Media Komunitas Perpajakan Indonesia › Forums › PPN dan PPnBM › PER-24/PJ/2012
- Originaly posted by burai:
Konfirmasi murupakan SALAH SATU teknik pengujian dalam pemeriksaan, jadi apapun jawabannya hanya sebagai PERTIMBANGAN bagi si pemeriksa pajak..
Originaly posted by leibe:elama dapat menunjukkan bukti bahwa PPN telah dibayar, seharusnya tidak dikoreksi.
Benar, mungkin bukti yang dimaksud adalah :
– Bukti pembayaran/pelunasan dan
– Bukti penerimaan barang/jasa
Sehingga tidak termasuk dalam kategori Faktur Pajak Fiktif - Originaly posted by salasa:
ane dapet himbauan pembetulan karena supplier tidak bayar,,
suppllier sudah tutup ,,
sy sudah kirim jawaban serta copy bukti transfer tetap aja di suruh pembetulan,,,
dengan alasan di KPP supplier terdaftar sudah tidak di temukan dan masuk kategori FP tidak sahharus bagaimana yah menyikapinya,,
salam
lihat contoh kasusnya di pengadilan pajak
- Originaly posted by burai:
sy sudah kirim jawaban serta copy bukti transfer tetap aja di suruh pembetulan,,,
dengan alasan di KPP supplier terdaftar sudah tidak di temukan dan masuk kategori FP tidak sahharus bagaimana yah menyikapinya,,
Mungkin bisa ditambah satu bukti lagi yaitu bukti penerimaan barang/jasa .
Faktur Pajak tidak sah adalah Faktur Pajak yang dibuat tidak sesuai dengan apa yang diatur dalam Pasal 13 UU PPN dan / dibuat tidak berdasarkan transasksi yang sebenarnya.
Tq semoga bisa membantu sepertinya komentar rekan-rekan sekalian boleh saya simpulkan bahwa sepanjang kita dapat membuktikan bahwa faktur pajak masukan itu tidak fiktif atau dengan kata lain dapat dibuktikan dengan melampirkan dokumen pendukung seperti bukti pengiriman uang (pelunasan), bukti penerimaan barang kita tidak perlu takut dikoreksi dan dapat dikreditkan. Yang menjadi masalah apakah pemeriksa mau mengakuinya atau tidak, meskipun dengan ajimat PP no.1 tahun 2012 tentang tanggung jawab renteng.
Kembali pada kita apakah kita mau menerima hasil koreksi tersebut atau mengajukan keberatan atas hasil koreksi. (dengan catatan nilai ppn dikoreksi dalam jumlah besar, apabila kecil apakah masih mau diajukan keberatan? dimana akan memakan waktu dan membuang tenaga).Masalah perpajakan apalagi PPN yang persentasenya paling tinggi yakni 10% dan akhirnya dibebankan kepada konsumen akhir dimanfaatkan oleh beberapa oknum yang tidak bertanggung jawab sepertinya tidak akan ada habisnya apabila tidak didukung oleh sistem yang baik, dan saya menilai PER-24/PJ/2012 ini malah menjadi dilema dan tidak mempermudah Pembeli untuk meningkatkan rasa aman mengkreditkan pajak masukan tersebut, sebab nomor seri FP yang diberikan itu menjadi sesuatu yang sifatnya rahasia dimana Penjual berhak untuk tidak memberikannya kepada Pembeli.