Media Komunitas Perpajakan Indonesia Forums Lain-lain Reimburseable cost-law firm

  • Reimburseable cost-law firm

  • junjungansitohang

    Member
    24 January 2010 at 10:21 am
  • junjungansitohang

    Member
    24 January 2010 at 10:21 am

    salam rekan ortax

    kontrak kerja suatu law firm dg kliennya menuangkan poin kesepakatan kerja. termasuk didalamya:
    nilai tagihan jasa, biaya pendampingan, akomodasi, ppn 100% dari total kontrak, dan potongan pph 23 (saat ini 2%) dari total kontrak.

    Biaya yg dikeluarkan (pendampingan, akomodasi) bukan diatasnamakan nama klien, padahal, realitanya biaya tsb diperuntukkan untuk memenuhi kepentingannya.

    Dari konteks diatas seharusnya law firm terutang PPn 10% dan dipotong Pph 23, 2% (saat ini) oleh klien, hanya sebatas jasa yg diberikan saja… sehingga tersirat kelebihan pungut ppn dan kelebihan pemotongan pph 23.

    Mohon bantuan teman-teman apakah ada dasar hukum untuk reimburseable cost bagi law firm?. sehingga ppn terutang dan pph23 nya dipotong hanya sebatas jasa yg diberikan saja.

    mohon pencerahan…dari teman-teman
    salam

  • phoska

    Member
    24 January 2010 at 4:28 pm
    Originaly posted by junjungansitohang:

    salam rekan ortax

    kontrak kerja suatu law firm dg kliennya menuangkan poin kesepakatan kerja. termasuk didalamya:
    nilai tagihan jasa, biaya pendampingan, akomodasi, ppn 100% dari total kontrak, dan potongan pph 23 (saat ini 2%) dari total kontrak.

    Biaya yg dikeluarkan (pendampingan, akomodasi) bukan diatasnamakan nama klien, padahal, realitanya biaya tsb diperuntukkan untuk memenuhi kepentingannya.

    Dari konteks diatas seharusnya law firm terutang PPn 10% dan dipotong Pph 23, 2% (saat ini) oleh klien, hanya sebatas jasa yg diberikan saja… sehingga tersirat kelebihan pungut ppn dan kelebihan pemotongan pph 23.

    Mohon bantuan teman-teman apakah ada dasar hukum untuk reimburseable cost bagi law firm?. sehingga ppn terutang dan pph23 nya dipotong hanya sebatas jasa yg diberikan saja.

    mohon pencerahan…dari teman-teman
    salam

    1. Tentang PPN, karena dipungut dari klien, maka bagi Law Firm tidak menjadi masalah karena PPN tersebut dibayar oleh klien;

    2. Karena nilai tagihan adalah gunggungan dari fee/jasa, biaya pendampingan dan akomodasi, menjadi nilai DPP, maka PPh Pasal 23 wajib dipungut dari nilai DPP.

    3. Law Firm yang menyelenggarakan pembukuan dapat menghitung laba ruginya dengan cara Pendapatan Kotor (nilai DPP) dikurangi beban pendampingan dan beban akomodasi, sepanjang beban beban tersebut didukung dengan bukti bukti sah adalah pengurang penghasilan bruto yang diakui oleh Fiskus. Selanjutnya PPh terutang dihitung dan PPh Pasal 23 dikreditkan, selisih kurang dibayar sebagai PPh Pasal 29 atau jika ada selisih lebih dapat direstitusi.

    4. Demikian juga bila LaW Firm menggunakan Norma Penghitungan Neto, maka tarip norma dikalikan Pendapatan Kotor (nilai DPP) adalah Penghasilan Neto dan pajak penghasilan dihitung dari penghasilan neto. Pajak terutang setelah dikurangi PPh Pasal 23, maka selisih kurang disetorkan sebagai PPh Ps. 29 atau jika ada selisih lebih dapat direstitusi

    5. Jika dikehendaki hanya nilai tagihan jasa saja yang diinginkan menjadi obyek pajak, maka dalam kontrak wajib ditulis dengan tegas bahwa biaya pendampingan dan akomodasi ditagih tersendiri, dengan bukti-bukti kwitansi atas nama klien, dengan kata lain Law Firm hanya menalangi membayar biaya biaya tersebut dan bukti-bukti kwitansi diserahkan kepada klien saat menagih dana talangan. Bukti kwitansi yang membuat adalah benar benar pihak penerima pembayaran, bukan dibuat oleh Law Firm. Jika pembayaran talangan berupa pembayaran jasa kepada pihak ketiga, maka yang memotong PPh Ps. 21/23 adalah klien, bukan Law Firm.

    Demikian pendapat saya, mungkin ada rekan rekan lain dapat memberi sumbang saran.

  • junjungansitohang

    Member
    25 January 2010 at 12:27 am

    salam rekan-rekan

    saya sangat setuju dg pendapat rekan phoska..

    Originaly posted by phoska:

    5. Jika dikehendaki hanya nilai tagihan jasa saja yang diinginkan menjadi obyek pajak, maka dalam kontrak wajib ditulis dengan tegas bahwa biaya pendampingan dan akomodasi ditagih tersendiri, dengan bukti-bukti kwitansi atas nama klien,

    didalam realitanya poin ke 5 yg diusulkan rekan phoska sangat sulit aplikasinya. beberapa beralasan, karena sulit menjelaskan kpd auditornya kalo akunting treatmentnya seperti itu, ada juga yg beralasan karena sudah dianggarkan pengeluarannya maka jumlahnya tidak boleh dipecah–pecah…

    jadi jalan terbaik harus mengacu pd dasar hukum perpajakan yang ada pikir kami!!, sehingga didapat win2x solution antara kedua pihak.

    mohon rekan-rekan membantu apakah ada peraturan/ketentuan/juklak mengenai perlakuan reimburseable cost untuk law firm???

    salam

  • phoska

    Member
    25 January 2010 at 12:43 am
    Originaly posted by junjungansitohang:

    mohon rekan-rekan membantu apakah ada peraturan/ketentuan/juklak mengenai perlakuan reimburseable cost untuk law firm???

    Sepengetahuan saya tidak ada peraturan/ketentuan/juklak sebagaimana dimaksud di atas. Dasar pemotongan PPh Pasal 23 adalah Jumlah Tagihan sebelum PPN. Sedangkan PPN-nya dipungut dari DPP yang terdiri dari fee, biaya pendampingan dan akomodasi. Misal fee 100, biaya pendampingan 500 dan akomodasi 600, DPP adalah 1.200. PPN-nya tentu dihitung dari DPP 1.200 dan PPh Pasal 23 juga wajib dihitung dari DPP 1.200. Tentang pungutan PPh Pasal 23 dari DPP yang dianggap terlalu besar, menurut pendapat saya dapat direstitusi tanpa ada kesulitan sepanjang SPT Tahunan PPh telah diisi dengan lengkap dan benar.

  • junjungansitohang

    Member
    25 January 2010 at 2:33 am

    salam rekan phoska

    terimakasih atas pencerahannya….

Viewing 1 - 6 of 6 replies

Original Post
0 of 0 posts June 2018
Now