Media Komunitas Perpajakan Indonesia › Forums › PPh Badan › Penyisihan kerugian
Dalam peraturan pajak, Bank diperkenankan membentuk penyisihan kerugian. namun dalam peraturan tersebut yang boleh diperkenankan hanya penyisihan kerugian untuk pinjaman yang diberikan. sedangkan pada Peraturan Bank Indonesia, perbankan diwajibkan membentuk penyisihan kerugian pada aktiva produktif, baik itu pinjaman, penempatan dll. Dalam perhitungan dalam koreksi fiskal, apakah pembentukan penyisihan kerugian selain pinjaman dapat diperkenankan/dibiayakan secara fiskal?
mohon pencerahan rekan2 OrtaxKalo di UU PPh pasal 6 ayat (1) huruf d.
"kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam perusahaan ataau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan"
dan huruf e untuk kurs,
kira2x berlaku untuk kasus Pak wiguna nggak??..
(berat euy study kasusnya pak wiguna:D)Dalam peraturan pajak, pencadangan / penyisihan kerugian hanya diperbolehkan untuk piutang ( pinjaman ) yang dilakukan oleh bank dan lembaga keuangan lain ( leasing, asuransi ). Di luar pos itu tidak diperbolehkan melakukan pencadangan. Sedangkan piutang yang dilakukan di luar bank dan LK, juga tidak dapat dibebankan
permasalahannya adalah pinjaman bukanlah satu2nya sumber pokok pendapatan suatu bank. Mereka ada melakukan pendapatan dari penempatan surat berharga, penyertaan, penempatan antar bank, dll yang semua itu mengandung risiko seperti halnya pinjaman. Kemudian adanya pembentukan pencadangan kerugian ini bukanlah kehendak bank, tapi diwajibkan oleh pemerintah (dalam hal ini Bank Indonesia).
Penyisihan Kerugian yang dimaksud apakah sama dengan Pembentukan atau pemupukan dana cadangan? Kalau ya, Pembentukan atau pemukuan dana cadangan pada prinsipnya tidak dapat dibebankan sebagai biaya dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak (PPhKP). Namun untuk jenis2 usaha ttt yang secara ekonomis memang diperlukan adanya cadangan untuk menutup beban atau kerugian yang akan terjadi dikemudian hari, yang terbatas pada piutang tak tertagih untuk udaha bank dan sewa guna usaha dengan hak opsi, dan cadangan untuk usaha asuransi, dan cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan, maka perusahaan ybs dapat melakukan pembentukan dana cadangan yang ketentuan syaratnya ditetapkan oleh MenKeu (KMK-204/KMK.04/2000)
Jadi menurut pendapat saya untuk jenis usaha bank hanya pembentukan dana cadangan dari Piutang Tak Tertagih saja yang dapat dibebankan sebagai biaya dalam menghitung besarnya PPhKP, diluar dari pada itu harus dilakukan koreksi fiskal.
Pendapat lain dipersilahkan.
Jabat erat,
jotaxberdasarkan pmk 81 2009 dan peraturan BI tentang aktiva produktif :
1. pembentukan dana cadangan dari penempatan antar bank harus dikoreksi karena di pmk 81 hanya boleh dari kredit yang diberikan .
2. pembetukan dana cadngan dari kredit yang diberikan dapat diakui sebagai biaya , apabila kerugian dari piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih sudah dikurangkan dengan pembentukan dana cadangan dari kredit yang diberikan. selisihnya baru bisa diakui sebagai biaya atau penghasilan.
3. untuk penghapuasn piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih agar bisa diakui sebagai biaya harus memenuhi persyratan sesuai dengan PMK 57 perubahan dari 105.