Media Komunitas Perpajakan Indonesia › Forums › PPh Orang Pribadi › ortu sudah pensiun,tdk pny npwp, punya harta diperoleh thn 80an dan 90an, mau dijual
ortu sudah pensiun,tdk pny npwp, punya harta diperoleh thn 80an dan 90an, mau dijual
orang tua sudah pensiun dan tidak punya npwp, sekarang mau menjual harta, misal rumah yg dibeli pd thn 80an dgn perolehan 5jt. jika sekarang mau dijual seharga misal 250jt, sedangkan untuk jual rumah hrs punya npwp.Jadi apakah ortu saya harus punya npwp dulu untuk jual rumah, walaupun sudah lama pensiun, dan harta diperoleh sudah lama skali?lalu jika sudah dijual, apakah kena pph?sebesar apa yg dikenakan, krn jika melihat dr segi nilai mata uang pd thn 80an dan skrg kan sudah beda jauh, apakah saya hrs mengakui keuntungan sebesar 245 jt?bgmn pelaporannya jika dikaitkan juga dengan sunset policy?Mohon bantuannya ,thx
Dear Friend Air 123
Sesuai ketentuan yang berlaku maka atas transaksi tanah dan atau bangunan diwajibkan memiliki NPWP dan Notaris menolak AJB jika tanpa NPWP.
SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR SE-49/PJ/2008
TENTANG
PELAKSANAAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 35/PJ/2008 TENTANG KEWAJIBAN PEMILIKAN NOMOR POKOK WAJIB PAJAK DALAM RANGKA PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN
DIREKTUR JENDERAL PAJAK
Dalam rangka pelaksanaan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 35/PJ/2008 tentang Kewajiban Pemilikan Nomor Pokok Wajib Pajak dalam rangka Pengalihan Hak atas Tanah dan / atau Bangunan, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut:
1. Terhadap pembayaran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan Pajak Penghasilan (PPh) atas penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan dalam hal transaksi jual-beli dan lelang, Wajib Pajak wajib mencantumkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dalam formulir Surat Setoran BPHTB (SSB) ataupun Surat Setoran Pajak (SSP);
2. Batasan NJOP dan NPOP yang dikecualikan dari kewajiban pencantuman NPWP dalam SSB oleh Wajib Pajak Orang pribadi adalah sebesar kurang dari Rp. 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah);
3. Batasan PPh terutang yang dikecualikan dari kewajiban pencantuman NPWP dalam SSP oleh Wajib Pajak Orang Pribadi untuk pembayaran PPh atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan adalah sebesar kurang dari Rp 3.000.000,00 (tiga juta rupiah);
4. Berkenaan dengan hal diatas, diminta agar Saudara melakukan sosialisasi secara intensif kepada pihak-pihak yang terkait dengan pelaksanaan Peraturan Direktur Jenderal Pajak dimaksud, antara lain kepada Masyarakat Wajib Pajak, Notaris/PPAT, Badan Pertanahan Nasional, Bank Persepsi, Pemerintah Daerah dan instansi terkait lainnya;
5. Untuk mendukung kelancaran pelaksanaan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 35/PJ/2008 ini, agar Saudara memberikan pelayanan pendaftaran NPWP kepada Wajib Pajak sebaik-baiknya dengan memperhatikan jangka waktu penyelesaian.
Demikian untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 09 September 2008
Direktur Jenderal
ttd.
Darmin Nasution
NIP 130605098
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR 35/PJ/2008
TENTANG
KEWAJIBAN PEMILIKAN NOMOR POKOK WAJIB PAJAK DALAM RANGKA PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Menimbang :
bahwa dalam rangka mendorong kesadaran masyarakat dalam penggunaan Nomor Pokok Wajib Pajak sebagai identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya dan sehubungan dengan kegiatan ekstensifikasi Wajib Pajak, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Kewajiban Pemilikan Nomor Pokok Wajib Pajak dalam rangka Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan;
Mengingat :
1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4740);
2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3985);
3. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3688) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3988);
4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 1994 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Pengalihan Hak Atas Tanah Dan/Atau Bangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 77, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3580) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 79 Tahun 1999 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 170, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3891);
5. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 635/KMK.04/1994 tentang Pelaksanaan Pembayaran Dan Pemungutan Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Pengalihan Hak Atas Tanah Dan/Atau Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 392/KMK.04/1996;
6. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 517/KMK.04/2000 tentang Penunjukan Tempat Dan Tata Cara Pembayaran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan
7. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-269/PJ/2001 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembayaran Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan Dan Bentuk Serta Fungsi Surat Setoran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (SSB);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG KEWAJIBAN PEMILIKAN NOMOR POKOK WAJIB PAJAK DALAM RANGKA PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN.
Pasal 1
Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang dimaksud dengan :
1. Nomor Pokok Wajib Pajak yang selanjutnya disebut dengan NPWP adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
2. Surat Setoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang selanjutnya disebut dengan SSB adalah surat yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk melakukan pembayaran atau penyetoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang terutang ke Kas Negara melalui Tempat Pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dan sekaligus untuk melaporkan data perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
3. Surat Setoran Pajak yang selanjutnya disebut dengan SSP adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke kas negara melalui Kantor Penerima Pembayaran.
4. Nilai Jual Objek Pajak yang selanjutnya disebut dengan NJOP adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, Nilai Jual Objek Pajak ditentukan melalui perbandingan harga dengan obyek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau Nilai Jual Objek Pajak Pengganti.
5. Nilai Perolehan Objek Pajak yang selanjutnya disebut dengan NPOP adalah harga transaksi yang tercantum dalam akta jual-beli atau harga transaksi yang tercantum dalam Risalah Lelang.
6. Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan adalah pengalihan hak yang terjadi karena jual beli atau penunjukan pembeli dalam lelang.
7. Penunjukan pembeli dalam lelang adalah penetapan pemenang lelang oleh Pejabat Lelang sebagaimana yang tercantum dalam Risalah Lelang.
Pasal 2
(1) Atas pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dengan menggunakan SSB yang disebabkan adanya pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan wajib dicantumkan NPWP yang dimilki Wajib Pajak yang bersangkutan.
(2) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah SSB yang digunakan untuk pembayaran BPHTB oleh Wajib Pajak Orang Pribadi dengan NJOP dan NPOP yang dialihkan kurang dari Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).
Pasal 3
(1) Atas pembayaran Pajak Penghasilan (PPh) dengan menggunakan SSP atas penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, wajib dicantumkan NPWP yang dimiliki Wajib Pajak yang bersangkutan
(2) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah SSP yang digunakan untuk pembayaran PPh atas penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi dengan jumlah pajak yang harus dibayar kurang dari Rp 3.000.000,00 (tiga juta rupiah).
Pasal 4
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 09 September 2008
DIREKTUR JENDERAL PAJAK
ttd.
DARMIN NASUTION
NIP 130605098Demikian semoga bermanfaat.
Regard's
RITZKY FIRDAUS.
- Originaly posted by air123:
Jadi apakah ortu saya harus punya npwp dulu untuk jual rumah, walaupun sudah lama pensiun, dan harta diperoleh sudah lama skali?lalu jika sudah dijual, apakah kena pph?
kalau sekarang dengan terbitnya aturan spt yg disampaikan pak Ritzky diatas,
ya harus buat NPWP, mengenai PPh atas pengalihan hak tanah & bangunan (BPHTB) sebesar 5% adn bersifat final. sebelumnya makasih atas info dr pak Ritzky dan pak Budianto,sesuai dgn penjelasannya, berarti saya hanya dikenakan 5%?Mungkin bisa dibantu dgn ilustrasi perhitungannya, krn saya msh bingung.jk punya npwp berarti hrs melaporkan spt tahunan, bgmn cara pengisian untuk penjualan rumah ini,jika dlm periode sunset policy ini ortu sudah tdk berpenghasilan, selain asset yg dimiliki dan misalnya jual rumah di thn 2008?mohon bantuaanya lagi, makasih