Media Komunitas Perpajakan Indonesia › Forums › PPN dan PPnBM › pmk 78
lampirannya :
Contoh 2 :1) Pengusaha Kena Pajak B adalah perusahaan yang bergerak di bidang industri pembuatan sepatu.
2) Pada bulan Januari 2011 membeli generator listrik dengan nilai perolehan sebesar Rp 100.000.000,00 dan Pajak Pertambahan Nilai Rp 10.000.000,00.
3) Generator listrik tersebut dimaksudkan untuk digunakan seluruhnya untuk kegiatan pabrik.
4) Maka Pajak Masukan atas perolehan generator listrik yang dapat dikreditkan pada Masa Pajak Januari 2011 adalah Rp 10.000.000,00.
5) Selama tahun 2011 ternyata generator listrik tersebut digunakan : a. untuk bulan Januari sampai dengan Juni 2011 : i. 10% untuk perumahan karyawan dan direksi;
ii. 90% untuk kegiatan pabrik, danb. untuk bulan Juli sampai dengan Desember 2011 : i. 20% untuk perumahan karyawan dan direksi;
ii. 80% untuk kegiatan pabrik.Berdasarkan data tersebut di atas, rata-rata penggunaan generator listrik untuk kegiatan pabrik adalah : 90% + 80%
————— = 85%
2 |
|______________________________________________
|
|6) Masa manfaat generator listrik tersebut sebenarnya adalah 5 (lima) tahun, tetapi untuk penghitungan kembali Pajak Masukan ini masa manfaat generator listrik tersebut ditetapkan 4 (empat) tahun.
7) Penghitungan kembali Pajak Masukan yang dapat dikreditkan untuk tahun buku 2011 yang dilakukan pada Masa Pajak Februari 2012 adalah sebagai berikut :Rp 10.000.000,00
85% x ———————- = Rp 2.125.000,00
4
8) Pajak Masukan atas perolehan generator listrik yang telah dikreditkan untuk tiap tahun buku sesuai masa manfaat generator listrik tersebut adalah :Rp 10.000.000,00
———————– = Rp 2.500.000,00
4
9) Jadi Pajak Masukan yang harus diperhitungkan kembali (mengurangi Pajak Masukan untuk Masa Pajak Februari 2012) adalah sebesar :Rp 2.500.000,00 – Rp 2.125.000,00 = Rp 375.000,00
10) Penghitungan kembali Pajak Masukan seperti perhitungan di atas dilakukan sampai dengan masa manfaat generator listrik berakhir.pertanyaan :
mengapa pm yang 10 jt itu tidak dikalikan dulu dengan persentase perkiraan pemakaian yang terhutang pajak sebagaimana contoh kesatu dan ketiga ? tqtambah pertanyaan kedua :
apakah boleh masukkan ke spt : dpp beda dgn ppn ?
cth :
dpp : 100 jt
pm kan = 10 jt
yg harus dilaporkan ke spt pajak masukan itu (70% terhutang perkiraan sementara) = 7 jt (yang dimasukan ke spt sbs 7 jt bukan 10 jt…berdasarkan cara pmk 78/2010 cth 1 dan 3 lampiran)….tq- Originaly posted by kurnia:
mengapa pm yang 10 jt itu tidak dikalikan dulu dengan persentase perkiraan pemakaian yang terhutang pajak sebagaimana contoh kesatu dan ketiga ? tq
pada conto1 dan ketiga, truk yang dibeli tidak sepenuhnya digunakan untuk kegiatan yang pajak masukannya boleh dikreditkan.
contoh 1 misalnya mengatakan bahwa truk digunakan 70% menghasilkan rumah yang atas penyerahannya terutang Pajak Pertambahan Nilai dan 30% rumah sederhana yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.atas dasar itu, diasumsikan bahwa pajak masukan yang boleh dikreditkan hanyalah untuk penyerahan yang terutang PPN, yaitu 70%.
Sementara, pada contoh 2, generator dimaksudkan untuk penyerahan yang seluruhnya terutang PPN. Makanya, seluruh pajak masukan yang dibayar diasumsikan dapat di kreditkan.
Originaly posted by kurnia:tambah pertanyaan kedua :
apakah boleh masukkan ke spt : dpp beda dgn ppn ?
cth :
dpp : 100 jt
pm kan = 10 jt
yg harus dilaporkan ke spt pajak masukan itu (70% terhutang perkiraan sementara) = 7 jt (yang dimasukan ke spt sbs 7 jt bukan 10 jt…berdasarkan cara pmk 78/2010 cth 1 dan 3 lampiran)….tqOriginaly posted by kurnia:tambah pertanyaan kedua :
apakah boleh masukkan ke spt : dpp beda dgn ppn ?
cth :
dpp : 100 jt
pm kan = 10 jt
yg harus dilaporkan ke spt pajak masukan itu (70% terhutang perkiraan sementara) = 7 jt (yang dimasukan ke spt sbs 7 jt bukan 10 jt…berdasarkan cara pmk 78/2010 cth 1 dan 3 lampiran)….tqPajak masukan yang dapat dikreditkan sifatnya lebih fleksibel.
Maksudnya, pajak masukan yang boleh dikreditkan tapi tidak dikreditkan oleh PKP, malah dimasukkan sebagai biaya oleh PKP ke dalam laporan laba ruginya saja tidak dilarang.
Apa lagi dengan jelas PMK 78 mengisyaratkan bahwa hanya sekian % dari pajak masukan yang dibayar yang boleh dikreditkan, tentu saja tidak akan bermasalah.Salam
tq rekan atas penjelasannya….