Media Komunitas Perpajakan Indonesia Forums PPh Orang Pribadi norma petugas dinas luar asuransi

  • norma petugas dinas luar asuransi

     wahyusolo updated 14 years, 9 months ago 11 Members · 25 Posts
  • junjungansitohang

    Member
    8 February 2010 at 9:21 am
  • junjungansitohang

    Member
    8 February 2010 at 9:21 am

    salam rekan ortax
    mohon pencerahan:
    apakah petugas dinas luar asuransi yang bukan pegawai disuatu perusahaan dapat menggunakan norma dalam tahun pajak sebelum 2009?
    salam

  • Hanif

    Member
    8 February 2010 at 9:27 am

    kalau sebelum tahun 2009, kayaknya belum deh rekan junjungan

    Salam

  • junjungansitohang

    Member
    8 February 2010 at 9:29 am

    rekan hanif…
    terima kasih rekan hanif
    salam….

  • begawan5060

    Member
    8 February 2010 at 3:10 pm

    Kalo menurut saya, bisa..

  • Albert

    Member
    8 February 2010 at 3:38 pm

    Setuju rekan begawan.

    Persentase Norma Penghitungan Penghasilan Neto bagi PETUGAS DINAS LUAR ASURANSI dan distributor perusahaan MLM atau direct selling adalah sebagaimana diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-536/PJ/2000 tentang Norma Penghitungan Penghasilan Neto Bagi Wajib Pajak Yang Dapat Menghitung Penghasilan Neto Dengan Menggunakan Norma Penghitungan, dengan penegasan sebagai berikut:
    a. PETUGAS DINAS LUAR ASURANSI diklasifikasikan dalam jenis usaha "Pekerjaan bebas bidang profesi lainnya".
    b. Distributor perusahaan MLM atau direct selling diklasifikasikan dalam jenis usaha sebagai berikut:
    1) atas penjualan barang dari perusahaan MLM atau direct selling termasuk dalam jenis usaha "Perdagangan eceran barang-barang hasil industri pengolahan";
    2) atas pengembangan jaringan usaha MLM atau direct selling termasuk dalam jenis usaha "Pekerjaan bebas bidang profesi lainnya".

  • junjungansitohang

    Member
    8 February 2010 at 5:38 pm

    terimakasih rekan-rekan
    salam

  • free85

    Member
    8 February 2010 at 5:54 pm
    Originaly posted by hanif:

    kalau sebelum tahun 2009, kayaknya belum deh rekan junjungan

    sependapat dengan rekan hanif..

  • edisuryadi2

    Member
    8 February 2010 at 6:06 pm

    Ini Dasar dari Pak Begawan pada Tahun 2009
    SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
    NOMOR SE – 100/PJ/2009

    TENTANG

    PENGGUNAAN NORMA PENGHITUNGAN PENGHASILAN NETO
    BAGI PETUGAS DINAS LUAR ASURANSI DAN
    DISTRIBUTOR PERUSAHAAN MULTILEVEL MARKETING ATAU DIRECT SELLING

    DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

    Sehubungan dengan banyaknya pertanyaan mengenai penggunaan Norma Penghitungan Penghasilan Neto bagi petugas dinas luar asuransi dan distributor perusahaan multilevel marketing (MLM) atau direct selling untuk penghitungan Pajak Penghasilan terutang dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut :1. Berdasarkan Pasal 14 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 diatur bahwa Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang peredaran brutonya dalam 1 (satu) tahun kurang dari Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) boleh menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dengan syarat memberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan.
    2. Wajib Pajak orang pribadi dengan profesi : a. petugas dinas luar asuransi yang kegiatannya memberikan jasa dalam memasarkan jasa asuransi untuk dan atas nama penanggung;
    b. distributor perusahaan MLM atau direct selling yang kegiatannya melakukan: 1) penjualan barang dari perusahaan MLM atau direct selling; dan/atau
    2) pengembangan jaringan usaha MLM atau direct selling,

    termasuk dalam kategori Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas sebagaimana dimaksud dalam butir 1 sepanjang petugas dinas luar asuransi dan distributor perusahaan MLM atau direct selling tersebut tidak berstatus sebagai pergawai dari perusahaan terkait.
    3. Perusahaan dinas luar asuransi sebagaimana dimaksud dalam butir 2 huruf a dan distributor perusahaan MLM atau direct selling sebagaimana dimaksud dalam butir 2 huruf b boleh menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto, dengan syarat :
    peredaran brutonya dalam 1 (satu) tahun kurang dari Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah); dan
    memberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan.
    4. Persentase Norma Penghitungan Penghasilan Neto bagi petugas dinas luar asuransi dan distributor perusahaan MLM atau direct selling adalah sebagaimana diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-536/PJ/2000 tentang Norma Penghitungan Penghasilan Neto Bagi Wajib Pajak Yang Dapat Menghitung Penghasilan Neto Dengan Menggunakan Norma Penghitungan, dengan penegasan sebagai berikut : a. petugas dinas luar asuransi diklasifikasikan dalam jenis usaha "Pekerjaan bebas bidang profesi lainnya".
    b. Distributor perusahaan MLM atau direct selling diklasifikasikan dalam jenis usaha sebagai berikut : 1) atas penjualan barang dari perusahaan MLM atau direct selling termasuk dalam jenis usaha "Perdagangan eceran barang-barang hasil industri pengolahan";
    2) atas pengembangan jaringan usaha MLM atau direct selling termasuk dalam jenis usaha "Pekerjaan bebas bidang profesi lainnya".

    5. Contoh Penghitungan penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan neto bagi petugas dinas luar asuransi dan distributor perusahaan MLM atau direct selling adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran Surat Edaran ini.

    Demikian untuk menjadi perhatian dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

    Ditetapkan di Jakarta
    pada tanggal 12 Oktober 2009
    Direktur Jendera Pajak,

    ttd.

    Mochamad Tjiptardjo
    NIP 060044911

  • edisuryadi2

    Member
    8 February 2010 at 6:07 pm

    keputusan diatas menghapus KEP-536/PJ/2000
    KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
    NOMOR KEP – 536/PJ./2000

    TENTANG

    NORMA PENGHITUNGAN PENGHASILAN NETO BAGI WAJIB PAJAK
    YANG DAPAT MENGHITUNG PENGHASILAN NETO DENGAN MENGGUNAKAN NORMA PENGHITUNGAN

    DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

    Menimbang :

    bahwa dalam rangka melaksanakan Pasal 14 ayat (2), ayat (3) dan ayat (5) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 perlu menetapkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang Norma Penghitungan Penghasilan Neto Bagi Wajib Yang Dapat Menghitung Penghasilan Neto Dengan Menggunakan Norma Penghitungan;

    Mengingat :
    Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3984);
    Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000

    (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 127; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3985);

    MEMUTUSKAN :

    Menetapkan :

    KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG NORMA PENGHITUNGAN PENGHASILAN NETO BAGI WAJIB PAJAK YANG DAPAT MENGHITUNG PENGHASILAN NETO DENGAN MENGGUNAKAN NORMA PENGHITUNGAN.

    Pasal 1(1)
    Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dengan peredaran bruto sebesar Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) atau lebih dalam 1 (satu) tahun wajib menyelenggarakan pembukuan.
    (2)
    Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dengan peredaran bruto di bawah Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) tahun wajib menyelenggarakan pencatatan, kecuali Wajib Pajak yang bersangkutan memilih menyelenggarakan pembukuan.
    (3)
    Wajib Pajak orang pribadi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) yang tidak memilih untuk menyelenggarakan pembukuan, menghitung penghasilan neto usaha atau pekerjaan bebasnya dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto.

    Pasal 2(1)
    Wajib Pajak yang menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 wajib memberitahukan mengenai penggunaan Norma Penghitungan kepada Direktur Jenderal Pajak paling lama 3 (tiga) bulan sejak awal tahun pajak yang bersangkutan.
    (2)
    Pemberitahuan penggunaan Norma Penghitungan Penghasilan Neto yang disampaikan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dianggap disetujui kecuali berdasarkan hasil pemeriksaan ternyata Wajib Pajak tidak memenuhi persyaratan untuk menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto.
    (3)
    Wajib Pajak yang tidak memberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dianggap memilih menyelenggarakan pembukuan.

    Pasal 3(1)
    Wajib Pajak yang wajib menyelenggarakan pembukuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1), Wajib Pajak yang memilih menyelenggarakan pembukuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2), dan Wajib Pajak yang dianggap memilih menyelenggarakan pembukuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3), yang ternyata tidak atau tidak sepenuhnya menyelenggarakan pembukuan, penghasilan netonya dihitung dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto.
    (2)
    Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 50% (lima puluh persen) dari Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang dibayar dalam tahun pajak yang bersangkutan.

    Pasal 4(1)
    Norma Penghitungan Penghasilan Neto dikelompokkan menurut wilayah sebagai berikut :
    10 (sepuluh) ibukota propinsi yaitu Medan, Palembang, Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Denpasar, Manado, Makassar, dan Pontianak;
    ibukota propinsi lainnya;
    daerah lainnya.
    (2)
    Daftar Persentase Penghasilan Neto adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Keputusan ini.

    Pasal 5(1)
    Penghitungan penghasilan neto Wajib Pajak yang mempunyai lebih dari satu jenis usaha atau pekerjaan bebas, dilakukan terhadap masing-masing jenis usaha dengan memperhatikan pengelompokan wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.
    (2)
    Penghasilan neto Wajib Pajak yang mempunyai lebih dari satu jenis usaha adalah penjumlahan penghasilan neto dari masing-masing jenis usaha atau pekerjaan bebas yang dihitung sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

    Pasal 6(1)
    Penghasilan neto bagi tiap jenis usaha dihitung dengan cara mengalikan angka persentase Norma Penghitungan Penghasilan Neto dengan peredaran bruto atau penghasilan bruto dari kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dalam 1 (satu) tahun.
    (2)
    Dalam menghitung besarnya Pajak Penghasilan yang terutang oleh Wajib Pajak orang pribadi, sebelum dilakukan penerapan tarif umum terlebih dahulu dihitung Penghasilan Kena Pajak dengan mengurangkan Penghasilan Tidak Kena Pajak dari penghasilan neto sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

    Pasal 7

    Petunjuk penggunaan Norma Penghitungan Penghasilan Neto adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran II Keputusan ini.

    Pasal 8(1)
    Dengan berlakunya keputusan ini, Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-01/PJ.7/1991 tanggal 9 Januari 1991 dan KEP-02/PJ.7/1991 tanggal 9 Januari 1991 dinyatakan tidak berlaku lagi.
    (2)
    Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku untuk Tahun Pajak 2001 dan seterusnya.

    Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

    Ditetapkan di Jakarta
    pada tanggal 29 Desember 2000
    DIREKTUR JENDERAL,

    ttd

    MACHFUD SIDIK

  • edisuryadi2

    Member
    8 February 2010 at 6:08 pm

    Maka dengan ini bahwa keputusan penggunaan norma petugas dinas luar asuransi sebelum tahun 2009 sudah diatur pada KEP – 536/PJ./2000. Demikian menurut pendapat saya.

  • edisuryadi2

    Member
    8 February 2010 at 6:13 pm

    Maaf ralat. bukan dihapus tetapi SE – 100/PJ/2009 menerangkan penggunaan Norma pada KEP – 536/PJ./2000 yaitu point 4 " …….Persentase Norma Penghitungan Penghasilan Neto bagi petugas dinas luar asuransi dan distributor perusahaan MLM atau direct selling adalah sebagaimana diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-536/PJ/2000 tentang Norma Penghitungan Penghasilan Neto Bagi Wajib Pajak Yang Dapat Menghitung Penghasilan Neto Dengan Menggunakan Norma Penghitungan, dengan penegasan sebagai berikut : a. petugas dinas luar asuransi diklasifikasikan dalam jenis usaha "Pekerjaan bebas bidang profesi lainnya".

  • free85

    Member
    8 February 2010 at 6:14 pm

    SURAT DIRJEN PAJAK
    NOMOR S-137/PJ.43/2003 TANGGAL 23 APRIL 2003
    TENTANG
    PERHITUNGAN PPH PASAL 21 ATAS PETUGAS DINAS LUAR ASURANSI

    Sehubungan dengan surat Saudara Nomor XXX tanggal 10 April 2003 perihal seperti pada pokok surat dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut:
    1. Saudara mengajukan permohonan penjelasan mengenai:
    a. Bagaimana cara penghitungan PPh Pasal 21 atas komisi yang diterima oleh Petugas Dinas LUAR ASURANSI Jiwa? Apakah dihitung pada setiap saat pembayaran komisi? Apakah dihitung berdasarkan akumulasi komisi yang disetahunkan?
    b. Apakah perusahaan asuransi jiwa diwajibkan untuk menghitung SPT Tahunan PPh 21 setiap Petugas Dinas Luar? Apakah hal ini menjadi tanggung jawab dari Petugas Dinas Luar itu sendiri? (catatan; petugas dinas LUAR ASURANSI adalah bukan karyawan tetap dan dapat bekerja berpindah-pindah dari satu perusahaan ke perusahaan lainnya).
    2. Berdasarkan Memori Penjelasan Pasal 21 ayat (1) huruf a Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang nomor 17 TAHUN 2000 antara lain diatur bahwa Pemberi Kerja yang wajib melakukan pemotongan, penyetoran dan pelaporan pajak adalah orang pribadi ataupun badan yang merupakan induk, cabang, perwakilan atau unit perusahaan, yang membayar atau terutang gaji, upah, tunjangan, honorarium, dan pembayaran lain dengan nama apapun kepada pengurus, pegawai atau bukan pegawai, sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan yang dilakukan. Dalam pengertian pemberi kerja termasuk juga organisasi internasional yang tidak dikecualikan dari kewajiban memotong pajak.
    3. Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-161/PJ./2001 tanggal 21 Februari 2001 tentang Jangka Waktu Pendaftaran dan Pelaporan Kegiatan Usaha, Tata Cara Pendaftaran dan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak serta Pengukuhan dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak diatur antara lain bahwa Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas, apabila sampai dengan satu bulan memperoleh penghasilan yang jumlahnya telah melebihi PTKP setahun, wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP paling lambat akhir bulan berikutnya.
    4. Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-545/PJ./2000 tanggal 8 Mei 2001 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan, Penyetoran, Dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 Dan Pasal 26 Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, Dan Kegiatan Orang Pribadi antara lain diatur bahwa:
    a. Pasal 11 huruf a:
    Tarif berdasarkan Pasal 17 Undang-undang PPh diterapkan atas penghasilan bruto berupa komisi yang diterima oleh petugas dinas LUAR ASURANSI;
    b. Pasal 21 ayat (1):
    Pemotong Pajak wajib menghitung, memotong dan menyetorkan PPh Pasal 21 dan Pasal 26 yang terutang untuk setiap bulan takwim;
    c. Pasal 21 ayat (5):
    Pemotong Pajak wajib memberikan bukti pemotongan PPh Pasal 21 atau PPh Pasal 26 baik diminta maupun tidak pada saat dilakukannya pemotongan Pajak kepada orang pribadi bukan pegawai tetap;
    d. Pasal 23 ayat (1):
    Pemotong Pajak wajib mengisi, menandatangani, dan menyampaikan SPT Tahunan PPh Pasal 21 ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Pemotong Pajak terdaftar atau kantor Penyuluhan Pajak setempat.
    5. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas ditegaskan bahwa:
    a. Terhadap penghasilan berupa komisi dan penghasilan lain dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diterima atau diperoleh oleh petugas dinas LUAR ASURANSI yang bukan merupakan pegawai tetap, maka PPh Pasal 21 terutang dihitung dengan menggunakan tarif Pasal 17 Undang-undang PPh yang diterapkan atas jumlah penghasilan bruto setiap kali penghasilan berupa komisi dan penghasilan lain dengan nama dan dalam bentuk apapun tersebut diterima atau diperoleh;
    b. Perusahaan Asuransi sebagai Pemotong PPh Pasal 21 mempunyai hak dan kewajiban sebagai berikut:
    i. Mendaftarkan diri sebagai wajib Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat kedudukan Wajib Pajak atau tempat kegiatan usaha dilakukan dan kepadanya diberikan NPWP;
    ii. Menghitung, memotong dan menyetorkan PPh Pasal 21 dan atau PPh Pasal 26 yang terutang untuk setiap bulan takwim;
    iii. Memberikan bukti pemotongan PPh Pasal 21 dan atau PPh Pasal 26 baik diminta maupun tidak pada saat dilakukannya pemotongan Pajak kepada petugas dinas LUAR ASURANSI yang bukan sebagai pegawai tetap;
    iv. Mengisi, menandatangani, dan menyampaikan SPT Masa dan Tahunan PPh Pasal 21 ke Kantor Pelayanan Pajak tempat perusahaan asuransi terdaftar atau Kantor Penyuluhan Pajak setempat;
    c. Petugas Dinas LUAR ASURANSI yang bukan sebagai pegawai tetap mempunyai hak dan kewajiban sebagai berikut:
    i. Mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP apabila telah memperoleh penghasilan yang jumlahnya melebihi PTKP setahun sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir 3;
    ii. Mengisi dan menyampaikan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi ke Kantor Pelayanan Pajak tempat petugas dinas LUAR ASURANSI terdaftar.
    Demikian agar menjadi maklum.

    DIREKTUR,
    ttd
    SUMIHAR PETRUS TAMBUNAN

  • free85

    Member
    8 February 2010 at 6:16 pm

    SURAT DIRJEN PAJAK
    NOMOR S-477/PJ.313/2003 TANGGAL 18 JULI 2003
    TENTANG
    KLARIFIKASI KETENTUAN PPH PASAL 21 ATAS PEMBAYARAN KOMISI

    Sehubungan dengan surat Saudara tanpa nomor tanggal 19 Mei 2003 perihal tersebut di atas, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut:
    1. Dalam surat tersebut, Saudara mengemukakan bahwa:
    a. PT ABC dalam memasarkan produk-produk asuransinya menggunakan jasa agen asuransi perorangan yang merupakan pihak independen dan bukan karyawan perusahaan, dan mendapatkan imbalan komisi berdasarkan jumlah pelanggan yang didapat dan nilai pertanggungan asuransi, sehingga jumlah komisi yang dibayarkan bervariasi setiap bulannya;
    b. Saudara mohon penegasan mengenai PPh Pasal 21 yang harus dipotong setiap bulan atas komisi yang dibayarkan kepada agen asuransi perorangan, apabila (misalnya) bulan Januari 2003 dibayar komisi sebesar Rp 20.000.000,-, bulan Pebruari 2003 dibayar komisi sebesar Rp 35.000.000,- dan bulan April 2003 dibayar komisi sebesar Rp 32.500.000,-.
    2. Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-545/PJ./2000 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan Pasal 26 Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi, antara lain diatur bahwa:
    a. Pasal 5 ayat (1) huruf e angka 12, termasuk penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah komisi dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang diterima oleh petugas dinas LUAR ASURANSI;
    b. Pasal 11 huruf a, tarif berdasarkan Pasal 17 Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang nomor 17 TAHUN 2000 diterapkan atas penghasilan bruto berupa komisi dan pembayaran lain dengan nama apapun sebagai imbalan atas jasa atau kegiatan, termasuk yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf e angka 2 sampai dengan angka 12;
    c. Lampiran Romawi V angka 2, contoh penghitungan PPh Pasal 21 atas komisi yang dibayarkan kepada penjaja barang dagangan dan petugas dinas LUAR ASURANSI:
    Budi adalah seorang petugas dinas LUAR ASURANSI yang bukan pegawai tetap dari PT XYZ. Dalam bulan Januari 2001 menerima komisi sebesar Rp 1.500.000,00.
    Penghitungan PPh Pasal 21 : 5% x Rp 1.500.000,00 = Rp 75.000,00.
    3. Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas, dengan ini dapat ditegaskan bahwa:
    a. Atas penghasilan berupa imbalan komisi yang diterima/diperoleh oleh agen asuransi perorangan yang bukan pegawai tetap pada PT ABC wajib dipotong PPh Pasal 21 pada saat diterima atau terutangnya penghasilan sebesar penerapan tarif Pasal 17 UU PPh atas jumlah penghasilan bruto yang dihitung secara kumulatif bertingkat tanpa pengurangan biaya jabatan dan PTKP;
    b. Atas contoh imbalan komisi yang dibayarkan kepada agen asuransi perorangan seperti tersebut pada butir 1 huruf b di atas, maka perhitungan PPh Pasal 21 yang harus dipotong oleh PT ABC sebagai berikut:
    – Bulan Januari 2003 : 5% x Rp 20.000.000,- =Rp 1.000.000,-
    – Bulan Pebruari 2003 : 5% x Rp 5.000.000,- =Rp 250.000,-
    10% x Rp 25.000.000,- =Rp 2.500.000,-
    15% x Rp 5.000.000,- =Rp 750.000,-
    ————————-
    Jumlah =Rp 3.500.000,-
    – Bulan April 2003 : 15% x Rp 32.500.000,- =Rp 4.875.000,-
    Demikian penegasan kami agar Saudara maklum.

    A.n. DIREKTUR JENDERAL
    DIREKTUR
    ttd
    IGN MAYUN WINANGUN

  • free85

    Member
    8 February 2010 at 6:20 pm

    Jadi pendapat saya sebelum 2009 ga pake norma…gimana jadinya tuh?

Viewing 1 - 15 of 25 replies

Original Post
0 of 0 posts June 2018
Now