Media Komunitas Perpajakan Indonesia › Forums › PPh Orang Pribadi › Pajak atas sewa
Dear all member ORTAX,
Rekans saya mau tanya lagi neh :
A pemilik tanah, B sebgi penyewa tanah dan yang akan mendirikan bangunanbdiatas tanah ygbakan disewa. Uang sewa dibayar dalam bentuk bangunan. dan dalam jangka waktu 10 tahun, perjanjian sewa berakhr dan bangunan yang sdh dibangun oleh B menjadi milik A (sebgi pemilik tanah). Nah yang jadi pertnyaan saya adalh :
1. Apakah masih dikenakan PPh 4 (2) ? Dan besarnya dihitung dr harha sewa atau dari nilai bangunan yangbdidirikan?
2. Bagaimana dengan PPN nya? Menjd kewjban A (pemlk tanah) or B (org yg mendirikan bangunan dan penyewa) ?
3. 10 thn kemudian serah trm bangunan, Apakah masih ada pajak terutang?Sebagai info tambahan, dalam transaksi tsb penyewa tdk menerima uang sedktpun. Hanya bangunan yang akan diterima oleh penyewa dlm kurun wkt 10 thn ke dpn.
Thx rekan.rekan
Perjanjian notaris dibuat kpn ? dan apakah disebutkan juga nilai sewanya ? kalau disebutkan , bgm kalau nilainya tidak sama dengan nilai bangunan?
- Originaly posted by KAJAPSBY:
Perjanjian notaris dibuat kpn ? dan apakah disebutkan juga nilai sewanya ? kalau disebutkan , bgm kalau nilainya tidak sama dengan nilai bangunan
Perjanjian Notaris baru akan dibuatkan. justru itu pak, karena nilai sewa tidak sesuai dengan nilai bangunan. maka minta masukan neh dari rekan" smua. semoga bisa membantu kami. terima kasih
- Originaly posted by JoeLie:
Perjanjian Notaris baru akan dibuatkan. justru itu pak, karena nilai sewa tidak sesuai dengan nilai bangunan. maka minta masukan neh dari rekan" smua. semoga bisa membantu kami. terima kasih
Waduh…….. ini artinya masih nunggu kesepakatan dulu tentang nilai sewa dan nilai bangunan ya ? sy kira notaris tidak akan bersedia untuk membuat akte sewa menyewa sebelum ada kesepakatan, karena notaris hanya mendengar, menulis dan kemudian membacakan dihadapan para pihak.
Dan sehubungan pertanyaan nomor 3, kenapa bangunan baru diserahkan setelah 10 tahun / masa sewa berakhir ? kenapa tidak pada saat perjanjian ditanda tangan ? pemilik tanah dapat apa ? bisa sih seperti ini tetapi harus ada pasal pasal tersendiri yang menjelaskan dalam akte nanti. dan saya tidak tahu persis kalau seperti ini namanya akte apa ? akte sewa menyewa/ perikatan sewa menyewa/ dllnya.Originaly posted by JoeLie:1. Apakah masih dikenakan PPh 4 (2) ? Dan besarnya dihitung dr harha sewa atau dari nilai bangunan yangbdidirikan?
Ya, kalau akte sewa menyewa di ttd.
Originaly posted by JoeLie:2. Bagaimana dengan PPN nya? Menjd kewjban A (pemlk tanah) or B (org yg mendirikan bangunan dan penyewa) ?
kewajiban pada penyewa, karena dia yang membangun
slm KAJAPSBY – Akan dibuat seperti ini, dikarena Tn. A hny mempunyai sebidang tanah, sedgkan Tn. B membutuhkan tanah untk mendirikan bangunan. Jadi dalam perjanjian di akta notaris di sebutkan bahwa sewa di bayarkan dalam bentuk bangunan yang didirikan oleh Tn. B. Jadi Tn. A sama sekli tidak menerima uang atas sewa tanah yang dia miliki. apakah pada saat penandatangani perjanjian tsb tetep di kenakan PPh 4 (2)?
Atau pada saat penyerahan banguna 10 thn kemudian?KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 248/KMK.04/1995TENTANG
PERLAKUAN PAJAK PENGHASILAN TERHADAP PIHAK- PIHAK YANG MELAKUKAN KERJASAMA
DALAM BENTUK PERJANJIAN BANGUN GUNA SERAH ("BUILT OPERATE AND TRANSFER")MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
bahwa sesuai dengan Pasal 15 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994, Menteri Keuangan berwenang menetapkan peraturan tentang norma penghitungan khusus untuk menghitung penghasilan neto dari Wajib Pajak tertentu;
bahwa untuk keperluan pemungutan Pajak Penghasilan terhadap pihak-pihak yang melakukan perjanjian kerjasama dalam bentuk bangun guna serah (built operate and transfer) dipandang perlu diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan;Mengingat :
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3263), sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1991 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Tahun 1991 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3459) dan dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1991 (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3567);
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 1994 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan Dalam Tahun Berjalan (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3579);
Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3312), sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1994 (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2171);
Keputusan Presiden Nomor 96/M Tahun 1993 tentang Pembentukan Kabinet Pembangunan VI;MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERLAKUAN PAJAK PENGHASILAN TERHADAP PIHAK-PIHAK YANG MELAKUKAN KERJASAMA DALAM BENTUK PERJANJIAN BANGUN GUNA SERAH ("BUILT OPERATE AND TRANSFER").
Pasal 1
Bangun Guna Serah ("Built Operate and Transfer") adalah bentuk perjanjian kerjasama yang dilakukan antara pemegang hak atas tanah dengan investor, yang menyatakan bahwa pemegang hak atas tanah memberikan hak kepada investor untuk mendirikan bangunan selama masa perjanjian bangun guna serah (BOT), dan mengalihkan kepemilikan bangunan tersebut kepada pemegang hak atas tanah setelah masa guna serah berakhir.
Pasal 2
(1) Biaya mendirikan bangunan diatas tanah yang dikeluarkan oleh investor merupakan nilai perolehan investor untuk mendapatkan hak menggunakan atau hak mengusahakan bangunan tersebut, dan jumlah biaya yang dikeluarkan tersebut oleh investor diamortisasi dalam jumlah yang sama besar setiap tahun selama masa perjanjian bangun guna serah.
(2) Amortisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimulai pada tahun bangunan tersebut mulai digunakan atau diusahakan oleh investor.
(3) Apabila masa perjanjian bangun guna serah menjadi lebih pendek dari masa yang telah ditentukan dalam perjanjian maka sisa biaya pembangunan yang belum diamortisasi, diamortisasi sekaligus oleh investor pada tahun berakhirnya masa bangun guna serah yang lebih pendek tersebut.
(4) Apabila dalam pelaksanaan bangun guna serah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberikan penggantian atau imbalan kepada investor, maka penggantian atau imbalan tersebut adalah penghasilan bagi investor dalam tahun diterimanya hak penggantian atau imbalan tersebut.
(5) Apabila masa perjanjian bangun guna serah menjadi lebih panjang dari masa yang telah ditentukan dalam perjanjian karena adanya penambahan bangunan, maka biaya penambahan bangunan tersebut ditambahkan terhadap sisa biaya yang belum diamortisasi dan diamortisasi oleh investor hingga berakhirnya masa bangun guna serah yang lebih panjang tersebut.Pasal 3
(1) Bangun yang diserahkan oleh investor kepada pemegang hak atas tanah setelah masa perjanjian bangun guna serah berakhir adalah merupakan penghasilan bagi pemegang hak atas tanah berdasarkan Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994.
(2) Atas penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terutang Pajak Penghasilan sebesar 5% (lima persen) dari jumlah bruto nilai yang tertinggi antara nilai pasar dengan Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) bangunan yang bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 dan harus dilunasi selambat-lambatnya tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa guna serah berakhir.
(3) Pembayaran Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), bagi orang pribadi bersifat final dan bagi Wajib Pajak badan adalah merupakan pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 25 yang dapat diperhitungkan dengan Pajak Penghasilan yang terutang untuk tahun pajak yang bersangkutan.
(4) Nilai perolehan atas bangunan yang diterima dari investor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebesar nilai atau NJOP yang merupakan dasar pengenaan Pajak Penghasilan.Pasal 4
Penghasilan lain yang diterima atau diperoleh oleh pemegang hak atas tanah selama masa bangun guna serah merupakan obyek Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994.
Pasal 5
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan keputusan ini ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
Pasal 6
Keputusan ini berlaku atas perjanjian bangun guna serah yang berakhir setelah tahun pajak 1994.
Agar setiap orang mengetahuinya memerintahkan pengumuman Keputusan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 2 Juni 1995
MENTERI KEUANGAN,ttd.
MAR'IE MUHAMMAD
SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR SE – 38/PJ.4/1995TENTANG
PERLAKUAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN
SEHUBUNGAN DENGAN PERJANJIAN BANGUN GUNA SERAH (SERI PPh UMUM NOMOR 17)DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Sehubungan dengan telah diterbitkannya Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 248/KMK.04/1995 tanggal 2 Juni 1995 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan terhadap Pihak-pihak yang melakukan Kerja sama dalam bentuk Perjanjian Bangun Guna Serah.("Built Operate and Transfer"), dengan ini diberikan penegasan sebagai berikut :
Umum
Sesuai dengan Pasal 1 Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 248/KMK.04/1995tanggal 2 Juni 1995 yang dimaksud dengan bangun guna serah adalah bentuk perjanjian kerja sama yang dilakukan antara pemegang hak atas tanah dengan investor yang menyatakan bahwa pemegang hak atas tanah memberikan hak kepada investor untuk mendirikan bangunan selama masa perjanjian bangun guna serah, dan mengalihkan kepemilikan bangunan tersebut kepada pemegang hak atas tanah setelah masa bangun guna serah berakhir.
Bangunan yang didirikan oleh investor dapat berupa gedung perkantoran, apartemen, pusat perbelanjaan, rumah toko (ruko), hotel, dan/atau bangunan lainnya.
Pihak-pihak yang melakukan perjanjian bangun guna serah adalah investor yang diberikan hak untuk mendirikan bangunan dan menggunakan atau mengusahakan bangunan tersebut selama masa perjanjian bangun guna serah, dan pemegang hak atas tanah yang memberikan hak kepada investor.Penghasilan dan biaya bagi investor
Penghasilan
Penghasilan investor sehubungan dengan perjanjian bangun guna serah adalah penghasilan yang diterima atau diperoleh investor dari pengusahaan bangunan yang didirikan antara lain :
sewa dan penghasilan sehubungan dengan penggunaan harta;
Penghasilan sehubungan dengan hak pengusahaan bangunan seperti penghasilan dari pengusahaan hotel, pusat fasilitas olah raga ("Sport center"), tempat hiburan, dan sebagainya;
penggantian atau imbalan yang diterima atau diperoleh dari pemegang hak atas tanah apabila masa perjanjian bangun guna serah diperpendek dari masa yang telah ditentukan.
Biaya
2.1.Biaya yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto bagi investor adalah biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dan dengan memperhatikan pasal 9 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994 berkenaan dengan pengusahaan bangunan yang didirikan berdasarkan perjanjian bangun guna serah tersebut.
2.2.Biaya-biaya yang dikeluarkan oleh investor untuk mendirikan bangunan merupakan nilai perolehan investor untuk mendapatkan hak menggunakan atau hak mengusahakan bangunan tersebut, dan nilai perolehan tersebut oleh investor diamortisasi dalam jumlah yang sama besar setiap tahun selama masa perjanjian bangun guna serah
Contoh 1 :
Investor PT. ABC mendirikan bangunan gedung perkantoran 12 lantai atas tanah milik PT. PG berdasarkan perjanjian bangun guna serah dengan biaya Rp 30.000.000.000,00 untuk masa selama 15 tahun. Amortisasi yang dilakukan oleh PT. ABC setiap tahun adalah sebesar Rp. 2.000.000.000,00 (Rp.30.000.000.000,00 : 15)
2.3.Apabila masa perjanjian bangun serah guna menjadi lebih pendek dari masa yang telah ditentukan dalam perjanjian maka sisa biaya pembangunan yang belum diamortisasi, amortisasi sekaligus oleh investor pada tahun berakhirnya masa bangun guna serah yang lebih pendek tersebut.
Contoh 2 :
Berdasarkan contoh 1, PT. ABC pada akhir tahun ke dua belas menyerahkan bangunan kepada PT. PG dengan diperpendeknya masa perjanjian tersebut kepada PT. ABC diberikan imbalan oleh PT. PG sebesar Rp 5.000.000.000,00 pada akhir tahun ke dua belas (tahun berakhirnya masa perjanjian bangun guna serah) PT. ABC memperoleh tambahan penghasilan sebesar Rp 5.000.000.000,00 (Rp 30.000.000.000,00 – (12x Rp 2.000.000.000,00).
2.4.Apabila masa perjanjian bangun guna serah menjadi lebih panjang dari masa yang telah ditentukan dalam perjanjian karena adanya penambahan bangunan, maka biaya penambahan tersebut ditambahkan dengan sisa biaya yang belumdiamortisasi dan oleh investor jumlah tersebut diamortisasi hingga berakhirnya masa bangun guna serah yang lebih panjang tersebut.
Contoh 3 :
Berdasarkan Contoh 1, PT. ABC pada tahun ke sebelas menambah bangunan dengan biaya Rp 20.000.000.000,00 dan masa bangun guna serah diperpanjang 5 tahun sehingga menjadi 20 tahun. Penghitungan amortisasi PT. ABC mulai tahun ke sebelas sebagai berikut :
– sisa yang belum diamortisasi pada awal tahun ke sebelas: Rp.10.000.000.000,-
– Nilai perolehan hak atas penambahan bangunan pada tahun ke sebelas Rp.20.000.000.000.00
– dasar amortisasi yang baru Rp. 30.000.000.000,,00
– masa amortisasi adalah 10 tahun (20 tahun-10 tahun)
– Amortisasi setiap tahun mulai tahun ke sebelas (Rp.30.000.000.000,00 : 10) = Rp.3.000.000.000,00
2.5.Amortisasi biaya mendirikan bangunan dimulai pada tahun bangunan tersebut digunakan atau diusahakan. Apabila pembangunan tersebut meliputi masa lebihdari satu tahun sebelum dapat digunakan atau diusahakan, maka biaya yang telah dikeluarkan harus dikapitalisasi.
Penghasilan dan biaya bagi pemegang hak atas tanah
Penghasilan
1.1. Penghasilan yang terima atau diperoleh pemegang hak atas tanah sehubungan dengan perjanjian bangun guna serah dapat berupa :
pembayaran berkala yang dilakukan oleh investor kepada pemegang hak atas tanah dalam atau selama masa bangun guna serah;
bagian dari uang sewa bangunan ;
bagian keuntungan dari pengusahaan bangunan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang telah diberikan oleh investor;
Penghasilan lainnya sehubungan dengan perjanjian bangun guna serahyang terima atau diperoleh pemegang hak atas tanah.
1.2.Dalam hal bangunan yang didirikan investor tidak seluruhnya menjadi hak investor tetapi sebagian diserahkan kepada pemegang hak atas tanah, maka bagian bangunan yang diserahkan merupakan penghasilan bagi pemegang atas tanah dalam tahun pajak yang bersangkutan. Atas penyerahan tersebut terutang pajak Penghasilan sebesar 5% (lima persen) dari jumlah bruto nilai yang tertinggi antara lain pasar dengan Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) bagian bangunan yang diserahkan, dan harus dilunasi selambat-lambatnya tanggal 15 bulan berikutnya setelah penyerahan.
1.3.Bangunan yang diserahkan oleh investor kepada pemegang hak atas tanah setelah masa Perjanjian bangunan serah berakhir merupakan penghasilan baik pemegang hak atas tanah, dan terutang Pajak Penghasilan sebesar 5% (lima persen) dari jumlah bruto nilai yang tertinggi antara nilai pasar dengan Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) bangunan yang telah diserahkan, dan harus dilunasi oleh pemegang hak atas tanah selambat-lambatnya tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa bangun guna serah berakhir.
1.4.Nilai bangunan yang diterima oleh pemegang hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada butir 1.2 dan 1.3 merupakan nilai perolehan bangunan apabila bangunan tersebut dialihkan kepada pihak lain.
Biaya Biaya yang dapat dikurangkan oleh pemegang hak atas tanah selama masa bangun guna serah adalah biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dan dengan memperhatikan Pasal 9 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994.
Lain-lain
Pembayaran Pajak Penghasilan sebesar 5% (lima persen) yang dilakukan oleh pemegang hak atas tanah atas penyerahan bangunan yang dilakukan oleh investor sebagaimana dimaksud dalam butir III.1.2 dan 1.3 bagi orang pribadi bersifat final dan bagi Wajib Pajak badan adalah merupakan pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 25 yang dapat diperhitungkan dengan Pajak Penghasilan yang terutang untuk tahun pajak yang bersangkutan.
Dikecualikan dari pengenaan Pajak Penghasilan sebesar 5% (lima persen) tersebut di atas apabila pemegang hak atas tanah adalah badan pemerintah.
Surat Edaran ini mulai berlaku atas perjanjian bangun guna serah yang berakhir setelah tahun pajak 1994.Demikianlah untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
ttd
FUAD BAWAZIER
- Originaly posted by JoeLie:
Akan dibuat seperti ini, dikarena Tn. A hny mempunyai sebidang tanah, sedgkan Tn. B membutuhkan tanah untk mendirikan bangunan. Jadi dalam perjanjian di akta notaris di sebutkan bahwa sewa di bayarkan dalam bentuk bangunan yang didirikan oleh Tn. B. J
masalah ini, coba tolong ditanyakan terlebih dulu ke notarisnya, kalau ada hal hal seperti ini apa bisa dibuat akte ? karena ada banyak, bahkan mungkin ada ratusan jenis akte yang dibuat notaris. Kita baru bisa menentukan bagaimana masalah perpajakannya bila akte notaris telah dibuat. Saya tidak bisa ber andai andai apakah aktenya bisa dibuat seperti yang rekan tulis diatas. Yang lebih memahami adalah notaris.
slm wah… patut di tunggu ne… saya juga seperti ini masalah nya sewa menyewa..