Media Komunitas Perpajakan Indonesia › Forums › PPh Pemotongan/Pemungutan › Owner menyewakan mesin
Kisah nyata …
Tn. A dan Tn. B melakukan kongsi bikin PT. Z. Lalu Tn. A membeli mesin dan menyewakan mesin tersebut seharga 100.000.000 sebulan untuk dipakai PT. Z. Gimana ngitung pph 21?
Tn. A adalah komisaris, pemegang saham mayoritas.
Thanks buat pencerahannyasalam
- Originaly posted by hendrioye:
Lalu Tn. A membeli mesin dan menyewakan mesin tersebut seharga 100.000.000 sebulan untuk dipakai PT. Z.
kena pph 4 ay 2 (final) rekan
Originaly posted by hendrioye:Gimana ngitung pph 21?
Tn. A adalah komisaris, pemegang saham mayoritas.di gaji tidak rekan ??
salam
gimana kalo digaji dan gimana pula kalo tidak digaji?
- Originaly posted by rowa:
kena pph 4 ay 2 (final) rekan
bisa disebut peraturannya?
UU 36 / 2008 UU PPH
salam
di gaji kena PPh 21
dasarnya per- 31/ pj /2009 PPH 21
tidak digaji , pada saat pengambilan deviden ..
PPh 21/ 26 dasar SE-34/PJ.43/1998 PPH 21salma, eh salam
- Originaly posted by rowa:
UU 36 / 2008 UU PPH
saya tidak dapat menemukan istilah "mesin"
- Originaly posted by rowa:
SE-34/PJ.43/1998 PPH 21
PEMOTONGAN PPh PASAL 21 YANG BERSIFAT FINAL ATAS PENGHASILAN SEHUBUNGAN DENGAN PEKERJAAN, JASA, DAN KEGIATAN TERTENTU
Sehubungan dengan telah dikeluarkannya Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 462/KMK.04/1998
tanggal 21 Oktober 1998 tentang Pemotongan PPh Pasal 21 yang bersifat final atas penghasilan
sehubungan dengan pekerjaan, Jasa, dan kegiatan tertentu, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai
berikut :1. Penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri sehubungan
dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan tertentu, yang di potong Pajak Penghasilan yang bersifat
final oleh pihak-pihak yang membayarkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (7)
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994, adalah :a. uang tebusan pensiun yang dibayarkan oleh dana pensiun yang pendiriannya telah
disahkan oleh Menteri Keuangan dan Tunjangan Hari Tua atau Tabungan Hari Tua yang
dibayarkan sekaligus oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja;b uang pesangon;
c. hadiah dan penghargaan sehubungan perlombaan;
d. honorarium atau komisi yang dibayar kepada penjaja barang dan petugas dinas luar
asuransi.2. Besarnya tarif pemotongan adalah sebagai berikut :
a. atas penghasilan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 huruf a di atas dipotong pajak
sebesar :1) 10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto apabila penghasilan bruto tidak lebih dari
Rp 25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah);2) 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto apabila penghasilan bruto lebih dari
Rp 25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah).Dalam hal penghasilan bruto sebagaimana dimaksud di atas jumlahnya Rp 8.640.000,00
(delapan juta enam ratus empat puluh ribu rupiah) atau kurang, maka dikecualikan dari
pemotongan pajak.Contoh :
1. Arman pegawai PT Surya terhitung mulai tanggal 1 Februari 1999 berhenti
bekerja karena memasuki usia pensiun. Arman menerima uang tebusan pensiun
sebesar Rp 35.000.000,00 yang dibayarkan sekaligus oleh dana pensiun
PT Surya yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan. Dana
Pensiun PT Surya wajib memotong PPh Pasal 21 yang bersifat final atas uang
tebusan pensiun tersebut sebesar : 15% x Rp 35.000.000,00 = Rp 5.250.000,00.2. Amat pegawai PT Maju terhitung mulai tanggal 1 Maret 1999 berhenti bekerja
karena memasuki usia pensiun. Amat menerima uang tebusan pensiun sebesar
Rp. 5.000.000,00 yang dibayarkan sekaligus oleh dana pensiun PT Surya yang
pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan. Karena jumlahnya tidak
melebihi Rp. 8.640.000,00 maka atas uang tebusan pensiun yang dibayarkan
kepada Amat tidak dipotong PPh Pasal 21.b. atas penghasilan bruto sebagaimana di maksud dalam angka 1 huruf b diatas dipotong
pajak sebesar :1) 10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto apabila penghasilan bruto tidak lebih dari
Rp 25 000 000 00 (dua puluh lima juta rupiah);2) 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto apabila penghasilan bruto lebih dari
Rp 25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah).Dalam hal penghasilan bruto sebagaimana dimaksud di atas jumlahnya
Rp 17.280.000,00 (tujuh belas juta dua ratus delapan puluh ribu rupiah) atau kurang,
maka dikecualikan dari pemotongan pajak.Contoh :
1. Budiman pegawai PT Sentosa mulai tanggal 1 April 1999 berhenti bekerja dan
menerima pesangon sebesar Rp 40.000.000,00. PT Sentosa wajib memotong
PPh Pasal 21 yang bersifat final atas pesangon tersebut sebesar :
15% x Rp 40.000.000,00 = Rp 6.000.000,00.2. Subroto pegawai PT Indah mulai tanggal 1 April 1999 berhenti bekerja dan
menerima pesangon sebesar Rp. 15.000.000,00. Karena jumlah yang dibayarkan
masih kurang dari Rp 17.280.000,00 maka atas pembayaran pesangon tersebut
tidak dipotong PPh Pasal 21.c. atas penghasilan bruto sebagaimana dimaksud dalam angka 1 huruf c di atas dipotong
pajak sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto.Contoh :
1. Rudy seorang pemain golf profesional pada bulan Maret 1999 menjuarai
turnamen golf yang diselenggarakan oleh suatu asosiasi bisnis di Jakarta.
Rudy menerima hadiah sebesar Rp. 250.000.000,00. Terhadap hadiah tersebut
maka panitia penyelenggara wajib memotong PPh Pasal 21 sebesar :
15% x Rp. 250.000.000,00 = Rp. 37.500.000,00.2. Adrian adalah seorang petenis professional. Pada bulan Juli 1999 dia menjuarai
turnamen tennis Jepang terbuka dan menerima hadiah sebesar US$ 250,000
dari penyelenggara pertandingan.Ketentuan pemotongan pajak atas hadiah sebagaimana yang diatur dalam
Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 462/KMK.04/1998 adalah ditujukan bagi
perlombaan yang diadakan di Indonesia. Oleh karena itu atas hadiah yang
diterima di luar negeri tidak dipotong PPh Pasal 21 sebagaimana yang diatur
di dalam Keputusan Menteri Keuangan tersebut. Namun demikian penghasilan
sebesar US$ 250,000 tersebut harus dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh dan
digabungkan dengan penghasilan lainnya dan dikenakan tarif Pasal 17
Undang-undang PPh.Apabila di Jepang penghasilan sebesar US$ 250,000 telah dikenakan pajak,
maka pajak tersebut merupakan kredit pajak sesuai ketentuan sebagaimana
yang di atur di dalam Pasal 24 Undang-undang PPh.d. atas penghasilan bruto sebagaimana dimaksud dalam angka 1 huruf d di atas dipotong
pajak sebesar 10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto.3. Dengan berlakunya Surat Edaran ini maka Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor :
SE-11/PJ.43/1996 tanggal 14 Februari 1996 tentang Perubahan Keputusan Menteri Keuangan
Nomor 598/KMK.04/1994, dan ketentuan lain yang bertentangan dengan Surat Edaran ini
dinyatakan tidak berlaku.4. Ketentuan tersebut mulai berlaku atas pembayaran penghasilan yang dibayarkan sejak tanggal
1 Januari 1999.Demikian untuk diketahui dan dilaksanakan sebagaimana mestinya.
DIREKTUR JENDERAL PAJAK
ttd.
A. ANSHARI RITONGAbenarkah yang ini maksudnya?
yap benar..
masih gak mudeng …
gak ada istilah mesin di pph final pasal 4 ayat 2- Originaly posted by hendrioye:
masih gak mudeng …
gak ada istilah mesin di pph final pasal 4 ayat 2sewa mesin adalah objek PPh Pasal 23.
Lihat dalam list PMK 244 Tahun 2008Salam
pak hanif, yang menyewakan orang pribadi, masuk pph 23 juga ya pak?
- Originaly posted by hendrioye:
pak hanif, yang menyewakan orang pribadi, masuk pph 23 juga ya pak?
stahu sy sih PPh 21
mohon koreksi
- Originaly posted by rowa:
stahu sy sih PPh 21
lho, tadi pph final, sekarang pph 21… piye toh?