Media Komunitas Perpajakan Indonesia › Forums › PPh Pemotongan/Pemungutan › perusahaan pengelola gedung
perusahaan pengelola gedung
rekan poerba, bukti transaksi yang diterima oleh penyewa berbunyi seperti apa?
Apakah berbunyi untuk pembayaran pengelolaan gedung atau pembayaran service charge seperti listrik, keamanan dan kebersihan?
Bila berbunyi biaya pengelolaan gedung, adalah wajar dikenakan PPh Pasal 23 dengan kategori jasa manajemen.
Tapi bila dalam bukti transaksi berbunyi service charge, akan bermasalah nantinya bila penyewa memotongnya sebagai objek PPh Pasal 23, bukan PPh Pasal 4 Ayat (2) pada saat penyewa diperiksa.Salam
Mohon masukannya rekan rekan ortax..,
Apabila kita menyewa gedung 1thn (sewa + service charge) dalam satu tagihan dipotong PPh final Ps. 4(2) adalah benar. Kalo service charge berupa listrik, phone, keamanan ditagih bulanan apakah masuk PPh pd.4(2) ato pph 23?? ato service charge diluar listrik dan telpon.??Contoh service charge menurut saya seperti kamera cctv,lift yg melekat pada gedung tsb diluar listrik, air dan telphone.. benar gak ya..?
salam
- Originaly posted by hanif:
rekan poerba, bukti transaksi yang diterima oleh penyewa berbunyi seperti apa?
Bukti transaksinya, ada kata service charge
Terus dibawahnya maintenance fee ( biaya pengelolaan )…
Semua yg rekan hanif sebutkan diatas ada semua di kwitansinya. Hehehe.. - Originaly posted by POERBA:
Bukti transaksinya, ada kata service charge
Terus dibawahnya maintenance fee ( biaya pengelolaan )…
Semua yg rekan hanif sebutkan diatas ada semua di kwitansinya. Hehehe.he he he ketauan…
harusnya untuk service charge dikenakan PPh Pasal 4 ayat (2).
Sedangkan untuk fee pengelola, okelah akan dikenakan PPh Pasal 23Salam
- Originaly posted by hanif:
harusnya untuk service charge dikenakan PPh Pasal 4 ayat (2).
Sedangkan untuk fee pengelola, okelah akan dikenakan PPh Pasal 23Tapi nilai tagihannya dijadikan satu rekan hanif…
Asas hukum pajak :
1. Asas hukum pajak Lex Special derogate Lex Generale yg artinya ketentuan hukum yg lebih special (mengatur khusus) lebih dipegang/dipakai/digunakan dibanding hukum/peraturan/ketentuan yg berlaku umum.
2. Asas hukum Lex Superior derogate lex Inferior Peraturan/Hukum yg lebih tinggi mengalahkan/lebih digunakan drpada Hukum2 yg berada di bawahnyaNah untuk point yg pertama, tentunya pihak pengelola sudah benar/kuat mengatakan ats tagihan service charge/maintenance fee dipotong pph 23 2% karena ada surat dirjen pajak yg mengatur khusus mengenai kasus ini.. KEP 227 jg harus tunduk atas surat dirjen pajak ini…
Tetapi, kalau saya melihat kontraknya dimana hanya disebutkan perjanjian sewa antara PT. X ( Pemilik ) dan PT. Z ( Penyewa ) dan didalam kontrak tersebut dijelaskan secara rinci nilai sewa, service charge, dll. Dan jg tidak disebutkan nama pihak pengelola sebagai pihak yg menagih service charge nya, maka sesuai dengan asas yg point ke 2, KEP 227 lah yg lebih kuat yg artinya Surat dirjen pajak tersebut tidak berlaku…
Jadi kesimpulannya, atas service charge/maintenance fee (biaya pengelolaan) tetap dipotong pph pasal 4(2) sebesar 10%…
Mohon masukan dari rekan2x atas analisa saya ini terutama mengenai kedua asas hukum pajak tersebut..
Thx b4.. rekan poerba, asas lex specialist dalam hal ini kayaknya nggak cocok diterapkan, sebab, isinya bertentangan dengan aturan umum.
bila nilai tagihan dalam satu paket yang jadi masalah SE 53 bisa menjadi rujukan.
Yang jadi masalah dalam hal ini adalah dasar yang digunakan oleh Surat Dirjen Pajak tersebut yang menurut saya tidak benar. Seharusnya, sesuai dengan KEP 227, atas semua tagihan tersebut harus dikenakan PPh Pasal 4 Ayat (2). sebab, biaya-biaya yang ditagihkan tersebut (termsuk biaya pengelola gedung) dapat dikategorikan sebagai service charge. dan didalam KEP tersebut jelas2 dikatakan bahwa baik tagihannya disatukan atau dipisahkan dengan tagihan sewa.
Jadi sudah sharusnya, atas service charge dikenakan PPh Pasal 4 Ayat (2).Solusinya sekarang bagi penyewa, karena sudah ada Surat Dirjen Pajak tersebut, ikuti saja. Sebab, bagaimanapun itu adalah jawaban formal atas kasus yang dihadapi dan juga pengelola gedung pasti tidak akan terima bila dihitung berdasarkan PPh Pasal 4 Ayat (2).
Andaikata dibelakang hari nantinya penyewa dipersalahkan dalam melakukan pemotongan, lampirkan saja surat dirjen pajak tersebut sebagai rujukan.Salam
Sory rekan hanif, saya baru respon topik ini lagi..
Ini saya posting isi surat No. S-265/Pj.032/2009, mohon pendapat dari rekan2x sekalian.Sehubungan dengan surat Saudara Nomor THR-1613 tanggal 27 Oktober 2008 perihal Tanggapan atas Surat Penegasan No. : S-564/PJ.032/2008 tanggal 15 Juli 2008 dengan ini disampaikan hal – hal sebagai berikut :
1.Dalam surat tersebut Saudara memberikan tanggapan atas Surat Dirjen Pajak Nomor S-564/PJ.032/2008 tanggal 15 Juli 2008 tentang pemotongan pajak penghasilan atas jasa pengelolaan gedung dengan tambahan penjelasan sebagai berikut :
a.PT. X, PT. Y, dan PT. Z ( selanjutnya disebut sebagai “ Perusahaan Jasa Pengelolaan Gedung†) adalah perusahaan yang bergerak dibidang jasa pengelolaan gedung;
b.Perusahaan Jasa Pengelolaan Gedung bukan merupakan pemilik bangunan yang sedang dikelolanya, sehingga Perusahaan Pengelola Gedung tidak melakukan kegiatan sewa menyewa gedung
c.Perusahaan Jasa Pengelola Gedung memiliki perjanjian jasa pengelolaan gedung untuk melakukan Jasa Manajemen atas pengelolaan gedung dengan pemilik gedung;
d.Berdasarkan Pasal 23 ayat (1) huruf c dan pasal 28 ayat (1) huruf c UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Direktur Jendral Pajak No. Per 70-70/PJ/2007 tanggal 9 april 2007 tentang jenis jasa lain dan perkiraan penghasilan netto sebagaimana dimaksud dalam pasal 23 ayat (1) huruf c, Saudara berpendapat sebagai berikut :
a.apabila pemilik gedung atau pihak – pihak yang memiliki hak untuk menggunakan / menguasai suatu gedung ( harta tak gerak ) melakukan kegiatan sewa – menyewa dan selain itu juga melakukan penyerahan jasa pengelolaan gedung maka Saudara setuju bahwa atas pembayaran uang sewa dan jasa pengelolaan gedung yang terutang Pph final dengan tarif sebesar 10%. Sedangkan apabila Perusahaan Jasa Pengelola Gedung hanya melakukan jasa pengelolaan gedung dan tidak menerima imbalan apapun sehubungan dengan persewaan ruangan gedung maka atas penghasilan dari penyerahan jasa manajemen atas pengelolaan gedung tersebut tidak terutang Pph final, akan tetapi penghasilan tersebut seharusnya terutang pph dengan tarif bedasarkan Pasal 17 UU Pph dan harus dilaporkan dalam SPT tahunan Pph badan. Selain itu pihak pengguna jasa manajemen atas pengelolaan gedung harus memotong Pph pasal 23 dengan tarif sebesar 4,5% atas jasa pembayaran pengelolaan gedung tersebut kepada perusahaan Jasa Pengelola Gedung.
b.Bedasarkan penjelasan diatas, Saudara meminta penegasan lebih lanjut apakah pendapat saudara tersebut telah sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku.Ketentuan terkait :
a.UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang – Undang No. 36 Tahun 2008, antara lain mengatur :
1)Pasal 4 ayat (2) huruf e, penghasilan dari transaksi pengalihan harta berapa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan dapat dikenai pajak bersifat final yang diatur dengan atau bedasarkan Peraturan Pemerintah;
2)Pasal 23 ayat (1) huruf c angka 2, atas imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, BUT, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada wajib pajak dalam negeri atau BUT, dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan sebesar 2% (dua persen) dari jumlah bruto.
b.Peraturan Pemerintah No. 29 tahun 1996 tentang pembayaran pajak atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan sebagaimana telah diubah dengan peraturan pemerintah No. 5 tahun 2002, antara lain mengatur :
1)Pasal 1, atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari persewaan tanah dan/ atau bangunan berupa tanah, rumah, rumah susun, apartemen, kondominium, gedung perkantoran, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang dan industri, wajib dibayar pajak penghasilan;
2)Pasal 2 ayat (1), atas penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 yang diterima atau diperoleh dari penyewa yang bertindak atau ditunjuk sebagai pemotong pajak, wajib dipotong pajak penghasilan oleh penyewa;
3)Pasal 2 (1), dalam hal penyewa bukan sebagai pemotong pajak maka pajak penghasilan yang terutang wajib dibayar sendiri oleh orang pribadi ataub adan yang menerima atau memperoleh penghasilan;
4)Pasal 3, besarnya pajak penghasilan yang wajib dipotong atau dibayar sendiri sebagaiman dimaksud dalam pasal 2 adalah 10% ( sepuluh persen ) dari jumlah bruto nilai persewaan tanah dan/atau bangunan dan bersifat final.
c.Pasal 2 ayat (2) KMK No : 394/KMK.04/1996 tentang pelaksanaan pembayaran dan pemotongan pajak penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan sebagaimana telah diubah dengan KMK No. 120/KMK.03/2002, yang dimaksud dengan jumlah bruto nilai persewaan adalah semua jumlah yang dibayarkan atau terutang oleh penyewa dengan nama dan dalam bentuk apapun yang berkaitan dengan tanah dan/atau bangunan yang disewa termasuk biaya perawatan, biaya pemeliharaan, biaya keamanan, biaya fasilitas lainnya dan “service charge†baik yang perjanjiannya dibuat secara terpisah maupun yang disatukan.d.Peraturan Dirjen pajak Nomor : PER-70/PJ/2007 tentang jenis jasa lain dan perkiraan penghasilan Neto sebagaimana dimaksud dalam pasal 23 ayat (1) huruf c UU No. 7 tahun 1983 tentang pajak penghasilan
1)Pasal 1 ayat (1), atas penghasilan sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta serta imbalan jasa yang dibayarkan oleh badan pemerintah, subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, BUT, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada wajib pajak dalam negeri atau BUT tetap dipotong pajak penghasilan sebesar 15% ( lima belas persen ) dari perkiraan penghasilan neto oleh pihak yang wajib membayar;
2)Pasal 1 ayat (2), imbalan jasa yang atas pembayarannya dipotong pajak penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah imbalan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultasi, dan jasa-jasa sebagaimana tercantum dalam lampiran peraturan direktur jenderal pajak ini, kecuali jasa yang telah dipotong pajak penghasilan pasal 21;
3)pasal 4, besarnya perkiraan penghasilan neto atas imbalan jasa sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 ayat (2) adalah sebagaimana tercantum dalam lampiran II peraturan direktur jenderal pajak ini.
4)Lampiran II angka 1, Perkiraan penghasilan neto untuk jenis jasa teknik, jasa manajemen, jasa konsultasi kecuali konsultasi konstruksi adalah 30% dari jumlah imblan jasa tidak termasuk PPN
5)Lampiran III angka 3, Jasa manajemen adalah pemberian jasa dengan ikut serta secara langsung dalam pelaksanaan manajemen dengan mendapat balas jasa berupa imbalan manajemen (“management fee').3.Berdasarkan ketentuan diatas, dengan ini disampaikan bahwa sepenjang perusahaan jasa pengelola gedung bukan merupakan pemilik gedung maka atas penghasilan yang diterima atau diperoleh berupa imbalan dari jasa pengelolaan gedung termasuk dalam pengertian jasa manajemen yang wajib dipotong Pph pasal 23 oleh pihak yang wajib membayarkan sebesar :
a.15% dikali 30% dari jumlah imbalan jasa tidak termasuk PPN sebagaimana dimaksud dalam butir 2 huruf d angka 1) dan 4), yang berlaku sampai dengan 31 desember 2008; dan
b.2% dari jumlah bruto sebagaimana dimaksud dalam butir 2 huruf a angka 2), yang berlaku sejak 1 januari 2009.Thx b4..
SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR SE – 14/PJ.53/2003TENTANG
DASAR PENGENAAN PAJAK
ATAS SERVICE CHARGE DALAM RANGKA KEGIATAN JASA PERSEWAAN RUANGANDIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Sehubungan dengan banyaknya pertanyaan mengenai Dasar Pengenaan Pajak atas service charge dalam rangka kegiatan persewaan ruangan yang menunjuk pada Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-13/PJ.32/1989 tanggal 25 Agustus 1989 hal PPN Atas Jasa Persewaan Ruangan, dengan ini diberitahukan hal-hal sebagai berikut :
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-13/PJ.32/1989 mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1988 dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 301/KMK.04/1989 yang merupakan pelaksanaan lebih lanjut dari Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.
Undang-undang Nomor 11 Tahun 1994 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, antara lain mengatur:
Pasal 1 huruf n menyatakan bahwa Dasar Pengenaan Pajak adalah jumlah Harga Jual atau Penggantian, atau Nilai Impor atau Nilai Ekspor atau Nilai Lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang.
Pasal 1 huruf o menyatakan bahwa penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan Jasa Kena Pajak, tidak termasuk pajak yang dipungut menurut Undang-undang ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.
Pasal 18 ayat (1) huruf b menyatakan bahwa dengan berlakunya Undang-undang ini, selama peraturan pelaksanaan Undang-undang ini yang belum dicabut dan diganti, dinyatakan masih berlaku.Keputusan Menteri Keuangan Nomor 642/KMK.04/1994 tentang Nilai Lain Sebagai Dasar Pengenaan Pajak sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 292/KMK.04/1996, antara lain mengatur :
Pasal 2 menetapkan Nilai Lain untuk beberapa penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak, namun untuk service charge dalam rangka kegiatan persewaan ruangan tidak ditetapkan adanya Dasar Pengenaan Pajak berupa Nilai Lain.
Pasal 6 menyatakan bahwa dengan berlakunya Keputusan Menteri Keuangan tersebut, ketentuan-ketentuan lain yang bertentangan dengan Keputusan tersebut dinyatakan tidak berlaku.Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, antara lain mengatur :
Pasal 1 angka 17 menyatakan bahwa Dasar Pengenaan Pajak adalah jumlah Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor, atau Nilai Lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang.
Pasal 1 angka 19 menyatakan bahwa penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan Jasa Kena Pajak, tidak termasuk pajak yang dipungut menurut Undang-undang ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.
Pasal 18 ayat (1) huruf b menyatakan bahwa dengan berlakunya Undang-undang ini, selama peraturan pelaksanaan Undang-undang ini belum dikeluarkan, maka peraturan pelaksanaan yang tidak bertentangan dengan Undang-undang ini yang belum dicabut dan diganti dinyatakan masih berlaku.Keputusan Menteri Keuangan Nomor 567/KMK.04/2000 tentang Nilai Lain Sebagai Dasar Pengenaan Pajak sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 251/KMK.03/2002, antara lain mengatur :
Pasal 2 menetapkan Nilai Lain untuk beberapa penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak, namun untuk service charge dalam rangka kegiatan persewaan ruangan tidak ditetapkan adanya Dasar Pengenaan Pajak berupa Nilai Lain.
Pasal 6 menyatakan bahwa pada saat Keputusan Menteri Keuangan tersebut mulai berlaku, Keputusan Menteri Keuangan Nomor 642/KMK.04/1994 tentang Nilai Lain Sebagai Dasar Pengenaan Pajak sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 292/KMK.04/1996 dinyatakan tidak berlaku.Sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas, dengan ini ditegaskan bahwa terhitung sejak diterbitkannya Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini:
Dasar Pengenaan Pajak atas service charge dalam rangka kegiatan persewaan ruangan adalah penggantian, yakni sebesar nilai tagihan service charge yang diminta atau seharusnya diminta oleh pemberi jasa.
Penegasan-penegasan yang telah diterbitkan yang masih mengacu pada Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-13/PJ.32/1989, dengan ini dinyatakan tidak berlaku.Demikian untuk diketahui dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, serta disebarluaskan dalam wilayah kerja masing-masing.
DIREKTUR JENDERAL,
ttd
HADI POERNOMO
surat No. S-265/Pj.032/2009<<
Apakah bisa saya menanggapi isi surat ini? Atau diantara rekan2x, adakah yg pernah menanggapi isi dari surat yg dikeluarkan dirjen pajak? share pengalamannya please..
Thx