• properti

     Simonalim updated 12 years, 11 months ago 10 Members · 43 Posts
  • begawan5060

    Member
    28 May 2011 at 4:53 pm
    Originaly posted by darwis setiawan:

    tetapi Pak begawan dalam masalah diatas Bapak A bukan Kontraktor,,,,,,,jadi dalam konteks PPN (tidak berhubungan dengan kegiatan usaha)

    Misalkan Si X sebagai pedagang besar cat dan sudah PKP, trus dapat borongan pengecatan atau bahkan membangun bangunan, maka secara otomatis terutang PPN tidak perlu mendaftar PKP khusus kontraktor..

  • begawan5060

    Member
    28 May 2011 at 4:57 pm
    Originaly posted by darwis setiawan:

    apabila Bapak A tidak menggunakan jasa kontraktor maka terutang PPN pasal 16 C,,,,,apabila menggunakan jasa kontraktor maka tidak terutang PPN atas KMS

    Justru yang menjadi kontraktor Bp. A dan kemudian Bp. A menyerahkan jasa konstruksi kepada masing-masing pembeli dengan memungut PPN..

  • darwis setiawan

    Member
    28 May 2011 at 5:15 pm

    untuk contoh bapak X,,,,menurut saya tidak bisa begitu karena ia bukan PKP pemborong/kontraktor,,,,,,,sehingga contoh Bapak X yang diminta mengecet dan membangun Bangunan oleh bapak Z sehingga atas bangunan bapak Z terutang PPN 16 C atas KMS dan harus dibayar bapak Z dengan DPP 40% dari semua biaya perbulan termasuk PPN,,,,,,,,,

    itu menurut ilmu yang saya peroleh di bangku perkuliahan,,,,,,klo di lapangan saya belum mengetahui bagaimana penerapannya,,,,apakah sesuai dengan teori atau tidak

  • begawan5060

    Member
    28 May 2011 at 5:48 pm
    Originaly posted by darwis setiawan:

    untuk contoh bapak X,,,,menurut saya tidak bisa begitu karena ia bukan PKP pemborong/kontraktor,,,,,,

    Dengan kata lain, apabila hal tersebut terjadi, maka tidak terutang PPN, gitu khan?

    Sekarang coba cermati SE ini :
    DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
    DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
    __________________________________________________ _________________________________________
    29 November 2002

    SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
    NOMOR SE – 56/PJ.53/2002

    TENTANG

    PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS PENYERAHAN JASA PERSEWAAN RUANGAN
    DAN ATAU RUMAH YANG DILAKUKAN OLEH ORANG PRIBADI

    DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

    Dalam rangka meningkatkan kegiatan intensifikasi terhadap pemungutan Pajak Pertambahan Nilai, dengan
    ini disampaikan hal-hal sebagai berikut :

    1. Berdasarkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa
    dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
    Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000, antara lain diatur sebagai berikut:
    – Pasal 1 angka 6
    – Pasal 1 angka 19
    – Pasal 3A
    – Pasal 4 huruf c

    2. Berdasarkan ketentuan Pasal 3 Ayat (5) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 146 Tahun
    2000 tentang Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu dan atau Penyerahan Jasa
    Kena Pajak Tertentu yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai diatur bahwa Jasa
    Kena Pajak tertentu yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai
    adalah jasa persewaan rumah susun sederhana, rumah sederhana, dan rumah sangat sederhana.

    3. Dengan demikian atas penyerahan jasa persewaan ruangan dan atau rumah yang dilakukan oleh
    Orang Pribadi terutang Pajak Pertambahan Nilai sepanjang memenuhi syarat kumulatif:
    a. persewaan selain rumah susun sederhana, rumah sederhana, dan rumah sangat sederhana sebagaimana disebutkan dalam Pasal 3 Ayat (5) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 146 Tahun 2000 tentang Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu dan atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai;
    b. Orang Pribadi tersebut menyewakan ruangan dan atau rumah dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya, baik sebagai kegiatan usaha pokok maupun bukan sebagai kegiatan usaha pokok, selama satu tahun atau lebih;
    c. ruangan dan atau rumah yang disewakan berada di dalam Daerah Pabean; dan
    d. melebihi batasan Pengusaha Kecil sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 552/KMK.04/2000 tentang Batasan Pengusaha Kecil Pajak Pertambahan Nilai.

    4. Sehubungan dengan hal-hal tersebut diatas kepada para Kepala Kantor Pelayanan Pajak diminta agar segera melakukan penelitian terhadap pemenuhan kewajiban Pajak Pertambahan Nilai atas Jasa persewaan ruangan dan atau rumah yang dilakukan oleh Orang Pribadi di wilayah kerja Saudara.

    Demikian untuk mendapat perhatian Saudara dan dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab.

    DIREKTUR JENDERAL,

    ttd

    HADI POERNOMO

  • begawan5060

    Member
    28 May 2011 at 5:56 pm
    Originaly posted by darwis setiawan:

    sehingga contoh Bapak X yang diminta mengecet dan membangun Bangunan oleh bapak Z sehingga atas bangunan bapak Z terutang PPN 16 C atas KMS dan harus dibayar bapak Z dengan DPP 40% dari semua biaya perbulan termasuk PPN,,,,,,,,,

    Terutang PPN KMS (dianggap membangun sendiri) apabila Bp. X belum PKP dan/atau tidak memungut PPN..

    Originaly posted by darwis setiawan:

    itu menurut ilmu yang saya peroleh di bangku perkuliahan,,,,,,

    Bekal saat dikuliah belum tentu mutlak benar (seharusnya memang harus benar).. bisa saja salah penyampaian dari dosen salah, atau diterima salah oleh mahasiswa..

  • darwis setiawan

    Member
    28 May 2011 at 9:20 pm

    sya sudah. mencermati SE-56/PJ.53/2002 tetapi saya belum mengerti kaitannya dengan kegiatan KMS,,,,
    kalo saya melihat kata yang digaris bawahi,,,,, ini mengenai PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS PENYERAHAN JASA PERSEWAAN RUANGAN
    DAN ATAU RUMAH YANG DILAKUKAN OLEH ORANG PRIBADI,,,,yang dilakukan dalam hal penggalian potensi pajak,,,,,,,dan harus memenuhi syarat2 yang bersifat kumulatif jadi harus terpenenuhi semuanya,,,,diperyaratan "c" dan "d" sya melihat bahwa harus dikukuhkan sevagai PKP terlebih dahulu dan persyaratan WAktu……

    itu memang sperti yang dikatakan Dosen saya pak,,,,,,terkadang teori PPN ( pajak atas konsumsi) menjadi bertentangan peraturan2 yang ada,,,,,,,
    contohnya aja Pasal 16 F tentang tanggung jawab renteng,,,,,ideologinya PPN adalah pajak tidak langsung,,,Jadi pembeli hanya sebagai pemikul beban pajak bukan sebagai pengangung jawab pembayaran pajak,,,tentunya hal ini bertentangan dengan pasal 16 F UU KUP

  • darwis setiawan

    Member
    28 May 2011 at 9:20 pm

    maksud saya UU PPN,,,,maaf salah ketik

  • begawan5060

    Member
    29 May 2011 at 3:05 am
    Originaly posted by darwis setiawan:

    sya sudah. mencermati SE-56/PJ.53/2002 tetapi saya belum mengerti kaitannya dengan kegiatan KMS,,,,
    kalo saya melihat kata yang digaris bawahi,,,,, ini mengenai PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS PENYERAHAN JASA PERSEWAAN RUANGAN
    DAN ATAU RUMAH YANG DILAKUKAN OLEH ORANG PRIBADI

    Bukan kaitannya dengan KMS, rekan…
    Tetapi dengan yang ini :

    Originaly posted by darwis setiawan:

    tetapi Pak begawan dalam masalah diatas Bapak A bukan Kontraktor,,,,,,,jadi dalam konteks PPN (tidak berhubungan dengan kegiatan usaha),

    Misalnya Si X usaha pokoknya pedagang cat, sudah PKP. Kemudian melakukan penyerahan jasa konstruksi, maka terutang PPN meskipun bukan usaha pokoknya, dan tidak perlu mendaftar PKP lagi "khusus PKP jasa konstruksi"
    Jadi, meskipun penyerahan dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya, tetap saja terutang PPN

    Surat ini yang lebih jelas (kasus konsultan pajak sudah PKP, menyewakan rumah) :

    DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
    DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
    __________________________________________________ _________________________________________
    24 Juli 2006

    SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
    NOMOR S – 594/PJ.32/2006

    TENTANG

    PERMOHONAN KONFIRMASI TERTULIS TENTANG KEWAJIBAN MEMUNGUT PPN ATAS SEWA RUMAH
    YANG DILAKUKAN TIDAK DALAM LINGKUNGAN USAHA/PEKERJAANNYA

    DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

    Sehubungan dengan surat Saudara nomor XXXXX tanggal 8 Juni 2006 perihal sebagaimana disebutkan pada
    pokok surat, dengan ini disampaikan beberapa hal sebagai berikut :

    1. Dalam surat tersebut dikemukakan hal-hal sebagai berikut :
    a. SPT Orang Pribadi tahun pajak 2004 atas nama Saudara diperiksa oleh KPP Jakarta
    Kebayoran Baru Satu. Dalam proses pemeriksaan, pihak pemeriksa melakukan koreksi PPN
    atas sewa rumah yang menurut mereka terhutang PPN dan belum dipungut.
    b. Rumah tersebut diperuntukkan bagi pegawai, namun karena saat ini rumah tersebut dalam
    keadaan kosong, maka rumah tersebut kami sewakan. Dengan demikian rumah tersebut tidak
    selamanya (secara terus menerus kami sewakan). Hal ini dikarenakan kegiatan usaha atas
    pekerja kami bukan dalam bidang persewaan rumah tinggal.
    c. Dalam hal ini kegiatan usaha atau pekerjaan kami adalah sebagai konsultan pajak (sebagai
    usaha pokok) dan menyewakan sebagian ruangan kantor sebagai usaha sampingan. (Atas
    penyerahan jasa konsultan dan jasa persewaan ruangan kantor yang kami lakukan dalam
    rangka kegiatan usaha/pekerjaan kami, kami telah memungut PPN).
    d. Menurut penjelasan Pasal 4 huruf a Undang-undang PPN dan PPn BM, penyerahan yang
    terhutang PPN adalah penyerahan yang dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau
    pekerjaannya
    . Selanjutnya ditentukan syarat kumulatif atas penyerahan jasa persewaan
    ruangan dan atau rumah yang dilakukan oleh Orang Pribadi.
    e. Berdasarkan ketentuan diatas, menurut kami jelas bahwa penyerahan jasa persewaan rumah
    tinggal yang kami lakukan secara temporer tersebut tidak terhutang PPN, karena dilakukan
    dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaan kami. Dengan demikian seharusnya kami tidak
    mempunyai kewajiban untuk memungut PPN kepada pihak penyewa. Untuk itu kami mohon
    konfirmasi tertulis mengenai hal tersebut secepat mungkin.

    2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak
    Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18
    Tahun 2000, antara lain mengatur :
    a. Pasal 1 angka 5 : Jasa adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau
    perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau kemudahan atau hak
    tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena
    pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan.
    b. Pasal 1 angka 6 : Jasa Kena Pajak adalah jasa sebagaimana dimaksud dalam angka 5 yang
    dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang ini.
    c. Pasal 1 angka 7 : Penyerahan Jasa Kena Pajak adalah jasa sebagaimana dimaksud dalam
    angka 5 yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang ini.
    d. Pasal 1 angka 14 : Pengusaha adalah orang pribadi atau badan sebagaimana dimaksud dalam
    angka 13 yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor
    barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak
    berwujud dari luar Daerah Pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar
    Daerah Pabean.
    e. Pasal 1 angka 15 : Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha sebagaimana dimaksud dalam
    angka 14 yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan Jasa Kena
    Pajak yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang ini, tidak termasuk Pengusaha Kecil
    yang batasannya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, kecuali Pengusaha Kecil
    yang memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
    f. Pasal 4 huruf c : Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan Jasa Kena Pajak di
    dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha.
    Penjelasan Pasal tersebut : Pengusaha yang melakukan kegiatan penyerahan Jasa Kena Pajak
    meliputi baik Pengusaha yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak sebagaimana
    dimaksud dalam Pasal 3A ayat (1) maupun Pengusaha yang seharusnya dikukuhkan menjadi
    Pengusaha Kena Pajak tetapi belum dikukuhkan. Penyerahan jasa yang terutang pajak harus
    memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
    a. jasa yang diserahkan merupakan Jasa Kena Pajak,
    b. penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean, dan
    c. penyerahan dilakukan dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya.
    Termasuk dalam pengertian penyerahan Jasa Kena Pajak adalah Jasa Kena Pajak yang
    dimanfaatkan untuk kepentingan sendiri dan atau Jasa Kena Pajak yang diberikan secara
    cuma-cuma.

    3. Pasal 3 angka 5 Peraturan Pemerintah Nomor 146 Tahun 2000 tentang Impor atau Penyerahan Barang
    Kena Pajak Tertentu dan atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu Yang Dibebaskan Dari Pengenaan
    Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun
    2003, penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu Yang Dibebaskan dari pengenaan PPN adalah jasa
    persewaan rumah susun sederhana, rumah sederhana, dan rumah sangat sederhana.

    4. Pasal 4A ayat (3) jo. Peraturan Pemerintah Nomor 144 Tahun 2000 tentang Penetapan jenis jasa yang
    tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, jasa persewaan rumah tidak termasuk dalam jenis jasa yang
    tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.

    5. Pasal 1 angka 1 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 524/KMK.03/2001 tentang Batasan Rumah
    Sederhana, Rumah Sangat Sederhana, Rumah Susun Sederhana, Pondok Boro, Asrama Mahasiswa,
    dan Pelajar Serta Perumahan Lainnya Yang Atas Penyerahannya Dibebaskan Dari Pengenaan Pajak
    Pertambahan Nilai sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
    65/PMK.03/2005, menyebutkan bahwa Dalam Keputusan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan
    Rumah Sederhana dan Rumah Sangat Sederhana adalah :
    a. Rumah Sederhana Sehat (Rs Sehat/RSH) dan Rumah Inti Tumbuh (RIT) yang perolehannya
    dibiayai melalui fasilitas kredit bersubsidi maupun tidak bersubsidi;
    b. Rumah Sederhana Sehat (Rs Sehat/RSH) dan Rumah Inti Tumbuh (RIT) yang dibeli oleh bank
    dengan tujuan untuk dijual kembali dalam rangka pembiayaan berdasarkan prinsip syariah;
    c. Rumah Sederhana Sehat (Rs Sehat/RSH) dan Rumah Inti Tumbuh (RIT) yang perolehannya
    dibiayai melalui fasilitas kredit bersubsidi maupun tidak bersubsidi, yang diserahkan oleh bank
    dalam rangka pembiayaan berdasarkan prinsip syariah;
    dengan harga jual tidak melebihi Rp. 42.000.000,00 (empat puluh dua juta rupiah).

    6. Berdasarkan ketentuan pada angka 2 sampai 4 serta memperhatikan isi surat pada angka 1, dengan
    ini ditegaskan bahwa Saudara termasuk dalam kriteria Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud
    dalam ketentuan pada angka 2 huruf e surat ini dan setiap Pengusaha Kena Pajak yang melakukan
    penyerahan Jasa Kena Pajak kepada pihak manapun terutang PPN. Dengan demikian sepanjang atas
    penghasilan jasa persewaan rumah tinggal yang Saudara terima tidak termasuk dalam ketentuan
    sebagaimana diatur dalam angka 3 surat ini, maka atas penyerahan jasa persewaan rumah tinggal
    tersebut terutang Pajak Pertambahan Nilai.

    Pjs. Direktur,

    ttd.

    Erwin Silitonga
    NIP 060044547

  • begawan5060

    Member
    29 May 2011 at 3:12 am
    Originaly posted by darwis setiawan:

    itu memang sperti yang dikatakan Dosen saya pak,,,,,,terkadang teori PPN ( pajak atas konsumsi) menjadi bertentangan peraturan2 yang ada,,,,,,,

    Dulu…, PPN memang benar-benar Pajak atas "pertambahan" nilai, tetapi dengan ada perubahan-perubahan UU PPN yang memperluas subjek dan objek PPN, maka sudah tidak murni lagi sebagai "pajak pertambahan nilai" tetapi berubah menjadi pajak konsumsi dalam negeri. Meskipun salah satu syarat terutangnya PPN masih disebutkan, yaitu "penyerahan dilakukan dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya" tetapi dalam prakteknya diabaikan..

  • begawan5060

    Member
    29 May 2011 at 3:19 am
    Originaly posted by darwis setiawan:

    contohnya aja Pasal 16 F tentang tanggung jawab renteng

    Meskipun ini kurang pas, tetapi menurut saya memang perlu, asalkan tidak diberlakukan secara membabi buta.
    Kalo tidak ada pasal tanggung renteng, maka PPN impor dan PPN KMS tidak ada payung hukumnya…

  • darwis setiawan

    Member
    29 May 2011 at 7:38 am

    Makasih Pak Begawan

  • mr-achmad

    Member
    30 May 2011 at 6:00 am

    harus baca dengan seksama dalam memahami pemenuhan kewajiban perpajakan berkenaan masalah properti seperti yang dibahas di atas…

    makasih Rekan2 ada tambahan wawasan lagi nih tentang perpajakan…

    salam…

  • mr-achmad

    Member
    30 May 2011 at 8:37 am

    Maaf Pak Begawan dan Rekan2 mohon pencerahannya…

    Jika Bapak A tersebut tidak mau di PKP-kan dan maunya setor PPN KMS saja, bagaimana Pak ?

    terima kasih…

    salam…

  • budi81

    Member
    30 May 2011 at 10:34 am

    untuk rekan2 sekalian terima kasih banyak atas penjelasanya

    salam sukses

  • begawan5060

    Member
    30 May 2011 at 11:18 am
    Originaly posted by mr-achmad:

    Jika Bapak A tersebut tidak mau di PKP-kan

    Urusannya sudah pidana…

    Originaly posted by mr-achmad:

    maunya setor PPN KMS saja, bagaimana Pak

    Bukankah Bp. A hanya menjual tanah saja (sesuai AJB)?

Viewing 16 - 30 of 43 replies

Original Post
0 of 0 posts June 2018
Now