Media Komunitas Perpajakan Indonesia › Forums › PPh Pemotongan/Pemungutan › Pemeriksaan VS Peraturan pajak SE-53/PJ/2009
Pemeriksaan VS Peraturan pajak SE-53/PJ/2009
Dear All Pakar Pajak…
Kami saat ini sedang diperiksa pajak selaku PKP yang bergerak dibidang advertising. Kebanyakan transaksi pembelian ke media baik TV, Radio maupun Cetak, kami sub dan ditagihkan ke HOLDING. Nantinya holding kami yang menagihkan tagihan tersebut ditambah dengan Agency Sales Fee. Ilustrasinya :
Tagihan dari media TV ke Holding (misalnya)
DPP TV = 1.000 => PPh 23 dipotong oleh Holding
PPN = 100
Total = 1.100Tagihan HOLDING ke kami sebagai anak perusahaan
DPP TV = 1.000 (Copy Invoice TV dilampirkan)
Fee = 10
PPN = 101
Total = 1.111Dalam pemotongan PPh Pasal 23 atas tagihan HOLDING, kami mengacu kepada SE No. 53/PJ/2009 yang membolehkan kami memotong PPh 23 jasa perantara dari Fee Rp. 10 karena Invoice TV sudah dilampirkan dan dipotong PPh Pasal 23 oleh HOLDING.
Tetapi ternyata hal ini dipermasalahkan karena equalisasi PPh Pasal 23 VS Biaya tidak maching karena kami kurang memotong PPh Pasal 23 sehingga biaya harus dikoreksi di PPh Badan.
Padahal kami tidak memotong PPh Pasal 23 karena diperbolehkan oleh SE No. 53/PJ/2009 tersebut tetapi seperti "jebakan betmen" karena pemotongan PPh Pasal 23 boleh tidak dipotong tapi tidak dengan PPh Badan sehingga sekali lagi, biayanya harus tetap dikoreksi.
Mohon pendapat rekan2 sekalian untuk membantah argumen pemeriksa tersebut.
Tks
supaya lebih lengkap informasi TS :
25 Mei 2009
SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR SE – 53/PJ/2009TENTANG
JUMLAH BRUTO SEBAGAIMANA DIMAKSUD DALAM PASAL 23 AYAT (1)
HURUF C ANGKA 2 UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983
TENTANG PAJAK PENGHASILAN
SEBAGAIMANA TELAH BEBERAPA KALI DIUBAH
TERAKHIR DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2008DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Sehubungan dengan banyaknya pertanyaan mengenai jumlah bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf c angka 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut :
Pasal 23 ayat (1) huruf c angka 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 mengatur bahwa imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dipotong Pajak Penghasilan oleh pihak yang wajib membayarkan sebesar 2% (dua persen) dari jumlah bruto tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai.
Yang dimaksud dengan jumlah bruto sebagaimana dimaksud pada butir 1 adalah seluruh jumlah penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, tidak termasuk :
pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dibayarkan oleh Wajib Pajak penyedia tenaga kerja kepada tenaga kerja yang melakukan pekerjaan, berdasarkan kontrak dengan pengguna jasa;
pembayaran atas pengadaan/pembelian barang atau material;
pembayaran kepada pihak kedua (sebagai perantara) untuk selanjutnya dibayarkan kepada pihak ketiga;
pembayaran penggantian biaya (reimbursement) yaitu penggantian pembayaran sebesar jumlah yang nyata-nyata telah dibayarkan oleh pihak kedua kepada pihak ketiga.Jumlah bruto sebagaimana dimaksud dalam butir 2 tidak berlaku :
atas penghasilan yang dibayarkan sehubungan dengan jasa katering;atau
dalam hal penghasilan yang dibayarkan sehubungan dengan jasa sebagaimana dimaksud dalam butir 1, telah dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final.Pembayaran sebagaimana dimaksud dalam butir 2 harus dapat dibuktikan dengan :
kontrak kerja dan daftar pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam butir 2 huruf a;
faktur pembelian barang atau material sebagaimana dimaksud dalam butir 2 huruf b;
faktur tagihan dari pihak ketiga disertai dengan perjanjian tertulis sebagaimana dimaksud dalam butir 2 huruf c;
faktur tagihan atau bukti pembayaran yang telah dibayarkan oleh pihak kedua kepada pihak ketiga sebagaimana dimaksud dalam butir 2 huruf d.Untuk memberikan kejelasan, contoh penerapan jumlah bruto dalam penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 23 adalah sebagaimana terdapat dalam lampiran yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini.
Demikian untuk diketahui dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 25 Mei 2009
Direktur Jenderal,ttd.
Darmin Nasution
NIP 130605098Tembusan :
Sekretaris Jenderal Departemen Keuangan;
Inspektur Jenderal Departemen Keuangan;
Kepala Biro Hukum Departemen Keuangan;
Kepala Biro Humas Departemen Keuangan;
Sekretaris Direktorat Jenderal Pajak;
Para Direktur dan Tenaga Pengkaji di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak.copasnya gak lengkap .. sori .. :p
- Originaly posted by elsoy:
Mohon pendapat rekan2 sekalian untuk membantah argumen pemeriksa tersebut.
pendapat saya:
Originaly posted by elsoy:Padahal kami tidak memotong PPh Pasal 23 karena diperbolehkan oleh SE No. 53/PJ/2009
kira2 bagian yang mana di SE tersebut ?
Dear rekan Hendrioye….
Ada di lampiran SE-53/PJ/2009 point 3 huruf a, dimana disebutkan bahwa jika kami mendapatkan lampiran tagihan dari media TV oleh HOLDING dan sudah dipotong PPh Pasal 23, kami hanya memotong dari Agency Fee Keagenan.
Tetapi oleh pemeriksa, biaya atas pemasangan biaya tersebut (diluar Agency Fee) ternyata dipemasalahkan karena tidak kami potong PPh Pasal 23 sehingga di PPh Badan harus dikoreksi
Mohon tanggapannya..
didalam poin 3 huruf a, pihak yang terlibat adalah :
a. Pihak pertama selaku pemberi kerja, PT Megah
b. Pihak kedua selaku penerima kerja,PT Satu Sarana (advertising)
c. Pihak ketiga selaku perusahaan Media (penayang iklan)Rekan Elsoy sebagai pihak kedua, benarkah pernyataan saya?
Dalam lampiran SE tersebut, selaku pihak kedua yaitu PT. Satu Sarana mestinya memotong pph 23 atas biaya pemasangan iklan dari 80 juta.
- Originaly posted by elsoy:
Tetapi ternyata hal ini dipermasalahkan karena equalisasi PPh Pasal 23 VS Biaya tidak maching karena kami kurang memotong PPh Pasal 23 sehingga biaya harus dikoreksi di PPh Badan.
Ketika perusahaan tidak memotong pph 23, maka biaya dikoreksi? Bukankah penentuan suatu jenis pengeluaran boleh dikurangkan atau tidak didasarkan atas ketentuan pasal 6 UU pph ?
Mohon pendapat teman2 ..Salam