Media Komunitas Perpajakan Indonesia › Forums › PPh Pemotongan/Pemungutan › PPh 4 (2)
bisa saja, cuma agak repot di administrasinya. pemotong harus menyetor, membuat SPT dan bukti potongnya selama 3 bulan berturut2.
Berarti pelaporannya sebaiknya dilaporkan per bulan saja ya… agar tiap bulannya ada bukti pelaporan (mis. sewa 3 bulan (Jan – Mar) dilaporkan/dibayarkan bln Januari, Februari dan Maret)….. apakah ada sanksinya ???
Jika dilaporkan langsung 3 bulan (mis. sewa 3 bulan (Jan – Mar) dilaporkan/dibayarkan di bulan Januari….. bagaimana untuk pelaporan / pembayaran bulan Februari dan Maret)….. apakah kemungkinan timbul pertanyaan dari KPP ???…. dikarenakan mereka tidak tahu bahwa sewanya per 3 bulan…
Bila pembayarannya dilakukan dimuka untuk 3 bulan, misalnya Jan-Mar 2008 dibayarkan seluruhnya di bulan Januari 2008, maka pemotongan PPh 4(2) dilakukan di bulan Januari dan wajib disetorkan oleh pemotong paling lambat tanggal 10 Pebruari 2008.
Tidak perlu dilakukan pemecahan per bulan karena pelaporan SPT Masa PPh 4(2) tidak mengenal "rutinitas" (ada/tidak ada obyek hrs lapor), seperti SPT Masa PPh Pasal 21.
Artinya, bila kondisinya seperti di atas, pelaporan SPT Masa PPh 4(2) hanya untuk Masa Januari 2008 saja.Bila dilakukan pemecahan per bulan, maka penyetoran dilakukan per bulan juga. Hal ini akan mengakibatkan keterlambatan penyetoran dan akan dikenakan sanksi bunga.
Tidak perlu khawatir dengan pertanyaan dari KPP.
menurut saya bisa saja dibayar per bulan tanpa dikenakan sanksi bunga. Teknisnya perusahaan minta bukti pembayaran (kwitansi) sewa dari pihak penyewa untuk masing2 bulan seolah-olah sewa bulanan. jadi kalo pun diperiksa (sangat jarang dilakukan, bahkan dicek pun tidak) ada bukti bahwa perusahaan menyewa secara bulanan. mohon koreksi..
kalau ternyata pemiliknya orang pribadi yg tidak memiliki NPWP dan pemiliknya tidak mau dipotong PPh, gimana ya ?
untuk PPh dia tidak mengenal apakah punya NPWP atau tidak. Tetap harus dilakukan pemotongan pajak. Untuk perusahaan sebagai pemotong, mau tidak mau perusahaan harus membayarkan pajaknya dengan cara gross up.
kalau perusahaan tidak ditunjuk sebagai pemotong PPh, kewajiban pajak ada pada si penyewa Orpri. jadi kewajiban membayar pajak terlepas dari tanggungan perusahaan.maksudnya gross up gimana mas wiguna ? Misal perusahaan sewa Rp 10 jt, maka berapa PPh 4 (2) yg harus disetor ? trus atas jmlh yg disetor itu apakah bs dibiayakan ?
Bisa tidak misalnya kita sewa rumah penduduk non NPWP di jadikan kantor selama 1 tahun dibyr penuh (Pihak OP) tidak mau dipotong PPh 4 (2) lalu digross up (perusahaan), tapi oleh perusahaan PPh 4 (2) dibayar perbulan selama kontrak selesai, apakah ada sanksi lalu bagaimana dengan sanksi?
gros-up = x / 0,90 kalo potonganya 10%
x adalah jumlah take home pay-nya10 jt / 0,90 = 11,111,111,-
jadi perusahaan membukukan biaya sewa sebesar tersebut. pajaknya disetorkan oleh perusahaan. mohon koreksinya..
Mungkin maksudnya perusahaan ingin membebankan biaya sewa sesuai masa manfaatnya ya.. menurut saya bisa tidak dikenakan sanksi pak, sepanjang ada bukti penerimaan pembayaran/kontrak sewa yang menyebutkan sew dibayarkan secara bulanan. walaupun pada kenyataannya perusahaan membayar penuh untuk 1 tahun. mohon koreksi
pemilik gedungnya badan ato OP, kalo OP PT. X menyetorkan sendiri pajak yg terutang