Media Komunitas Perpajakan Indonesia › Forums › Lain-lain › Pengkreditan PPN Masukan Yang dibayar sendiri
Pengkreditan PPN Masukan Yang dibayar sendiri
Dear Para pakar,
mohon bantuannya, kalo SSP atas pemanfaatan JKP luar negeri disetor pada tanggal 10 Januari 2010, apakah bisa dikreditkan pada masa pajak Desember 20009? mohon tanggapan dan dasar hukumnya?Regards,
pemanfaatannya kapan?
kalau masa desember tentu bisaSURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR SE – 08/PJ.5/1995TENTANG
SAAT DIMULAINYA PEMANFAATAN BARANG KENA PAJAK TIDAK BERWUJUD ATAU JASA KENA PAJAK
DARI LUAR DAERAH PABEAN, PENGHITUNGAN, SERTA TATA CARA PEMUNGUTAN, PENYETORAN,
DAN PELAPORANNYA (SERI PPN 7-95)DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Sehubungan dengan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 597/KMK.04/1994 tanggal 21 Desember 1994 tentang Saat Dimulainya Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud Atau Jasa Kena Pajak Dari Luar Daerah Pabean, Penghitungan, Serta Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, Dan Pelaporannya, maka untuk pelaksanaannya diberikan penjelasan sebagai berikut :
1. Pengertian Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean
1.1. Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak hanya disebut sebagai berasal dari luar Daerah Pabean apabila orang pribadi atau badan yang bertempat tinggal atau berkedudukan di luar Daerah Pabean menyerahkannya ke dalam Daerah Pabean tidak melalui atau tidak atas nama Bentuk Usaha Tetapnya yang berada di dalam Daerah Pabean. Apabila penyerahannya dilakukan melalui atau atas nama Bentuk Usaha Tetap yang berada di dalam Daerah Pabean, maka terhadap penyerahan tersebut berlaku ketentuan PPN atas penyerahan dalam negeri.
1.2. Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean dapat berupa hak-hak seperti hak paten, hak oktroi, hak cipta, dan hak menggunakan merek dagang, yang dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, baik yang berstatus sebagai Pengusaha Kena Pajak maupun yang berstatus bukan sebagai Pengusaha Kena Pajak, di dalam Daerah Pabean Indonesia.
1.3. Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dapat berupa jasa-jasa sebagai berikut :
1. Jasa yang berasal dari luar Daerah Pabean, yang melekat pada atau ditujukan untuk barang tidak bergerak yang berada dalam Daerah Pabean dan dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, baik yang berstatus sebagai Pengusaha Kena Pajak maupun yang berstatus bukan sebagai Pengusaha Kena Pajak, di dalam Daerah Pabean Indonesia. Misalnya jasa perencanaan atau penggambaran bangunan.
2. Jasa yang berasal dari luar Daerah Pabean, yang melekat pada atau ditujukan untuk barang bergerak yang berada atau dimanfaatkan di dalam Daerah Pabean dan dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, baik yang berstatus sebagai Pengusaha Kena Pajak maupun yang berstatus bukan sebagai Pengusaha Kena Pajak, di dalam Daerah Pabean Indonesia. Misalnya jasa persewaan rig atau pengeboran minyak dan jasa persewaan alat-alat berat.
3. Jasa yang dilakukan secara phisik di dalam Daerah Pabean. Misalnya jasa konsultan, jasa pengacara, jasa akuntan, dan jasa surveyor.2. Saat terutang PPN dan saat dimulainya pemanfaatan
2.1. Saat terutangnya pajak atas pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1994, terjadi pada saat Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak tersebut mulai dimanfaatkan di dalam Daerah Pabean Indonesia.
2.2. Saat dimulainya pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean adalah saat yang diketahui terjadi lebih dahulu dari peristiwa-peristiwa sebagai berikut :
1. Saat Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak secara nyata dimanfaatkan, meskipun belum didukung bukti-bukti formal seperti kontrak atau perjanjian tertulis. Pengertian pemanfaatan secara nyata dapat diartikan antara lain telah digunakannya Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak sesuai dengan tujuannya. Misalnya, dalam hal pemanfaatan merek dagang, telah dibuat label dan dijahit atau ditempel pada Barang Kena Pajak yang diproduksi.
2. Saat harga perolehan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak dinyatakan sebagai utang, yang didukung antara lain dengan adanya surat pengakuan utang atau telah dicatat dalam pembukuan sebagai utang, maupun berdasarkan bukti-bukti lain.
3. Saat Harga Jual Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Penggantian Jasa Kena Pajak ditagih oleh pihak yang menyerahkan, yaitu antara lain didukung dengan bukti penagihan, baik tertulis maupun tidak tertulis, dari pihak yang menyerahkan kepada pihak yang memanfaatkan.
4. Saat harga perolehan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak dibayar, baik sebagian atau seluruhnya, oleh pihak yang memanfaatkan.
2.3. Dalam hal saat dimulainya pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean tidak diketahui, maka saat dimulainya pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak tersebut adalah tanggal ditandatanganinya kontrak atau perjanjian.3. Penghitungan Pajak Pertambahan Nilai yang terutang Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean, dihitung sesuai dengan keadaannya, dengan salah satu cara diantara cara-cara penghitungan sebagai berikut :
3.1. 10 % x jumlah yang dibayarkan atau seharusnya dibayarkan kepada pihak yang menyerahkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak, apabila dalam jumlah tersebut tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai.
Contoh :
jumlah yang dibayarkan = Rp 110.000.000
PPN yang terutang = 10% x Rp 110.000.000 = Rp 11.000.000
3.2.10/110 x jumlah yang dibayarkan atau seharusnya dibayarkan kepada pihak yang menyerahkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak,apabila berdasarkan kontrak atau perjanjian tertulis diketahui bahwa jumlah tersebut sudah termasuk Pajak Pertambahan Nilai.
Contoh :
Jumlah yang dibayarkan (termasuk PPN) = Rp 110.000.000
PPN yang terutang = 10/110 x Rp 110.000.000 = Rp 10.000.000
3.3. 10% x jumlah yang dibayarkan atau seharusnya dibayarkan kepada pihak yang menyerahkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak, dalam hal :
1. tidak ditemukan adanya kontrak atau perjanjian tertulis untuk pembayaran termaksud, atau
2. ditemukan adanya kontrak atau perjanjian tertulis akan tetapi tidak dengan tegas dinyatakan bahwa dalam jumlah kontrak atau perjanjian sudah termasuk Pajak Pertambahan Nilai.
Contoh :
Jumlah yang dibayarkan = Rp 110.000.000
PPN yang terutang = 10% x Rp 110.000.000 = Rp 11.000.000
4. Kewajiban orang pribadi atau badan uang memanfaatkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean Indonesia Pajak Pertambahan Nilai yang terutang sebagaimana dimaksud dalam butir 3 dipungut oleh orang pribadi atau badan yang bertempat tinggal atau bertempat kedudukan di Indonesia yang memanfaatkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena dari luar Daerah Pabean. Orang pribadi atau badan yang memanfaatkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean harus mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak kepada Kantor Pelayanan Pajak yang berwenang atas wilayah tempat tinggal atau tempat kedudukan orang pribadi atau badan tersebut.
5. Penyetoran dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut
5.1. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam butir 4, harus disetorkan ke Kas Negara selambat-lambatnya pada tanggal 15 bulan berikutnya setelah bulan terjadinya pemungutan. Tempat penyetoran dimaksud adalah Kantor Pos dan Giro, atau bank-bank yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Anggaran sebagai bank persepsi.
5.2. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut harus disetorkan oleh pihak yang memanfaatkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dengan menggunakan Surat Setoran Pajak atas nama Wajib Pajak Luar Negeri yang menyerahkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean. Surat Setoran Pajak Pajak Pertambahan Nilai atas pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean diperlakukan sebagai Faktur Pajak sepanjang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-54/PJ/1994 tanggal 29 Desember 1994 dan PPN yang tercantum didalam Faktur Pajak tersebut dapat dikreditkan sebagai Pajak Masukan sesuai ketentuan yang berlaku.
Dalam mengisi SSP untuk penyetoran PPN yang dipungut oleh pihak yang memanfaatkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean ini perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1. pada huruf A kolom "Nama Wajib Pajak" dan "Alamat" diisi nama dan alamat orang pribadi atau badan yang bertempat tinggal atau berkedudukan diluar Daerah Pabean yang menyerahkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak ke dalam Daerah Pabean.
2. pada huruf B untuk kolom "NPWP" diisi dengan angka 0 (nol) pada 8 (delapan) digit pertama dan kode Kantor Pelayanan Pajak dari pihak yang memanfaatkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak
3. pada kotak " Wajib Pajak/Penyetor" di sudut kiri bawah diisi nama dan NPWP pihak yang memanfaatkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak.
5.3 Bagi Pengusaha Kena Pajak, Pajak Pertambahan Nilai yang telah dipungut dan disetor harus dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai untuk Masa Pajak terjadinya penyetoran. Dalam hal pembayaran PPN tersebut berkaitan dengan kegiatan usaha yang terutang PPN, maka PPN tersebut merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan. Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai tersebut diperlakukan sebagai laporan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atas pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean.
5.4. Orang pribadi atau badan yang bukan Pengusaha Kena Pajak Wajib melaporkan pemungutan dan penyetoran Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam butir 4 dan 5 selambat-lambatnya pada tanggal 20 dari bulan dilakukannya penyetoran, dengan mempergunakan lembarekan hanif pemanfaatannya pada bulan Desember 2009.
kasusnya seperti ini PT A mengajukan restitusi PPN masa Januari s/d Desember tahun 2008 yang pada masa Desember 2008 PT A mengkreditkan SSP yang dibayar sendiri atas pemanfaatan JKP dari luar negeri yang disetorkan pada bulan Januari 2009, oleh pemeriksa SSP ini dikoreksi menurut pemeriksa koreksi sesuai KMK 568/KMK.04/2000 tanggal 26 Desember 2000. Mohon tanggapannya!
rekan d2htloe, sesuai dengan poin 5.3 SE diatas, pengkreditan baru bisa dilakukan pada masa terjadi penyetoran.
Dengan demikian, Pajak masukan tersebut hanya dapat dikreditkan untuk masa pajak januari, sebab, penyetoran dilakukan pada bulan januari
Oleh karena itu, koreksi tersebut benar adanya.Salam