Media Komunitas Perpajakan Indonesia Forums PPh Orang Pribadi penghasilan bukan pegawai

  • penghasilan bukan pegawai

     Jiplakz updated 14 years, 11 months ago 7 Members · 10 Posts
  • dius

    Member
    20 January 2010 at 1:07 pm
  • dius

    Member
    20 January 2010 at 1:07 pm

    dear rekan ortax
    atas penghasilan yang diterima bukan pegawai yang bersifat berkesinambungan akan tetapi tidak mempunyai NPWP atau mempunyai penghasilan lain. bagaimana pengenaan pph 21 nya ?
    apakah 50% x penghasilan bruto kumulatif x tarif pasal 17 atau penghasilan bruto kumulatif x tarif pasal 17 ?

    terima kasih

  • bayem

    Member
    20 January 2010 at 1:15 pm
    Originaly posted by dius:

    atas penghasilan yang diterima bukan pegawai yang bersifat berkesinambungan akan tetapi tidak mempunyai NPWP atau mempunyai penghasilan lain. bagaimana pengenaan pph 21 nya ?
    apakah 50% x penghasilan bruto kumulatif x tarif pasal 17 atau penghasilan bruto kumulatif x tarif pasal 17 ?

    bila berkesinambungan dan hanya mendapat penghasilan dari 1 pemberi kerja maka (50% X ph bruto) -PTKP bulanan X tarif pasal 17

    bila berkesinambungan tidak memiliki NPWP maka (50% X ph bruto kumulatif) X tarif 20% lebih tinggi dari tarif pasal 17

  • Osra

    Member
    20 January 2010 at 1:20 pm

    Rekan Dius…
    Menurut saya pengenaan PPh 21 untuk OP tersebut adalah:
    (Penghasilan bruto kumulatif x tarif pasal 17) + kenaikan 20% (karena tidak memiliki NPWP)..
    contoh:
    Penghasilan kumulatif 50jt
    PPh terutang=50.000.000 x 5%
    =2.500.000
    Kenaikan karena tidak memiliki NPWP
    20% x 2.500.000 = 500.000
    PPh terutang=2.500.000+500.000=3.000.000
    jika ada pendapat lain……

  • joeardy

    Member
    20 January 2010 at 1:31 pm

    Setuju dengan rekan osra, tidak dikurangi PTKP karena dia mempunyai penghasilan lain, untuk rekan bayem mungkin salah tafsir dengan "atau"[i] menurut saya menjadi sangat jelas bila pertanyaannya "tidak punya NPWP [/i]dan punya penghasilan lain", demikian.pendapat saya…..

  • bayem

    Member
    20 January 2010 at 1:38 pm
    Originaly posted by bayem:

    bila berkesinambungan dan hanya mendapat penghasilan dari 1 pemberi kerja maka (50% X ph bruto) -PTKP bulanan X tarif pasal 17

    sorry, ini maksud saya untuk yang memiliki NPWP.

  • begawan5060

    Member
    20 January 2010 at 3:36 pm
    Originaly posted by dius:

    atas penghasilan yang diterima bukan pegawai yang bersifat berkesinambungan akan tetapi tidak mempunyai NPWP atau mempunyai penghasilan lain. bagaimana pengenaan pph 21 nya ?
    apakah 50% x penghasilan bruto kumulatif x tarif pasal 17 atau penghasilan bruto kumulatif x tarif pasal 17 ?

    PPh Ps 21 = (50% X Ph bruto kumulatif) X 20% lebih tinggi dari Tarip Ps 17

  • dydy

    Member
    20 January 2010 at 3:57 pm

    setuju dengan rekan begawan5060

  • dius

    Member
    21 January 2010 at 7:21 am

    terima kasih atas informasinya rekan-rekan ortax, sangat membantu

  • Jiplakz

    Member
    21 January 2010 at 10:16 am

    Per 57 PJ 2009
    MEMUTUSKAN :

    Menetapkan :

    PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-31/PJ/2009 TENTANG PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DAN/ATAU PAJAK PENGHASILAN PASAL 26 SEHUBUNGAN DENGAN PEKERJAAN, JASA, DAN KEGIATAN ORANG PRIBADI.

    Pasal I

    Beberapa ketentuan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2009 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi diubah sebagai berikut :

    1. Ketentuan Pasal 9 ayat (1) diubah sehingga Pasal 9 berbunyi sebagai berikut :

    Pasal 9

    (1) Dasar pengenaan dan pemotongan PPh Pasal 21 adalah sebagai berikut:

    Penghasilan Kena Pajak, yang berlaku bagi :
    pegawai tetap;
    penerima pensiun berkala;
    pegawai tidak tetap yang penghasilannya di bayar secara bulanan atau jumlah kumulatif penghasilan yang diterima dalam 1 (satu) bulan kalender telah melebihi Rp 1.320.000,00 (satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah);
    bukan pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c yang menerima imbalan yang bersifat berkesinambungan.
    jumlah penghasilan yang melebihi Rp 150.000,00 (seratus lima puluh ribu rupiah) sehari, yang berlaku bagi pegawai tidak tetap yang menerima upah harian, upah mingguan, upah satuan atau upah borongan, sepanjang penghasilan kumulatif yang diterima dalam 1 (satu) bulan kalender belum melebihi Rp 1.320.000,00 (satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah);
    50% (lima puluh persen) dari jumlah penghasilan bruto, yang berlaku bagi bukan pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c yang menerima imbalan yang tidak bersifat berkesinambungan;
    Jumlah penghasilan bruto, yang berlaku bagi penerima penghasilan selain penerima penghasilan sebagaimana di maksud pada huruf a, b dan huruf c.

    (2) Dasar pengenaan dan pemotongan PPh Pasal 26 adalah jumlah penghasilan bruto.

    2. Ketentuan Pasal 10 ayat (2) dan ayat (5) diubah sehingga Pasal 10 berbunyi sebagai berikut :

    Pasal 10

    (1) Jumlah penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh Penerima Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 adalah seluruh jumlah penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 yang diterima atau diperoleh dalam suatu periode atau pada saat dibayarkan.
    (2) Penghasilan Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a adalah sebagai berikut :

    bagi pegawai tetap dan penerima pensiun berkala, sebesar penghasilan neto dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP);
    bagi pegawai tidak tetap, sebesar penghasilan bruto dikurangi PTKP;
    bagi bukan pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c, sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah penghasilan bruto dikurangi PTKP per bulan.

    (3) Besarnya penghasilan neto bagi pegawai tetap yang dipotong PPh Pasal 21 adalah jumlah seluruh penghasilan bruto dikurangi dengan:

    biaya jabatan, sebesar 5% (lima persen) dari penghasilan bruto, setinggi-tingginya Rp 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) sebulan atau Rp 6.000.000,00 (enam juta rupiah) setahun;
    iuran yang terkait dengan gaji yang dibayar oleh pegawai kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan atau badan penyelenggara tunjangan hari tua atau jaminan hari tua yang dipersamakan dengan dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.

    (4) Besarnya penghasilan netto bagi penerima pensiun berkala yang dipotong PPh Pasal 21 adalah seluruh jumlah penghasilan bruto dikurangi dengan biaya pensiun, sebesar 5% (lima persen) dari penghasilan bruto, setinggi-tingginya Rp 200.000,00 (dua ratus ribu rupiah) sebulan atau Rp 2.400.000,00 (dua juta empat ratus ribu rupiah) setahun.
    (5) Dalam hal bukan pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c memberikan jasa kepada Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26:

    mempekerjakan orang lain sebagai pegawainya maka besarnya jumlah penghasilan bruto sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebesar jumlah pembayaran setelah dikurangi dengan bagian gaji atau upah dari pegawai yang dipekerjakan tersebut, kecuali apabila dalam kontrak/perjanjian tidak dapat dipisahkan bagian gaji atau upah dari pegawai yang dipekerjakan tersebut maka besarnya penghasilan bruto tersebut adalah sebesar jumlah yang dibayarkan;
    melakukan penyerahan material atau barang maka besarnya jumlah penghasilan bruto sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya atas pemberian jasanya saja, kecuali apabila dalam kontrak/perjanjian tidak dapat dipisahkan antara pemberian jasa dengan material atau barang maka besarnya penghasilan bruto tersebut termasuk pemberian jasa dan material atau barang

    (6) Dalam hal jumlah penghasilan bruto sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibayarkan kepada dokter yang melakukan praktik di rumah sakit dan/atau klinik maka besarnya jumlah penghasilan bruto adalah sebesar jasa dokter yang dibayar oleh pasien melalui rumah sakit dan/atau klinik sebelum dipotong biaya-biaya atau bagi hasil oleh rumah sakit dan/atau klinik.

    3. Ketentuan Pasal 16 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :

    Pasal 16

    (1) Tarif berdasarkan Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan diterapkan atas jumlah kumulatif dalam satu tahun kalender dari:

    Penghasilan Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf c, bagi bukan pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c yang menerima imbalan yang bersifat berkesinambungan yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1);
    50% (lima puluh persen) dari jumlah penghasilan bruto untuk setiap pembayaran imbalan bagi bukan pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c yang bersifat berkesinambungan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1);
    jumlah penghasilan bruto berupa honorarium atau imbalan yang bersifat tidak teratur yang diterima atau diperoleh anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yang tidak merangkap sebagai pegawai tetap pada perusahaan yang sama;
    jumlah penghasilan bruto berupa jasa produksi , tantiem, gratifikasi, bonus atau imbalan lain yang bersifat tidak teratur yang diterima atau diperoleh mantan pegawai;atau
    jumlah penghasilan bruto berupa penarikan dana pensiun oleh peserta program pensiun yang masih berstatus sebagai pegawai, dari dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.

    (2) Tarif berdasarkan Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan diterapkan atas :

    50% (lima puluh persen) dari jumlah penghasilan bruto untuk setiap pembayaran imbalan kepada bukan pegawai yang tidak bersifat berkesinambungan;
    jumlah penghasilan bruto untuk setiap kali pembayaran yang bersifat utuh dan tidak dipecah, yang diterima oleh peserta kegiatan.

Viewing 1 - 10 of 10 replies

Original Post
0 of 0 posts June 2018
Now