Media Komunitas Perpajakan Indonesia › Forums › PPN dan PPnBM › PPN jasa luar negeri
perusahaan A menerima jasa dari perusahaan luar negeri. jasa diberikan di luar negeri. nah, atas jasa ini kan terutang PPN luar negeri. apakah kita harus menyiapkan form DGT atas pembayaran ini??
mohon pencerahannya..Atas pembayaran PPN pemanfaatan jasa dari luar daerah pabean tidak perlu form DGT, tapi kalo pemberi jasa Luar negeri punya treaty dengan Indnesia maka perlu form DGT dalam rangka agar bebas PPh ps.26 dalam contoh diatas. kalo negara pemberi jasa bukan treaty partner ya kena pph ps.26 dan tidak perlu form DGT.
semoga membantu…numpang nanya juga dong, mumpung topiknya PPN jasa luar negeri….
Suatu perusahaan (A) membayar biaya lisensi & jasa management ke LN dikenakan PPN jasa luar negeri. Pembayaran tersebut dihitung berdasarkan revenue & laba persh A.
Permasalahannya tahun 2009 setelah dilakukan audit, terdapat adjustment yang menyebabkan laba persh A berkurang banyak, sehingga terdapat kelebihan bayar PPN JLN dan PPh 26. Pertanyaan saya: apakah dimungkinkan restitusi/kompensasi dari kelebihan bayar tersebut dan bagaimana caranya?
Terima kasih atas bantuan rekan-2 ortaxSURAT
DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR S-237/PJ.323/2005
Tanggal 21 Maret 2005JASA WAJIB PAJAK LUAR NEGERI
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Sehubungan dengan surat Saudara Nomor XXXXX tanggal 28 Juli 2004 hal sebagaimana tersebut pada pokok surat, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut:
Dalam surat tersebut dikemukakan hal-hal sebagai berikut:
Perusahaan Saudara menggunakan/memanfaatkan jasa teknik dari perusahaan-perusahaan sebagai berikut:No.
Nama Wajib Pajak Luar Negeri (WP LN)
Asal Negara1.
2.
3.
4.
5 ABC
BCA
XYZ
PQR
CBA
Singapura
Singapura
Singapura
Singapura
AustraliaWajib Pajak-Wajib Pajak Luar Negeri tersebut di atas tidak mempunyai suatu Badan Usaha Tetap (BUT) di Indonesia.
Jasa teknik yang dimanfaatkan, dilakukan di luar negeri.
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas Saudara mengajukan permohonan penegasan mengenai perlakuan perpajakan (Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai) atas jasa teknik yang diberikan oleh Wajib Pajak Luar Negeri tersebut.Perlakuan PPh
Berdasarkan ketentuan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 (UU PPh), antara lain diatur bahwa:1) Pasal 2 ayat (4) huruf b : Yang dimaksud dengan Subjek Pajak luar negeri adalah orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia;2) Pasal 26 ayat (1) huruf d : Atas penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan yang dibayarkan atau yang terutang oleh badan pemerintah, Subjek Pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia, dipotong pajak sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto oleh pihak yang wajib membayarkan.
Sesuai dengan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antara Indonesia dengan Singapura, antara lain diatur bahwa:1) Article 5 (2) i : The term "permanent establishment" shall include especially the furnishing of services, including consultancy services, by an enterprise through an employee or other person (other than an agent of an independent status within the meaning of paragraph 7) where the activities continue within a Contracting State for a period or periods aggregating more than 90 days within a twelve-month period;
2) Article 7 (1) : The profits of an enterprise of a Contracting State shall be taxable only in that State unless the enterprise carries on business in the other Contracting State through a permanent establishment situated therein. If the enterprise carries on business as aforesaid, the profits of the enterprise may be taxed in the other State but only so much of them as is attributable to that permanent establishment.
Sesuai dengan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antara Indonesia dengan Australia, antara lain diatur bahwa:1) Article 5 (2) j : The term "permanent establishment" includes especially the furnishing of services, including consultancy services, by an enterprise within one of the Contracting States through employees or other personnel enggaged by the enterprise for that purpose, if those services are furnished, for the same or a connected project, within that State for a period or periods aggregating more than 120 days within any 12 month period;
2) Article 7 (1) a : The profits of an enterprise of one of the Contracting States shall be taxable only in that State unless the enterprise carries on business in the other Contracting State through a permanent establishment situated in that other State. If the enterprise carries on business in that manner, the profits of the enterprise may be taxed in the other State but only so much of them as is attributable to that permanent establishment.
Sesuai dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-03/PJ.101/1996 tanggal 29 Maret 1996 tentang Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B), antara lain ditegaskan bahwa:1) Butir 2 huruf a : Wajib Pajak luar negeri (WPLN) wajib menyerahkan asli Surat Keterangan Domisili (SKD) kepada pihak yang membayarkan penghasilan dan menyampaikan fotokopi SKD tersebut kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat pihak yang membayarkan penghasilan terdaftar. SKD asli tersebut menjadi dasar bagi pihak yang membayarkan penghasilan untuk menerapkan PPh Pasal 26 sesuai ketentuan yang ditegaskan dalam P3B yang berlaku antara Indonesia dengan negara tempat kedudukan WPLN tersebut;
2) Butir 2 huruf b : SKD diterbitkan oleh Competent Authority atau wakilnya yang sah di negara mitra runding. Namun demikian, SKD yang dibuat oleh pejabat pada Kantor Pelayanan Pajak tempat WPLN yang bersangkutan terdaftar dapat diterima dan dipersamakan dengan SKD yang dibuat Competent Authority.
Perlakuan PPN
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000 antara lain mengatur sebagai berikut:1) Pasal 1 angka 5 : Jasa adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk pemesan;2) Pasal 1 angka 6 : Jasa Kena Pajak adalah jasa sebagaimana dimaksud dalam angka 5 yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang ini;
3) Pasal 1 angka 8, Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah Pabean adalah setiap kegiatan pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.4) Pasal 1 angka 19 : Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan Jasa Kena Pajak, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang-undang ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.
5) Pasal 3A ayat (3) : Orang pribadi atau badan yang memanfaatkan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf d dan atau yang memanfaatkan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf e wajib memungut, menyetor dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai yang terutang yang penghitungan dan tata caranya diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan.
6) Pasal 4 huruf e : Pajak Pertambahan Nilai dikenakan antara lain atas pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean. Di dalam memori penjelasan dinyatakan bahwa jasa yang berasal dari luar Daerah Pabean yang dimanfaatkan oleh siapapun di dalam Daerah Pabean dikenakan Pajak Pertambahan Nilai. Misalnya, Pengusaha Kena Pajak "C" di Surabaya memanfaatkan Jasa Kena Pajak dari Pengusaha "B" yang berkedudukan di Singapura, atas pemanfaatan Jasa Kena Pajak tersebut terutang Pajak Pertambahan Nilai.
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 568/KMK.04/2000 tentang Tata Cara Penghitungan, Pemungutan, Penyetoran, Dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai Atas Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud Dan Atau Jasa Kena Pajak Dari Luar Daerah Pabean mengatur sebagai berikut:1) Pasal 1 ayat (1) : Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dihitung dengan cara sebagai berikut:
– 10% x jumlah yang dibayarkan atau seharusnya dibayarkan kepada pihak yang menyerahkan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan atau Jasa Kena Pajak apabila dalam jumlah tersebut tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai; atau
– 10/110 x jumlah yang dibayarkan atau seharusnya dibayarkan kepada pihak yang menyerahkan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan atau Jasa Kena Pajak apabila dalam jumlah tersebut termasuk Pajak Pertambahan Nilai.
2) Pasal 1 ayat (2) : Dalam hal tidak diketemukan adanya kontrak atau perjanjian tertulis untuk pembayaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) atau meskipun diketemukan adanya kontrak atau perjanjian tertulis akan tetapi tidak dengan tegas dinyatakan bahwa dalam jumlah kontrak atau perjanjian sudah termasuk Pajak Pertambahan Nilai, maka Pajak Pertambahan Nilai yang terutang dihitung sebesar 10% (sepuluh persen) dikalikan dengan jumlah yang dibayarkan atau seharusnya dibayarkan kepada pihak yang menyerahkan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan atau Jasa Kena Pajak dari luar daerah Pabean.
3) Pasal 2 : Pajak Pertambahan Nilai yang terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 dipungut oleh orang pribadi atau badan yang memanfaatkan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean, pada saat dimulainya pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan atau Jasa kena Pajak dari luar Daerah Pabean tersebut.
4) Pasal 3 : Saat dimulainya pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dan atau jasa kena pajak dari luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 adalah saat yang diketahui terjadi lebih dahulu dari peristiwa-peristiwa di bawah ini:
– saat barang kena pajak tidak berwujud dan atau jasa kena pajak tersebut secara nyata digunakan oleh pihak yang memanfaatkannya;
– saat harga perolehan barang kena pajak tidak berwujud dan atau jasa kena pajak tersebut dinyatakan sebagai utang oleh pihak yang memanfaatkannya;– saat harga jual barang kena pajak tidak berwujud dan atau penggantian jasa kena pajak tersebut ditagih oleh pihak yang menyerahkannya; atau
– saat harga perolehan barang kena pajak tidak berwujud dan atau jasa kena pajak tersebut dibayar baik sebagian atau seluruhnya oleh pihak yang memanfaatkannya.
5) Pasal 4 ayat (1) : Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 harus disetorkan seluruhnya ke kas negara melalui Kantor Pos a
- Originaly posted by barca:
perusahaan A menerima jasa dari perusahaan luar negeri. jasa diberikan di luar negeri. nah, atas jasa ini kan terutang PPN luar negeri. apakah kita harus menyiapkan form DGT atas pembayaran ini??
mohon pencerahannya..sorry postingnya berantakan,,,
rekan barca bisa melihat penjelasannya di S-237/PJ.323/2005 - Originaly posted by ruthie:
Permasalahannya tahun 2009 setelah dilakukan audit, terdapat adjustment yang menyebabkan laba persh A berkurang banyak, sehingga terdapat kelebihan bayar PPN JLN dan PPh 26.
PPN JLN nya sudah dikreditkan sebagai pajak masukan gak??
Kalo atas jasa manajemen tersebut kita potong dengan PPh pasal 23 dg tarif 2% apa boleh?? dari pada pasal 26 yg tarifnya 20%
- Originaly posted by ruthie:
numpang nanya juga dong, mumpung topiknya PPN jasa luar negeri….
Suatu perusahaan (A) membayar biaya lisensi & jasa management ke LN dikenakan PPN jasa luar negeri. Pembayaran tersebut dihitung berdasarkan revenue & laba persh A.
Permasalahannya tahun 2009 setelah dilakukan audit, terdapat adjustment yang menyebabkan laba persh A berkurang banyak, sehingga terdapat kelebihan bayar PPN JLN dan PPh 26. Pertanyaan saya: apakah dimungkinkan restitusi/kompensasi dari kelebihan bayar tersebut dan bagaimana caranya?
Terima kasih atas bantuan rekan-2 ortaxtambah nanya lagi, karena adanya perubahan laba perusahaan, apakah anda telah melakukan pembetulan SPT badan?? yang tentunya akan menyebabkan lebih bayar??
Originaly posted by ktiong06:Kalo atas jasa manajemen tersebut kita potong dengan PPh pasal 23 dg tarif 2% apa boleh?? dari pada pasal 26 yg tarifnya 20%
tidak diperbolehkan…
bila pemberi jasanya adalah Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia, maka ini adalah obyek pph 26. berdasarkan UU PPh. rekan bayem,
untuk SPT Tahunan tidak ada pembetulan karena audit report selesai sebelum akhir April 2010. Hanya saja pembyrn manajemen fee dan pajak-pajak terkait dibayarkan pada bulan january, sehingga terdapat kelebihan pembayaran.Mo tanya, utk peraturan pajak 2010 yg terbaru kurs pajak yg digunakan saat penyetoran PPN berdasarkan tgl penyetoran PPN atau berdasarkan tgl invoice? mohon pencerahan nya. trims