Media Komunitas Perpajakan Indonesia Forums PPh Pemotongan/Pemungutan Mohon opininya mengenai pemotongan PPh 23 atas Jasa Transportasi ( Transporter )

  • Mohon opininya mengenai pemotongan PPh 23 atas Jasa Transportasi ( Transporter )

  • Kumkum

    Member
    19 August 2009 at 2:29 pm

    lihat saja d kontrak/perjanjian atau tagihannya disebutkan sewa atau pengiriman? kalau pengiriman tentunya tdk dipotong PPh 23 terlepas apakah yang dikirim hanya barang kita atau bersama dgn brg org lain.

    kalau memang hanya barang kita yang dikirim apa jadi masalah?

  • aji_21

    Member
    19 August 2009 at 2:34 pm

    Kemungkinan Pihak dari jasa pengurusan transportasi-nya member ortax juga karena file yang dilampirkannya dikutip dari klinik pajak yg ada di web ortax…

    saya setuju dengan rekan hanif, sebagaimana disebutkan pd disclaimer ortax :

    Seluruh informasi dan data yang ada dalam Klinik disediakan untuk keperluan pendidikan semata. Informasi yang disajikan, sebagian atau seluruhnya, tidak ditujukan sebagai suatu saran/nasihat pajak profesional dan tidak dapat dijadikan dasar bagi pemenuhan kewajiban perpajakan.

  • albert006851

    Member
    19 August 2009 at 4:01 pm

    Trims rekan hanif atas penjelasannya.

  • denyut

    Member
    19 August 2009 at 5:53 pm
    Originaly posted by hanif:

    dari beberapa penjelasan tentang jasa ini saya berpendapat bahwa jasa freight forward adalah objek PPh Pasal 23, karena termasuk dalam kategori jasa perantara.

    Pak Hanif,
    Mohon apabila ada pembahasan tentang masalah ini, diberitahukan kepada saya articlenya dari konsultan atau kantor pajak mana saja yg membahas. Terima kasih.

  • denwij33

    Member
    19 August 2009 at 7:12 pm

    Dear all,

    Mengenai Jasa Freight Forwarding apakah merupakan objek PPh 23 yang dianalogikan sebagai Jasa Perantara.

    Jasa Freight Forwarding tidak sama dengan Jasa Perantara.

    Karena, Jasa Freight Forwarding memerlukan pengetahuan bersifat khusus sedangkan Jasa Perantara (calo) tidak memerlukan.

    Seorang Freight Forwarder mewakili pemilik barang untuk memindahkan barang dari suatu tempat ke tempat yang dituju. sehingga, seorang forwarder harus mengkoordinir atas keberadaan barang tsb mulai jenis barang yang dikirim, harus menggunakan alat transportasi jenisnya apa?, tempat penyimpanannya seperti apa?. Semua alat dan tempat yang akan melaksanakan seluruh kegiatan tersebut tidak seluruh forwarder miliki dengan kata lain forwarder pun harus menyewa ke pihak lain bisa dikatakan sebagai Cost Of Sales-nya si forwarder.

    Sebagai revenue-nya adalah jasa freight forwarder, yang merupaakan bukan objek pph 23 sejak 9 April 2007.

    Kalau memang jasa freight forwarder dikenakan PPh 23 seperti yang teerjadi pada tanggal 1 s/d 8 April 2007, maka organisasi yang menaungi usaha kami akan memprotes atau menanyakannya kembali kepada DJP seperti 2 tahun yang lalu, saya pernah di undang mengenai masalah ini untuk membahasnya dengan GAFEKSI dan IATA.

    Disana kami membahas mengenai proses bisnis kami yang sebenarnya.
    dimana permasalahan intinya adalah Apabila Industri Freight Forwarder dikenakan sebagai Objek Pajak PPh 23 maka akibatnya adalah PPH Lebih bayar setiap tahun bahkan cashflow kami pun akan kedodoran karena sebagian banyak bahkan rugi untuk membayar pajak.

    Jadi jangan dilihat per item seluruh kegiatan kami, kalau memang mau melihat seperti itu habis lah kami, semua forwarder akan berhenti. Apa efeknya barang semua di pelabuhan tidak berjalan. Memang Industri forwarder adalah harusnya diatur tersendiri atau lex specialist derogat lex generalis (seperti di UU Pajak Lainnya).

    Kalau dilihat PPh 23 maka penghasilan tersebut dilihat dari industri yang bersifat umum. Sedangkan Freight Forwarder seperti Industri yang bersifat strategis dalam rangka menjalankan dunia perekonomian khususnya dibidang logistik, layaknya seperti Jangkar

    Akibatnya adalah muncul lah Per- 70, yang tidak menyebutkan Freight Forwarder sebagai Objek PPh 23. Tidak mudah untuk merubah ketentuan perpajakan seumur jagung seperti Per 178 ke Per 70. Itu harus ada kekuatan organisasi yang menaunginya seperti kurir, biro perjalanan wisata, perusahaan kargo lainnya, dan harus juga dirundingi dengan Menteri Keuangan.

    Berikut Analisa Margin Freight Forwarder:

    Contoh

    Revenue 1000
    Cost 995 (penumpukan, transportasi, packing, pembersihan barang)

    Berapa margin ??? Hanya 0.5 %

    Margin usaha Freight Forwarder sangat kecil itu belum dikurangi OPEX kami, bagaimana jika Penghasilan bruto kami dipotong dengan PPh 23, coba bapak2 atau ibu2 pikirkan apa yang akan terjadi selama setahun dengan perusahaan kami.

    Mengapa kami tidak ingin seperti Jasa Freight Forwarder, Jasa Kurir, Jasa agen perjalanan, Jasa Biro Perjalanan Wisata tidak ingin jasa-jasa yang diberikan sebagai Objek PPh 23.

  • denwij33

    Member
    19 August 2009 at 7:36 pm

    Untuk lebih jelasnya lihat S-785/PJ.032/2007

  • Aries Tanno

    Member
    19 August 2009 at 10:29 pm

    ralat ya, yang saya maksudkan dengan PMK 252 tahun 2008 adalah PMK 244 Tahun 2008.

    salam

  • Aries Tanno

    Member
    19 August 2009 at 11:28 pm

    membaca uarain rekan denwij33, saya sekarang lebih paham tentang jasa freight forwarder. cuma, masalahnya, beberapa surat dari DJP (NOMOR S – 59/PJ.43/2006, NOMOR S – 840/PJ.53/2005, SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
    NOMOR S – 975/PJ.53/2003) menyatakan bahwa jasa tersebut masuk kategori jasa perantara.

    sementara S-09 Tahun 2008, yang merupakan penjelasan PER 70 Tahun 2007, menyatakan bahwa jasa freight forwarder tidak termasuk dalam jasa perantara.
    bisa diposting s-785 Tahun 2007 rekan denwij33???, karena saya nggak berhasil menemukannya.

    bila dilihat ke dalam PER 70 Tahun 2007, jasa freight forwarder hilang dari "list" dan muncul jasa perantara. apakah hal ini tidak ada kaitannya?

    saat ini dilapangan soal ini masih jadi perdebatan antara penyedia jasa dengan pengguna jasa serta AR. penyedia jasa menganggap jasa ini bukan objek PPh 23 karena tidak ada dalam list. sementara, pengguna jasa menganggap termasuk jasa perantara dan mereka khawatir bila tidak memotong mereka yang akan kena sanksi.

    barangkali yang kita butuhkan memang penjelasan dari DJP tentang masalah ini.
    mohon koreksinya

    salam

  • denyut

    Member
    20 August 2009 at 9:50 am

    Jadi Jasa Transporter adalah bagian dari Jasa Pengurusan Transportasi, tidak merupakan objek PPh 23.

    Apabila masih ada komentar yg lain bisa didiskusikan kembali.

    Terima kasih atas penjelasan dari rekan – rekan ortax.

  • denwij33

    Member
    20 August 2009 at 11:31 am

    Berikut S-785 sebagai berikut:

    JENIS : SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
    NOMOR : S-785/PJ.032/2007
    TANGGAL : 12 SEPTEMBER 2007
    PERIHAL : KEBERATAN PELAKU INDUSTRI FREIGHT FORWARDING DAN LOGISTIK TERHADAP PERATURAN DIRJEN PAJAK NOMOR : PER-178/PJ/2006

    Sehubungan dengan surat Saudara Nomor XXX tanggal 25 Januari 2007 perihal tersebut di atas, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut:
    1. Dalam surat tersebut Saudara menyampaikan keberatan sehubungan dengan diterbitkannya Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor : PER-178/PJ/2006 tanggal 26 Desember 2006 karena Saudara merasa bahwa dampak yang ditimbulkan oleh Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor : PER-178/PJ/2006 tersebut sangat merugikan bagi pelaku industri freight forwarding dan logistik.
    2. Ketentuan terkait:
    a. Berdasarkan Pasal 23 ayat (1) huruf c Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 diatur bahwa atas penghasilan tersebut di bawah ini dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah, Subjek Pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan sebesar 15% (lima belas persen) dari perkiraan penghasilan neto atas:
    1. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
    2. imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21.
    b. Lampiran II angka 3 huruf f, Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-178/PJ/2006 tanggal 26 Desember 2006 tentang Jenis Jasa Lain dan Perkiraan Penghasilan Neto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf c Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000, menyatakan jasa freight forwarding dengan perkiraan neto sebesar 20% dari jumlah bruto tidak termasuk PPN.
    c. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor : PER-70/PJ/2007 tanggal 9 April 2007 tentang Jenis Jasa Lain dan Perkiraan Penghasilan Neto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf c Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000, mengatur:
    1) Pasal 1 ayat (1), Atas penghasilan sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta serta imbalan jasa yang dibayarkan oleh badan pemerintah, Subjek Pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya atau oleh orang pribadi yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk memotong pajak kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap dipotong Pajak Penghasilan sebesar 15% (lima belas persen) dari perkiraan penghasilan neto oleh pihak yang wajib membayar;
    2) Pasal 1 ayat (2), imbalan jasa yang atas pembayarannya dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah imbalan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultasi dan jasa-jasa sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, kecuali jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21;
    3) Pasal 3, Besarnya Perkiraan Penghasilan Neto atas penghasilan sewa dari penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal Pajak tersebut;
    4) Pasal 4, Besarnya Perkiraan Penghasilan Neto atas imbalan jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran II Peraturan Direktur Jenderal Pajak tersebut;
    5) Pasal 6 angka 1, Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-178/PJ/2006 tentang Jenis Jasa Lain Dan Perkiraan Penghasilan Neto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 dinyatakan dicabut dan tidak berlaku.
    3. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, dengan ini ditegaskan:
    a. Mulai 1 Januari 2007 sampai dengan 8 April 2007 sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-178/PJ/2006 jasa freight forwarding tercantum sebagai jasa yang atas penghasilannya dipotong PPh Pasal 23 sebesar 15% dikali 20% dari jumlah bruto tidak termasuk PPN;
    b. Sejak 9 April 2007 sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-70/PJ/2007 jasa freight forwarding tidak tercantum sebagai jasa yang atas penghasilannya dipotong PPh Pasal 23 oleh karena itu atas pembayaran yang dilakukan tidak dipotong PPh Pasal 23 sepanjang tidak terdapat unsur sewa atau imbalan jasa sebagaimana dimaksud dalam butir 2 huruf b angka 4) di atas.
    Demikian untuk dimaklumi.

    A.n. DIREKTUR JENDERAL
    DIREKTUR
    ttd
    DJONIFA ABDUL FATAH

  • Aries Tanno

    Member
    20 August 2009 at 1:59 pm

    Terima Kasih Rekan denwij atas postingan S-785 nya.

    karena jasa freight forwarding bisa mencakup berbagai macam aktivitas yang diantaranya dapat berupa penyewaan kendaraan atau alat transportasi, harap berhati dengan kalimat" jasa freight forwarding tidak tercantum sebagai jasa yang atas penghasilannya dipotong PPh Pasal 23 oleh karena itu atas pembayaran yang dilakukan tidak dipotong PPh Pasal 23 sepanjang tidak terdapat unsur sewa atau imbalan jasa sebagaimana dimaksud dalam butir 2 huruf b angka 4) di atas.

    saya melihat DJP setuju bahwa jasa freight forwarding tidak dikenakan PPh 23 karena tidak masuk dalam list. cuma saja, kalimat yang saya kutipkan diatas bisa berkonotasi sangat luas. artinya, hanya jasa freight forwarding yang tidak dikenakan PPh 23, tapi kalau ada tagihan untuk jasa-jasa lainnya seperti sewa kendaraan yang dicharter untuk keperluan agar barang sampai ditujuan bisa saja diperhitungkan PPh 23.
    sehingga saya melihat, secara tersirat DJP ingin bahwa para pelaku bisnis industri freight forwarding harus memisahkan antara jasa freight forwarding dengan jasa-jasa yang include dalam pelaksanaan kegiatan freight forwarding tersebut.

    konsekuensinya biaya-biaya yang dikeluarkan oleh forwarder agar barang sampai ketujuan yang merupakan "cost of sales" dari perusahaan forwarding kayaknya dikehendaki seperti pelaksanaan SE 53 Tahun 2009 yang di reimburse kepada pengguna jasa forwarder.

    mohon koreksinya, karena pendapat saya ini sangat subjektif.

    salam

  • denwij33

    Member
    22 August 2009 at 3:55 pm
    Originaly posted by hanif:

    konsekuensinya biaya-biaya yang dikeluarkan oleh forwarder agar barang sampai ketujuan yang merupakan "cost of sales" dari perusahaan forwarding kayaknya dikehendaki seperti pelaksanaan SE 53 Tahun 2009 yang di reimburse kepada pengguna jasa forwarder.

    Dengan kata lain jasa forwarder bisa dikatakan sebagai jasa perantara.

    Ok. Jasa Perantara (calo) hanya mempertemukan antara penjual dan pembeli selesai sudah tugas si calo. penghasilannya adalah komisi.

    Kalau forwarder memiliki tanggung jawab atas keberadaan barang tersebut.

    Contoh suatu pameran otomotif sedunia (mungkin) diadakan di Indonesia.

    Tugas seorang forwarder adalah memberikan pelayanan semaksimal mungkin atas kliennya sebagai wakil pemilik barang, dia harus mengetahui menggunakan alat apa dan bagaimana barang yang dibawa harus tetap dalam keadaan baik, bahkan menggunakan beberapa jenis transportasi entah kapal, kontainer, derek, bahkan tempat penitipan sementara untuk barang tersebut sebelum ke luar dari area pelabuhan (multimodal transportation). Kegiatan tersebut harus memiliki pengetahuan ekspor impor yang tidak mungkin diketahui oleh orang seperti calo (jasa perantara).

    Kalau DJP memaksakan menggunakan SE tersebut terhadap Industri Freight Forwarding, kami sebagai praktisi bisnis di bidang ini sangat keberatan. Dengan kata lain, kami membuka dapur sendiri atau keuntungan kami (tidak etis dalam etika bisnis).

    Ok. saya mau menganalogikan seperti industri rokok lah.

    ketika saya membuat suatu perusahaan saya akan menyewa gudang, sewa truck, sewa kantor, tembakau. Dan produk akhir saya pastilah rokok, tertera merk rokok.

    Industri Freight Forwarding seperti Produk akhir dari Jasa dan Sewa yang dilakukan oleh Forwarder dan marginnya sangat tipis dan tidak mungkin untuk digolongkan sebagai jasa perantara yang bisa digolongkan Jasa yang memiliki pengetahuan profesi sebagai forwarder.

  • kurnia

    Member
    22 August 2009 at 4:50 pm

    setuju dengan rekan denwij33 :
    dalam kamus Bahasa Indonesia kata perantara: makelar, calo (dalam jual-beli).
    Menurut Ensiklopedi Indonesia kata Perantara berarti : orang yang bertindak sebagai perantara dalam perikatan perjanjian di bidang tertentu, dengan mendapat imbalan balas jasa pembagian keuntungan dan bertindak atas perintah atau atas nama orang-orang yang tidak ada ikatan kerja tetap dengan dirinya.
    Perantara hanya merupakan orang ketiga (penengah) dan tidak mengikatkan diri pada si pemberi perintah.

    perusahaan freight forwarding tidak mempertemukan pembeli dan penjual, namun perusahaan freight forwarding tersebut mewakili kliennya dalam pengurusan pengangkutan barang.

    Jadi perusahaan freight forwading tidak termasuk jasa perantara…
    PMK 244/08 itu positif list….karena tidak tercantum maka tidak dilakukan pemotongan pph23…
    thx.

    — HIDUP PENUH TANTANGAN —

  • kurnia

    Member
    22 August 2009 at 5:07 pm

    Keputusan Menteri Perhubungan no. 10/1988 Jasa Pengurusan Transportasi (freight forwarding) adalah usaha yang ditujukan untuk mewakili kepentingan pemilik barang untuk mengurus semua kegiatan yang diperlukan bagi terlaksananya pengiriman dan penerimaan barang melalui transportasi darat, laut dan udara.

    Jadi jasa pengurusan Transportasi (Freight forwading) tidak mempertemukan pembeli dan penjual.

    – MULAILAH DENGAN HAL YANG PALING KECIL —

  • denyut

    Member
    22 August 2009 at 9:46 pm
    Originaly posted by denwij33:

    Kalau DJP memaksakan menggunakan SE tersebut terhadap Industri Freight Forwarding, kami sebagai praktisi bisnis di bidang ini sangat keberatan. Dengan kata lain, kami membuka dapur sendiri atau keuntungan kami (tidak etis dalam etika bisnis).

    Saya dapat mengerti masalah ini. Karena ini akan membuat persaingan tidak sehat dalam usaha tsb.

    Setelah saya mempelajari dari peraturan yg diberikan oleh rekan denwij & rekan hanif saya sendiri dapat mengambil kesimpulan, bahwa jasa pengurusan transportasi jelas tidak termasuk dalam kategori PMK 244/08, jadi dengan kata lain jasa pengurusan transportasi tidak termasuk dalam pemotongan pph 23.

    Dan saya juga sudah mencari pembahasan masalah ini di google, dan banyak sekali konsultan pajak yg sependapat dengan rekan denwij.

    Terima kasih atas penjelasannya.

Viewing 16 - 30 of 33 replies

Original Post
0 of 0 posts June 2018
Now