Media Komunitas Perpajakan Indonesia › Forums › Lain-lain › PP No. 23 Tahun 2018
- Originaly posted by abrahamchandra:
bukan.. maksudnya adalah jika anda perusahaan jasa yang kegiatan utamanya adalah memberikan jasa, biasanya kan dipotong PPh 23 tuh. dan karena anda perusahaan final yang membayar 0,5% karena omset tidak lebih dari 4,8M pertahun, maka pada saat pelaporan SPT Badan, bukti potong yang anda terima tidak terpakai, karena kalau terpakai akan jadi lebih bayar, oleh sebab itu bisa diajukan SKB (surat keterangan bebas PPh 23,22) jadi transaksi jasa yang anda lakukan tidak terutang PPh 23 lagi. bukan maksudnya tiap transaksi dipotong 0,5%, itu salah
Bukan rekan abraham, pembayaran pajak penghasilan 0.5% ini dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu disetor sendiri atau dipotong oleh pihak pemotong (pasal 8 dan baca juga bagian penjelasannya).
Untuk mekanisme pemotongan ini nanti kita lihat juklaknya seperti bagaimana. yang pasti ini akan menjadi pekerjaan tambahan bagi kita untuk memotong pph final 0.5%cmmiw
- Originaly posted by muday27:
Apakah kita harus mengajukan penurunan tarif dari 1% ke 0,5% ke KPP setempat atau langsung ?
langsung bayar. ada di FAQ
- Originaly posted by joekie:
Bukan rekan abraham, pembayaran pajak penghasilan 0.5% ini dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu disetor sendiri atau dipotong oleh pihak pemotong (pasal 8 dan baca juga bagian penjelasannya).
Untuk mekanisme pemotongan ini nanti kita lihat juklaknya seperti bagaimana. yang pasti ini akan menjadi pekerjaan tambahan bagi kita untuk memotong pph final 0.5%sejauh ini saya sependapat dengan rekan abraham, bisa minta link bagian penjelasan PP23/2018?
- Originaly posted by BEKAWE:
sejauh ini saya sependapat dengan rekan abraham, bisa minta link bagian penjelasan PP23/2018?
di ortax ada om,
Pasal 8
Contoh:
Tuan R memiliki usaha toko elektronik dan memenuhi ketentuan untuk dapat dikenakan Pajak Penghasilan final berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah ini. Pada bulan September 2019, Tuan R memperoleh penghasilan dari usaha penjualan alat elektronik dengan peredaran bruto sebesar Rp 80.000.000,00 (delapan puluh juta rupiah). Dari jumlah tersebut, penjualan dengan peredaran bruto sebesar Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) dilakukan pada tanggal 17 September 2019 kepada Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta yang merupakan Pemotong atau Pemungut Pajak, sisanya sebesar Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) diperoleh dari penjualan kepada pembeli orang pribadi yang langsung datang ke toko miliknya. Tuan R memiliki surat keterangan Wajib Pajak dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah ini.
Pajak Penghasilan yang bersifat final yang terutang untuk bulan September 2019 dihitung sebagai berikut:
a.Pajak Penghasilan yang bersifat final yang dipotong oleh Dinas Perhubungan DKI Jakarta:
= 0,5% x Rp 60.000.000,00
= Rp 300.000,00
b.Pajak Penghasilan yang bersifat final yang disetor sendiri:
= 0,5% x Rp 20.000.000,00
= Rp 100.000,00thanks
tapi ada pilihan "atau" kan ya?
berati pilihan? semisal pemotong/pemungut tidak tau, bisa bisa aja tetep disetor sendiri kan ya?- Originaly posted by BEKAWE:
tapi ada pilihan "atau" kan ya?
baca pasal 8 ayat 3 nya..
(3) Pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b wajib dilakukan oleh Pemotong atau Pemungut Pajak untuk setiap transaksi dengan Wajib Pajak yang dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
Disana dituliskan wajib dilakukan oleh pemotong atau pemungut pajak.Originaly posted by BEKAWE:berati pilihan? semisal pemotong/pemungut tidak tau, bisa bisa aja tetep disetor sendiri kan ya?
Ini bisa jadi celah pas pemeriksaan, kita tidak memotong tapi dia ada surat keterangan. pemeriksa bisa memakai argumen ini untuk mengenakan kita pph yang belum dibayar. makanya saya kurang setuju dengan aturan di pasal 8, seharusnya mekanisme penyetorannya cukup hnya dengan setor sendiri..
cmiiw
- Originaly posted by joekie:
Pajak Penghasilan yang bersifat final yang terutang untuk bulan September 2019 dihitung sebagai berikut:
a.Pajak Penghasilan yang bersifat final yang dipotong oleh Dinas Perhubungan DKI Jakarta:
= 0,5% x Rp 60.000.000,00
= Rp 300.000,00
b.Pajak Penghasilan yang bersifat final yang disetor sendiri:
= 0,5% x Rp 20.000.000,00
= Rp 100.000,00duh kalao kayak gini nambah susah lawan transaksinya dong.. terus ada lagi perubahan espt nya.. ada bukti potong PPh final 0,5% dong??
wah kayak gitu brengsek juga ya fiskus.. klo pph 0,5% dipotong pihak lain dan misalnya gak ke collect bukpotnya, maka bisa terjadi kurang bayar sama si WP nya itu sendiri, karena pendapatan dan bukti potongnya gak match angkanya.. mungkin DJP melihat celah bahwa org indonesia ga mw repot, jadi biasanya kalau bs dipotong pihak lain, mereka akan suruh pihak lain potong, yang penting gue gak ribet (menurut WP), daripada bayar sendiri dan ribet. soalnya kalau dipotong pihak lain, apalagi transaksinya banyak, bukti potong gak mungkin 100% ke collect semua
- Originaly posted by abrahamchandra:
duh kalao kayak gini nambah susah lawan transaksinya dong.. terus ada lagi perubahan espt nya.. ada bukti potong PPh final 0,5% dong??
secara sistem sih seperti itu, melihat undang undang yang semakin melilit
kalo sudah pake SKB yang PP 46 apa harus buat permohonan yg baru ya untuk tarif PP 23 ini?
- Originaly posted by ali_sadikin79:
kapan mulai berlaku.. apakah u. masa pajak juli?apakah sudah ada juklak dari dirjen pajak
masa pajak juli 2018 rekan
Dear Rekan,Pada PP 23 tahun 2018, pasal 3 ayat 3 tidak di perjelas secara rinci di penjelasannya.maksud dari wajib menyampaikan pemberitahuan ke DJP maksudnya pemberitahuan apa yah ?, terima kasih sebelumnya
Dear Rekan, mau tanya lagi, jika PT baru berdiri Oktober 2017,omset tahun 2018 masuk kriteria dibawah 4,8M, pada awal tahun 2018 mengacu pada 107/PMK.011/th 2013, menggunakan angsuran PPh 25, dengan adanya PP 23 tahun 2013 ini bagaimana dengan angsuran pph pasal 25 nya yang sudah disetor dari masa Jan 18 – Jun 18, apakah sudah ada mekanisme pindah bukunya ?,
Dengan berlakunya PP 23 tahun 2018 ini, saya dengar PP 46 tahun 2013 dicabut, dan apakah secara tidak langsung berkaitan juga dengan 107/PMK.011/th 2013 ?
Terima kasih sebelumnya
setahu saya sih utk OP bisa langsung sih.. kecuali PT atau CV, harus di lihat tahun pajak dalam jangka 1 tahun.
SURAT EDARAN
NOMOR SE-32/PJ/2014 kalo gak salah dasar hukumnya ini.1. surat keterangan dibuat kalau wp yg menggunakan peraturan ini tidak ingin dipungut oleh pihak pemungut pajak jadi tidak 2 kali dikenakan pajak. contoh jika kita menjual brg ke bendaharawan negara maka akan dikenakan pph pasal 22 sebesar 1,5% jika kita mengajukan surat keterangan menggunakan pp ini maka hanya akan dipotong 0,5% tidak dikenakan pph pasal 22 kembali
2.ada beberapa pihak yang ditunjuk untuk memotong pph sesuai peraturan menkeu
3.jadi jika transaksi dgn pihak pemtong maka pph terutangnya dibayarkan oleh pihak pemotong kita tidak perlu memotongnya kembali, dipotong 0,5% jika kita memiliki surat keterangan jika tidak dipotong sesuai dengan peraturan yg ada