Media Komunitas Perpajakan Indonesia › Forums › PPN dan PPnBM › Penyerahan Barang di luar daerah Pabean (Topik Menarik)
Penyerahan Barang di luar daerah Pabean (Topik Menarik)
Rekan2 Ortax,
Harap bantuannya disertai dasar-dasar kuat yang mendukung atas kasus berikut.PT. A adalah end user (perusahaan local Indonesia).
PT. B adalah contractor (perusahaan local Indonesia).
PT. C adalah supplier (perusahaan local Indonesia).PT. B sebagai kontraktor membeli dan memesan barang kepada PT. C. katakanlah barang X.
Barang X tersebut diproduksi di LN, katakanlah di France.
PT. B memesan barang X tersebut kepada PT. C dengan terms FOB France, maka PT. C memesan barang ke principalnya dengan terms yang sama yaitu FOB France.
Dalam hal ini PT. C sebagai supplier diwakili oleh Principal untuk menyerahkan barang X tersebut di atas kapal di pelabuhan France (FOB France) kepada PT. B yang diwakili oleh forwarder yang ditunjuk oleh PT. B, berarti serah terima barang antara PT. B dengan PT. C dilakukan di luar daerah pabean.
Dalam kasus ini timbul pertanyaan :
1. Apakah PT. C harus mengenakan PPN kepada PT. B, sedangkan penyerahan barang dilakukan di luar daerah pabean?
2. Jika jawaban atas pertanyaan pada no. 1, PT. C harus mengenakan PPN kepada PT. B. Apakah PPN impor barang yang dilakukan oleh forwarder yang ditunjuk PT. B akan mengenakan PPN lagi kepada PT. B pada saat barang tersebut masuk ke daerah pabean?
3. Jika jawaban atas pertanyaan pada no. 1, PT. C tidak mengenakan PPN kepada PT. B. Dasar atau peraturan mana yang memperkuat agar PT. C tidak mengenakan PPN kepada PT. B?Saya harap rekan2 mengerti kasus diatas tersebut.
Dalam kasus ini saya ada di pihak PT. C.Terima kasih.
Regards,
Rivan N.DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
__________________________________________________ _________________________________________
7 Maret 2002SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR S – 237/PJ.32/2002TENTANG
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS PERDAGANGAN BARANG YANG PENYERAHANNYA DI LUAR DAERAH PABEAN
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Sehubungan dengan surat Saudara Nomor Ref No: 067/ABBSI/V/2001 tanggal 17 Mei 2001 dan Ref No:
16/L/ABB-SI/XI/01 tanggal 6 Nopember 2001 perihal tersebut pada pokok surat, dengan ini disampaikan hal-
hal sebagai berikut :1. Dalam surat tersebut secara garis besar memuat bahwa:
 a. PT. ABB Sakti Industri (PT ABB) NPWP 01.061.553.2-055.000 melakukan penjualan dengan 2
(dua) metode:
1). Penjualan langsung ke pasar bebas, dimana pelanggan dapat membeli barang dengan
menghubungi PT ABB.
2). Penjualan tidak langsung, dimana pelanggan memesan peralatan listrik yang spesifik
baik dalam bentuk atau jumlah.b. Penjualan tidak langsung dilakukan dengan 2 (dua) cara yaitu :
  1). Penjualan CFR/CIF/FOB luar negeri. Proses transaksi dalam metode ini adalah :
 a) PT ABB melakukan transaksi penyediaan barang kepada PT. Indah Kiat
(PTIK) pelanggan di Indonesia dengan kondisi penyerahan barang di luar
daerah pabean Indonesia antara lain CFR (Cost & Freight) Singapura atau
negara lainnya, CIF (Cost, Insurance & Freight) Singapura atau negara
lainnya, FOB (Free On Board) Singapura atau negara lainnya.
b) PT ABB memesan barang yang dibutuhkan tersebut pada perusahaan
afiliasi yang berada di luar negeri yaitu ABB Industry System Motor (ABBM),
Swedia dan Trige Electric Persan (TEP) Perancis.PT ABB memberikan instruksi
pengiriman ke pelabuhan tujuan di Singapura atau negara lainnya sesuai
dengan instruksi PTIK.
c) ABBM dan TEP mengirim barang tersebut ke Singapura (atau negara lain).
Atas transaksi penjualan ini PT ABB hanya bertanggung jawab atas
penyerahan barang dari ABBM dan TEP ke afiliasi PTIK atau forwarder PTIK
di Singapura atau negara lain yang ditunjuk. Oleh karena itu tidak terjadi
adanya penyerahan barang di dalam daerah pabean Indonesia.
d) PT ABB menagih ke PTIK atas barang yang telah dikirim oleh ABBM dan TEP.
PT ABB akan membuat faktur komersial dan membukukannya sebagai
penjualan.
e) PT ABB akan membayar ke ABBM dan TEP atas barang yang dikirim kepada
forwarder PTIK di Singapura maupun kepada perusahaan afiliasi dari PTIK di
Singapura.2). Penjualan CFR/CIF daerah pabean Indonesia lainnya.
a) PT ABB melakukan transaksi penyediaan barang kepada PT Asian Profile
Indosteel (PT API) di Indonesia (misalnya dengan harga jual sebesar
US $59.000) dengan kondisi penyerahan CFR (Cost and Freight) atau CIF
(Cost, Insurance and Freight) Surabaya atau daerah lainnya di Indonesia.
Dalam hal ini PT API bertindak sebagai pengimpor barang, dengan
menanggung bea masuk, PPN dan PPh Pasal 22 Impor. Semua prosedur dan
dokumen pengimporan (seperti proforma invoice, Bill of Lading, Airway Bill,
Packing List dll.) diatasnamakan PT API (dasar pengenaan Bea Masuk, PPh
Pasal 22 Impor dan PPN dan lain-lain adalah harga jual US $ 59.000,-).
b) PT ABB memesan barang yang dibutuhkan tersebut pada perusahaan afiliasi
yang berada di luar negeri dalam hal ini adalah Industrie AG (ABBI),
Switzerland dan memberi instruksi pengiriman ke pelabuhan tujuan di
Indonesia sesuai dengan instruksi dari PT API (PO. ke ABBI Switzerland
adalah dengan harga beli misalnya sebesar US $ 58.000,-).
c) PT ABB menagih PT API atas barang yang telah dikirim oleh ABBI Swizerland
dengan membuat faktur komersial. Atas penyerahan tersebut PT ABB
membukukan sebagai penjualan (besarnya tagihan adalah harga jual
US $ 59.000,-).
d) PT ABB membayar ke ABBI, Swizerland atas barang yang terkirim kepada
PT API (besar pembayaran adalah harga beli US $ 58.000,-).
e) PT API membayar semua bea masuk, PPN dan PPh Pasal 22 impor pada saat
barang tersebut dikeluarkan dari Bea Cukai (dasar untuk menghitung
pembayaran biaya-biaya berdasarkan harga jual US $ 59.000,-). c. Saudara mengajukan pertanyaan sebagai berikut :
1). Apakah terhadap penyerahan barang yang dilakukan di luar negeri (Singapura atau
negara lainnya) oleh badan yang juga berdomisili di luar negeri sebagaimana
diuraikan pada butir 1.b.1). tidak dikenakan PPN sehingga pada saat PT ABB menagih
kepada PTIK, PT ABB tidak perlu mengenakan PPN.
2) Apakah terhadap penjualan tidak langsung yang PPN-nya telah dilunasi oleh PT API
dengan dasar harga penjualan CIF/CFR (US $ 59.000,-) pada saat barang tersebut
dikeluarkan dari Bea dan Cukai sebagaimana diuraikan pada butir 1.b.2)., maka PT
ABB tidak perlu mengenakan PPN.2. Berdasarkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa
dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang
Nomor 18 Tahun 2000 antara lain diatur.
 a. Pasal 4, bahwa Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas:
1) Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh
Pengusaha.
2) Impor Barang Kena Pajak.
3) Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh
Pengusaha.
b. Pasal 11 ayat (1), bahwa terutangnya pajak terjadinya pada saat penyerahan Barang Kena
Pajak. Impor Barang Kena Pajak, penyerahan Jasa Kena Pajak.
c. Pasal 12 ayat (3), bahwa dalam hal impor terutangnya pajak terjadi di tempat Barang Kena
Pajak dimasukkan dan dipungut melalui Direktor Jenderal Bea dan Cukai.
d. Pasal 13 ayat (1), bahwa Pengusaha Kena Pajak wajib membuat Faktur Pajak untuk setiap
penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean dan setiap penyerahan. Jasa Kena
Pajak di dalam Daerah Pabean.3. Berdasarkan ketentuan pada butir 2 dan 3 diatas serta memperhatikan isi surat Saudara pada butir 1,
dengan ini diberikan penjelasan sebagai berikut :
 a. Pada prinsipnya dalam kedua jenis transaksi pengadaan barang pada butir 1.b. diatas pihak
PT. ABB bertindak sebagai perantara, sehingga jasa yang diberikan termasuk dalam
pernyerahan jasa perdagangan yang merupakan Jasa Kena Pajak.
b. Dasar Pengenaan Pajak atas penyerahan jasa perdagangan tersebut adalah komisi atau fee
yang diterima oleh PT. ABB baik dari penjual maupun pembeli dan wajib diterbitkan Faktur
Pajak kepada pihak pemberi komisi.
c. Penyerahan Barang Kena Pajak oleh PT ABB pada butir 1.b. tersebut tidak dikenakan PPN
sepanjang penyerahannya dilakukan diluar Daerah Pabean, namun demikian atas pemasukan
barang tersebut ke dalam Daerah Pabean terutang PPN dengan Dasar Pengenaan Pajak
sesuai nilai impor barang tersebut.
d. Perlu ditegaskan pula bahwa atas pemasukan barang dari luar negeri walaupun atas nama
pembeli, tetap terutang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
sesuai ketentuan yang berlaku.Demikian untuk dimaklumi.
a.n Direktur Jenderal
Pjs. Direktur Âttd.
A. Sjarifuddin Alsah
NIP.060044664Terima kasih sdr. Evan atas bantuannya.
Kasus diatas sudah persis dengan kasus yang saya sampaikan..
Peraturannya sudah ada jelas.Tapi, saya mengharapkan juga pendapat dan jawaban atau kesimpulannya dari sdr. evan dan rekan2 ortax yang lainnya secara pribadi juga.
Terima kasih.
dear : sdr rivan
sekedar menambah pengetahauan :yang perlu juga anda ketahui adalah pengertiana daerah pabean dan Impor.
Daerah Pabean adalah adalah daerah yang didalamnya berlaku UU kepabeanan
(milik RI ). berarti daerah kepabeanan Indonesia adalah batas terluar wilayah RI
ditambah dengan (Zona Ekonomi Eksklusif). Didalam daerah tersebut terdapat
daerah-daerah yang tidak berlaku UU kepabeanan spt: kawasan berikat dll.Impor adalah memasukkan barang dari luar daerah pabean ke dalam daerah
pabean ( jadi berbeda dengan definisi umum memasukkan barang dari negara
lain). Sehingga apabila ada pertanyaan kapankah saat terutang pajak atas
impor sebuah barang ?
jawabannya : yaitu pada saat barang tersebut telah memasuki batas terluar
daerah kepabeanan RI. Sehingga dengan demikian seharusnya atas impor
barang, sebelum barang tersebut masuk ke daerah pabean pajak PPN dan
PPnBM telah dilunasi terlebih dahulu, bukan menunggu alat transportasi (kapal,
pesawat atau lainnya) mendarat di pelabuhan/bandara.- Originaly posted by jacx:
Daerah Pabean adalah adalah daerah yang didalamnya berlaku UU kepabeanan
(milik RI ). berarti daerah kepabeanan Indonesia adalah batas terluar wilayah RI
ditambah dengan (Zona Ekonomi Eksklusif). Didalam daerah tersebut terdapat
daerah-daerah yang tidak berlaku UU kepabeanan spt: kawasan berikat dll.Impor adalah memasukkan barang dari luar daerah pabean ke dalam daerah
pabean ( jadi berbeda dengan definisi umum memasukkan barang dari negara
lain). Sehingga apabila ada pertanyaan kapankah saat terutang pajak atas
impor sebuah barang ?
jawabannya : yaitu pada saat barang tersebut telah memasuki batas terluar
daerah kepabeanan RI. Sehingga dengan demikian seharusnya atas impor
barang, sebelum barang tersebut masuk ke daerah pabean pajak PPN dan
PPnBM telah dilunasi terlebih dahulu, bukan menunggu alat transportasi (kapal,
pesawat atau lainnya) mendarat di pelabuhan/bandara.Terima kasih sdr. Jacx atas inputnya.
bagaimana tanggapan atas kasus diatas. Dear Friend Rivan
PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK DAN
PENYERAHAN JASA KENA PAJAKAtas permasalahan kasus:
"PT. C agar supaya tidak mengenakan PPN kepada PT. B. Dasar atau peraturan mana yang memperkuat agar PT. C tidak mengenakan PPN kepada PT. B "Jawabannya :
"TIDAK ADA"
Karena berdasarkan peraturan per UU PPN sebagai berikut:
1. Penyerahan Jasa Kena Pajak sebagai Obyek PPN
PT. C terutang PPN yang wajib dipungut oleh PT. C sebagai PKP kepada PT. B berdasarkan ketentuan Pasal 4 Huruf e walaupun Penyerahan JKP tsb. dilakukan oleh yang bersangkutan atau para Wakilnya di Luar Daerah Pabean tetapi dimanfaatkan di dalam Daerah Pabean RI merupakan Obyek PPN
2. Penyerahan Barang Kena Pajak sebagai Obyek PPN / PPn BM
BKP yang bersangkutan Obyek PPN / PPn BM dan dikenakan PPN / PPn BM dan dipungut Dit Jen Bea Cukai berdasarkan ketentuan Pasal 4 Huruf b beserta Memori Penjelasan UU No.8 Th. 1983 stdtd UU No. 11 Th. 1994 stdtd UU No. 18 Tahun 2000 Tentang PPN / PPn BM. pada saat BKP masuk ke dalam Daerah Pabean melalui kegiatan “ I M P O R â€.
Demikian informasi semoga bermanfaat.
Regard’s
RITZKY FIRDAUS