wajib Pajak yang Dapat Diberikan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak
    sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 235/KMK.03/2003 masih tetap
    berlaku sesuai dengan jangka waktu penetapan paling lama sampai dengan tanggal 31 Desember 2008.
    2. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 544/KMK.04/2000 tentang Kriteria Wajib Pajak yang Dapat
    Diberikan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak sebagaimana telah diubah dengan Keputusan
    Menteri Keuangan Nomor 235/KMK.03/2003, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

    Pasal 9

    Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2008.

    Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri Keuangan ini dengan
    penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

    Ditetapkan di Jakarta
    Pada tanggal 28 Desember 2007
    MENTERI KEUANGAN,

    ttd.

    SRI MULYANI INDRAWATI

  • ecooce

    Member
    3 February 2010 at 9:55 am

    PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
    NOMOR 188/PMK.03/2007

    TENTANG

    TATA CARA PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK

    MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

    Menimbang :

    bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 11 ayat (4) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang
    Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-
    Undang Nomor 28 Tahun 2007, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Pengembalian
    Kelebihan Pembayaran Pajak.

    Mengingat :

    1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran
    Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
    Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28
    Tahun 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara
    Republik Indonesia Nomor 4740);
    2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia
    Tahun 2003 Nomor 47; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
    3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik
    Indonesia Tahun 2004 Nomor 5; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
    4. Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005;

    MEMUTUSKAN :

    Menetapkan :

    PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK.

    Pasal 1

    Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini, yang dimaksud dengan :
    1. Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang selanjutnya disebut Undang-Undang
    KUP adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan
    sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007.
    2. Utang Pajak adalah pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi administrasi berupa bunga,
    denda, atau kenaikan yang tercantum dalam surat ketetapan pajak atau surat sejenisnya berdasarkan
    ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
    3. Kantor Pelayanan Pajak yang selanjutnya disebut KPP adalah Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib
    Pajak terdaftar atau tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan.
    4. Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disebut KPPN adalah Kantor Pelayanan
    Perbendaharaan Negara mitra kerja KPP.
    5. Surat Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak yang selanjutnya disebut SKPKPP adalah
    surat keputusan sebagai dasar untuk menerbitkan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak.
    6. Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak yang selanjutnya disebut SPMKP adalah surat perintah
    kepada KPPN untuk menerbitkan Surat Perintah Pencairan Dana yang ditujukan kepada Bank
    Operasional mitra kerja KPPN, sebagai dasar pembayaran kembali kelebihan pembayaran pajak
    kepada Wajib Pajak.
    7. Surat Perintah Pencairan dana yang selanjutnya disebut SP2D adalah surat yang diterbitkan oleh Kepala
    KPPN selaku kuasa Bendahara Umum Negara untuk melaksanakan pengeluaran atas beban Anggaran
    Pendapatan dan Belanja Negara berdasarkan SPMKP atau Surat Perintah Membayar Imbalan Bunga
    (SPMIB).

    Pasal 2

    Kelebihan pembayaran pajak dapat diberikan pengembalian dalam hal terdapat :
    a. Pajak yang lebih dibayar sebagaimana tercantum dalam Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) Undang-Undang KUP;
    b. Pajak yang seharusnya tidak terutang sebagaimana tercantum dalam Surat Ketetapan Pajak Lebih
    Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) Undang-Undang KUP;
    c. Pajak yang lebih dibayar sebagaimana tercantum dalam Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B Undang-Undang KUP;
    d. Pajak yang lebih dibayar sebagaimana tercantum dalam Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan
    Kelebihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17C Undang-Undang KUP;
    e. Pajak yang lebih dibayar sebagaimana tercantum dalam Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan
    Kelebihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17D Undang-Undang KUP;
    f. Pajak yang lebih dibayar karena diterbitkan Surat Keputusan Keberatan atau Putusan Banding atau
    Putusan Peninjauan Kembali dari Mahkamah Agung;
    g. Pajak yang lebih dibayar karena diterbitkan Surat Keputusan Pembetulan sebagaimana dimaksud dalam
    Pasal 16 Undang-Undang KUP;
    h. Pajak yang lebih dibayar karena diterbitkan Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi atau
    Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 Undang-
    Undang KUP;
    i. Pajak yang lebih dibayar karena diterbitkan Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak atau Surat
    Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 Undang-Undang KUP;
    j. Jumlah imbalan bunga yang tercantum dalam Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga.

    Pasal 3

    (1) Kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 harus diperhitungkan terlebih
    dahulu dengan utang pajak yang diadministrasikan di KPP domisili dan/atau di KPP lokasi, sebagaimana
    tercantum dalam :
    a. Surat Tagihan Pajak dan Surat Keputusan Pembetulan yang menyebabkan jumlah pajak yang
    masih harus dibayar bertambah;
    b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan
    Surat Keputusan Keberatan, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah,
    untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak yang dimulai sebelum tanggal 1
    Januari 2008;
    c. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan
    yang telah disetujui dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, dan Surat Keputusan
    Keberatan yang tidak diajukan banding, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar
    bertambah, atas Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak yang dimulai setelah
    tanggal 31 Desember 2007;
    d. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan atas
    jumlah yang tidak disetujui dalam pembahasan akhir, untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak,
    atau Tahun Pajaka yang dimulai setelah tanggal 31 Desember 2007 yang :
    1) tidak diajukan keberatan;
    2) diajukan keberatan tetapi Surat Keputusan Keberatan mengabulkan sebagian atau
    menolak dan atas Surat Keputusan Keberatan tersebut tidak diajukan banding; atau
    3) diajukan keberatan dan atas surat Keputusan Keberatan tersebut diajukan banding
    tetapi Putusan Banding mengabulkan sebagian atau menolak;
    e. Surat Keputusan Keberatan yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar
    bertambah tetapi tidak diajukan banding;
    f. Putusan Banding dan Putusan Peninjauan Kembali yang menyebabkan jumlah pajak yang
    masih harus dibayar bertambah;
    g. Surat Pemberitahuan Pajak terhutang, Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan, dan
    Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan; dan/atau
    h. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar, Surat Ketetapan
    Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Tagihan Bea
    Perolehan Hak atas tanah dan bangunan.
    (2) Apabila berdasarkan hasil perhitungan kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat
    (1) masih terdapat kelebihan pembayaran pajak, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan untuk
    memperhitungkan kelebihan pembayaran pajak tersebut dengan pajak yang akan terutng atau dengan
    utang pajak atas nama Wajib Pajak lain.

    Pasal 4

    Perhitungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dilakukan dengan pemindahbukuan atau cara lain.

    Pasal 5

    Kelebihan pembayaran pajak setelah diperhitungkan dengan utang pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
    dikembalikan kepada Wajib Pajak dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak :
    a. permohonan pengembalian kelebihan pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a
    diterima;
    b. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b atau huruf c
    diterbitkan;
    c. Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
    huruf d atau huruf e diterbitkan;
    d. Surat Keputusan Keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf f diterbitkan;
    e. Putusan banding atau Putusan Peninjauan Kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf f
    diterima kantor Direktorat Jenderal Pajak yang berwenang melaksanakan Putusan Banding atau
    Putusan Peninjauan Kembali;
    f. Surat Keputusan Pembetulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf g diterbitkan;
    g. Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Asministrasi atau Surat Keputusan Penghapusan Sanksi
    administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf h diterbitkan;
    h. Surat Keputusan Pengurangan ketetapan Pajak atau Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf i diterbitkan.

    Pasal 6

    (1) Kelebihan pembayaran pajak yang masih tersisa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dikembalikan
    oleh Kepala KPP atas nama Direktur Jenderal Pajak dengan menerbitkan SKPKPP per jenis pajak, dan
    per Masa Pajak atau Tahun Pajak, sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I Peraturan Menteri
    Keuangan ini.
    (2) Atas dasar SKPKPP, Kepala KKP atas nama Menteri Keuangan menerbitkan SPMKP per jenis pajak dan
    per Masa Pajak atau Tahun Pajak, sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II Peraturan Menteri
    Keuangan ini.
    (3) SPMKP dibuat dalam rangkap 4 (empat) dengan peruntukan sebagai berikut :
    a. Lembar ke-1 dan lembar ke-2 untuk KPPN;
    b. Lembar ke-3 untuk Wajib Pajak yang bersangkutan; dan
    c. Lembar ke-4 untuk KPP yang menerbitkan SPMKP.
    (4) Berdasarkan SPMKP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, Kepala KPPN atas nama Menteri
    Keuangan menerbitkan SP2D.
    (5) Kepala KPPN mengembalikan lembar ke-2 SPMKP disertai dengan lembar ke-2 SP2D kepada penerbit
    SPMKP setelah dibubuhi cap tanggal dan nomor penerbitan SP2D
    (6) SPMKP dibebankan pada mata anggaran pengembalian pendapatan pajak tahun anggaran berjalan,
    yaitu pada masa

  • ecooce

    Member
    3 February 2010 at 9:58 am

    PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
    NOMOR PER – 48/PJ/2008

    TENTANG

    TATA CARA PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK
    PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN
    PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH

    DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

    Menimbang :

    a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 9 ayat (13) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang
    Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah
    beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000;
    b. bahwa untuk meningkatkan pengamanan penerimaan negara dengan tetap memperhatikan pelayanan
    prima kepada masyarakat Wajib Pajak dan untuk memberikan kepastian hukum;
    c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, dan huruf b, perlu menetapkan
    Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak
    Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah;

    Mengingat :

    1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran
    Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
    Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun
    2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara
    Republik Indonesia Nomor 4740);
    2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak
    Penjualan Atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan
    Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
    dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000
    Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3986);
    3. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia
    Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana
    telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia
    Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
    4. Peraturan Pemerintah Nomor 143 Tahun 2000 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun
    1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah
    sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000
    (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 259, Tambahan Lembaran Negara Republik
    Indonesia Nomor 4061) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2002
    (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik
    Indonesia Nomor 4199);
    5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 188/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pengembalian Kelebihan
    Pembayaran Pajak;
    6. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 192/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Penetapan Wajib Pajak
    Dengan Kriteria Tertentu Dalam Rangka Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak;
    7. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 193/PMK.03/2007 tentang Batasan Jumlah Peredaran Usaha, Jumlah
    Penyerahan, dan Jumlah Lebih Bayar Bagi Wajib Pajak Yang Memenuhi Persyaratan Tertentu Yang
    Dapat Diberikan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak;
    8. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 199/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak;
    9. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-406/PJ/2001 tentang Tata Cara Penerbitan Surat
    Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak sebagaimana telah diubah dengan Keputusan
    Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-359/PJ.2003;

    MEMUTUSKAN :

    Menetapkan :

    PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG TATA CARA PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK
    PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH.

    Pasal 1

    Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang dimaksud dengan:
    1. Pajak adalah Pajak Pertambahan Nilai, atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang
    Mewah.
    2. Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha Kena Pajak yang mengajukan permohonan pengembalian
    kelebihan pembayaran pajak.
    3. Pengusaha Kena Pajak Kriteria Tertentu adalah Wajib Pajak dengan kriteria tertentu sebagaimana
    dimaksud dalam Pasal 17C Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata
    Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28
    Tahun 2007.
    4. Pengusaha Kena Pajak Yang Memenuhi Persyaratan Tertentu adalah Wajib Pajak dengan persyaratan
    tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17D Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang
    Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
    Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007.
    5. Pengusaha Kena Pajak Tertentu adalah Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada angka 3
    atau angka 4.
    6. Kelebihan pembayaran pajak adalah:
    a. Kelebihan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran dalam suatu Masa Pajak tertentu
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang
    Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
    sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun
    2000; atau
    b. Kelebihan Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak tertentu sebagaimana dimaksud dalam
    huruf a dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang telah dibayar atas perolehan Barang
    Kena Pajak yang tergolong mewah yang diekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat
    (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa
    dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
    dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000, dalam hal ekspor Barang Kena Pajak yang
    tergolong mewah.
    7. Permohonan pengembalian adalah permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang
    disampaikan oleh Pengusaha Kena Pajak melalui:
    a. Surat Pemberitahun Masa Pajak Pertambahan Nilai yang mencantumkan tanda permohonan
    pengembalian kelebihan pembayaran pajak dengan cara mengisi kolom "Dikembalikan
    (restitusi)"; atau
    b. Surat permohonan tersendiri, apabila kolom "Dikembalikan (restitusi)" dalam Surat Pemberitahuan
    Masa Pajak Pertambahan Nilai tidak diisi atau tidak mencantumkan tanda permohonan
    pengembalian kelebihan pembayaran pajak
    8. Surat Ketetapan Pajak adalah surat ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau
    Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Nihil.
    9. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan
    pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau
    seharusnya tidak terutang.
    10. Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak adalah surat keputusan yang menentukan
    jumlah pengembalian pendahuluan kelebihan pajak untuk Pengusaha Kena Pajak Tertentu sebagaimana
    dimaksud pada angka 5.
    11. Penelitian adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk menilai kelengkapan pengisian Surat
    Pemberitahuan dan lampiran-lampirannya termasuk penilaian tentang kebenaran penulisan dan
    penghitungannya.
    12. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau
    bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk
    menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka
    melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

    Pasal 2

    (1) Permohonan pengembalian disampaikan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak di tempat Pengusaha
    Kena Pajak dikukuhkan.
    (2) Permohonan pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan 1 (satu) permohonan
    untuk 1 (satu) Masa Pajak.

    Pasal 3

    (1) Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilengkapi dengan Faktur Pajak dan/atau
    dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak, yang selanjutnya disebut
    dengan kelengkapan permohonan pengembalian, yang terkait dengan kelebihan pembayaran pajak.
    (2) Dalam hal permohonan pengembalian diajukan oleh Pengusaha Kena Pajak Tertentu, kelengkapan
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak wajib disampaikan.

    Pasal 4

    Pengujian keabsahan kelengkapan permohonan pengembalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1)
    dilaksanakan sesuai dengan Kebijakan Pemeriksaan Pajak.

    Pasal 5

    (1) Kelengkapan permohonan pengembalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dapat
    disampaikan secara lengkap bersamaan dengan penyampaian permohonan pengembalian, atau
    disusulkan setelah disampaikannya permohonan pengembalian.
    (2) Dalam hal kelengkapan permohonan pengembalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1)
    disusulkan, Pengusaha Kena Pajak harus menyampaikan seluruh kelengkapan permohonan
    pengembalian paling lambat 1 (satu) bulan sejak saat diterimanya permohonan.
    (3) Dalam hal kelengkapan permohonan pengembalian disusulkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
    Kepala Kantor Pelayanan Pajak dapat menerbitkan surat permintaan kelengkapan permohonan
    pengembalian sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
    (4) Dalam hal Kepala Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan surat permintaan kelengkapan permohonan
    pengembalian kepada Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3), maka kelengkapan
    permohonan pengembalian yang disusulkan tetap harus dilengkapi seluruhnya paling lambat 1 (satu)
    bulan sejak saat diterimanya permohonan.
    (5) Dalam hal Pengusaha Kena Pajak tidak menyampaikan atau kurang menyampaikan kelengkapan
    permohonan pengembalian dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (4),
    Direktur Jenderal Pajak melakukan pemeriksaan berdasarkan kelengkapan permohonan pengembalian
    yang diterima dengan memberitahukan pemrosesan permohonan pengemba

  • ecooce

    Member
    3 February 2010 at 10:02 am

    Maaf terpotong…

    PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
    NOMOR PER – 48/PJ/2008

    TENTANG

    TATA CARA PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK
    PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN
    PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH

    DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

    Menimbang :

    a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 9 ayat (13) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang
    Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah
    beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000;
    b. bahwa untuk meningkatkan pengamanan penerimaan negara dengan tetap memperhatikan pelayanan
    prima kepada masyarakat Wajib Pajak dan untuk memberikan kepastian hukum;
    c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, dan huruf b, perlu menetapkan
    Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak
    Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah;

    Mengingat :

    1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran
    Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
    Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun
    2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara
    Republik Indonesia Nomor 4740);
    2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak
    Penjualan Atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan
    Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
    dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000
    Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3986);
    3. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia
    Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana
    telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia
    Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
    4. Peraturan Pemerintah Nomor 143 Tahun 2000 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun
    1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah
    sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000
    (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 259, Tambahan Lembaran Negara Republik
    Indonesia Nomor 4061) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2002
    (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik
    Indonesia Nomor 4199);
    5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 188/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pengembalian Kelebihan
    Pembayaran Pajak;
    6. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 192/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Penetapan Wajib Pajak
    Dengan Kriteria Tertentu Dalam Rangka Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak;
    7. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 193/PMK.03/2007 tentang Batasan Jumlah Peredaran Usaha, Jumlah
    Penyerahan, dan Jumlah Lebih Bayar Bagi Wajib Pajak Yang Memenuhi Persyaratan Tertentu Yang
    Dapat Diberikan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak;
    8. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 199/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak;
    9. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-406/PJ/2001 tentang Tata Cara Penerbitan Surat
    Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak sebagaimana telah diubah dengan Keputusan
    Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-359/PJ.2003;

    MEMUTUSKAN :

    Menetapkan :

    PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG TATA CARA PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK
    PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH.

    Pasal 1

    Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang dimaksud dengan:
    1. Pajak adalah Pajak Pertambahan Nilai, atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang
    Mewah.
    2. Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha Kena Pajak yang mengajukan permohonan pengembalian
    kelebihan pembayaran pajak.
    3. Pengusaha Kena Pajak Kriteria Tertentu adalah Wajib Pajak dengan kriteria tertentu sebagaimana
    dimaksud dalam Pasal 17C Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata
    Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28
    Tahun 2007.
    4. Pengusaha Kena Pajak Yang Memenuhi Persyaratan Tertentu adalah Wajib Pajak dengan persyaratan
    tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17D Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang
    Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
    Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007.
    5. Pengusaha Kena Pajak Tertentu adalah Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada angka 3
    atau angka 4.
    6. Kelebihan pembayaran pajak adalah:
    a. Kelebihan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran dalam suatu Masa Pajak tertentu
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang
    Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
    sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun
    2000; atau
    b. Kelebihan Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak tertentu sebagaimana dimaksud dalam
    huruf a dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang telah dibayar atas perolehan Barang
    Kena Pajak yang tergolong mewah yang diekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat
    (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa
    dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
    dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000, dalam hal ekspor Barang Kena Pajak yang
    tergolong mewah.
    7. Permohonan pengembalian adalah permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang
    disampaikan oleh Pengusaha Kena Pajak melalui:
    a. Surat Pemberitahun Masa Pajak Pertambahan Nilai yang mencantumkan tanda permohonan
    pengembalian kelebihan pembayaran pajak dengan cara mengisi kolom "Dikembalikan
    (restitusi)"; atau
    b. Surat permohonan tersendiri, apabila kolom "Dikembalikan (restitusi)" dalam Surat Pemberitahuan
    Masa Pajak Pertambahan Nilai tidak diisi atau tidak mencantumkan tanda permohonan
    pengembalian kelebihan pembayaran pajak
    8. Surat Ketetapan Pajak adalah surat ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau
    Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Nihil.
    9. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan
    pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau
    seharusnya tidak terutang.
    10. Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak adalah surat keputusan yang menentukan
    jumlah pengembalian pendahuluan kelebihan pajak untuk Pengusaha Kena Pajak Tertentu sebagaimana
    dimaksud pada angka 5.
    11. Penelitian adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk menilai kelengkapan pengisian Surat
    Pemberitahuan dan lampiran-lampirannya termasuk penilaian tentang kebenaran penulisan dan
    penghitungannya.
    12. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau
    bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk
    menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka
    melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

    Pasal 2

    (1) Permohonan pengembalian disampaikan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak di tempat Pengusaha
    Kena Pajak dikukuhkan.
    (2) Permohonan pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan 1 (satu) permohonan
    untuk 1 (satu) Masa Pajak.

    Pasal 3

    (1) Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilengkapi dengan Faktur Pajak dan/atau
    dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak, yang selanjutnya disebut
    dengan kelengkapan permohonan pengembalian, yang terkait dengan kelebihan pembayaran pajak.
    (2) Dalam hal permohonan pengembalian diajukan oleh Pengusaha Kena Pajak Tertentu, kelengkapan
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak wajib disampaikan.

    Pasal 4

    Pengujian keabsahan kelengkapan permohonan pengembalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1)
    dilaksanakan sesuai dengan Kebijakan Pemeriksaan Pajak.

    Pasal 5

    (1) Kelengkapan permohonan pengembalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dapat
    disampaikan secara lengkap bersamaan dengan penyampaian permohonan pengembalian, atau
    disusulkan setelah disampaikannya permohonan pengembalian.
    (2) Dalam hal kelengkapan permohonan pengembalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1)
    disusulkan, Pengusaha Kena Pajak harus menyampaikan seluruh kelengkapan permohonan
    pengembalian paling lambat 1 (satu) bulan sejak saat diterimanya permohonan.
    (3) Dalam hal kelengkapan permohonan pengembalian disusulkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
    Kepala Kantor Pelayanan Pajak dapat menerbitkan surat permintaan kelengkapan permohonan
    pengembalian sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
    (4) Dalam hal Kepala Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan surat permintaan kelengkapan permohonan
    pengembalian kepada Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3), maka kelengkapan
    permohonan pengembalian yang disusulkan tetap harus dilengkapi seluruhnya paling lambat 1 (satu)
    bulan sejak saat diterimanya permohonan.
    (5) Dalam hal Pengusaha Kena Pajak tidak menyampaikan atau kurang menyampaikan kelengkapan
    permohonan pengembalian dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (4),
    Direktur Jenderal Pajak melakukan pemeriksaan berdasarkan kelengkapan permohonan pengembalian
    yang diterima dengan memberitahukan pemrosesa

  • ecooce

    Member
    3 February 2010 at 10:03 am

    Saran…
    Persiapkan Faktur dan cek, sesuai dengan PER 159/PJ/2009..
    Baik Formil Maupun Materil..

    Salam

  • edisuryadi2

    Member
    3 February 2010 at 10:04 am

    Perusahaan termasuk dalam Kreiteria Tertentu tidak seperti yang disyaratkan dalam Kriteria ini dijelaskan dalam Pasal 17C ayat (2) UU Nomor 28 Tahun 2007, mendapat pengembalian yaitu [/u]3 bulan untuk Pajak Penghasilan dan 1 bulan untuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN)[u].Sedang untuk pengembalian Restutitusi Pajak untuk WP Normal ( Tdk termasuk riteria tertentu ) Coba Lihat Pasal 17 B Ayat i UU No. 28 Tahun 2007 yang saya kutip sbb : '… Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan atas permohonan penegmbalian kelebihan pembayaran Pajak, selain permohonan pengembalian kelebihan pembayaran paja dari Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17C dan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17D, [/u]Harus menerbitkan Surat Ketetapan Pajak paling lambbat 12 bulan sejak surat permohonan diterima secara lengkap[u]

  • ecooce

    Member
    3 February 2010 at 10:06 am

    he.. he..rupanya kepanjangan jadi ngga muat postingannya, mungkin lebih jelasnya, bisa cari sendiri peraturannya..dengan No peraturan masing2..

    Salam

  • eftx

    Member
    3 February 2010 at 10:45 am

    terima kasih rekan ecooce, saya akan pelajari terlebih dahulu 🙂

  • eftx

    Member
    3 February 2010 at 10:46 am

    terima kasih rekan edy…

  • joeardy

    Member
    3 February 2010 at 12:14 pm

    Biasanya pemeriksaan berdasarkan skala prioritas dan urut kacang,, kalo mo cepat diperiksa harus pdkt ma fungsional di kpp atau AR, biar cepet keluar SP3, karena biasanya saking banyaknya target pemeriksaan, biarpun SP3 dah keluar, baru periksa menjeklang jatuh tempo ………, sebenarnya itu urusan internal pajak, kita ga bisa intervensi…., karena semua WP yang restitusi maunya cepet diperiksa.

  • Hanif

    Member
    3 February 2010 at 12:43 pm

    mantaaap
    sependapat dengan rekan ecooce dan rekan edi…

    Salam

Viewing 1 - 15 of 17 replies

Original Post
0 of 0 posts June 2018
Now