Media Komunitas Perpajakan Indonesia › Forums › Bahas Berita › Minuman Ringan Kena Cukai,Beresiko Untuk Pajak?
Minuman Ringan Kena Cukai,Beresiko Untuk Pajak?
Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Indrawati menyebut pengenaan cukai minuman ringan berpotensi meningkatkan penerimaan negara hingga mencapai Rp 6,25 triliun. Akan tetapi, anggapan itu ditolak oleh Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Adhi S Lukman.
Menurutnya, justru rencana tersebut dapat menurunkan pendapatan pajak negara terutama yang berasal dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penghasilan (PPh) Badan, Pajak Penghasilan (PPh) 21Justru membuat PPN, PPh badan dan PPh 21 turun, ujar Adhi kepada detikcom, Kamis (20/2/2020) alasannya, pengenaan cukai mau tidak mau mendorong para pelaku usaha menaikkan harga pada produknya demi menyeimbangkan pendapatan mereka. Apabila harga naik, hal ini tentu berimbas pada daya beli masyarakat dan akhirnya menurunkan penjualan para pelaku usaha.
Pengenaan cukai akan menaikkan harga dan akhirnya menurunkan daya beli masyarakat, lalu menurunkan penjualan, tentu nanti berpengaruh juga kepada pendapatan pajak,sambungnya.
Meski demikian, Gapmmi belum menghitung potensi penurunan penjualan tersebut. Kini proses penghitungan kerugian tersebut tengah dikaji ulang oleh pihaknya tersebut.
Belum dihitung ulang, tahun 2012 pernah dikaji lembaga independen, tapi kan sekarang kondisinya sudah berubah, jadi harus dikaji ulang dulu, katanya.
Untuk diketahui, rencana pengenaan cukai pada minuman berpemanis ini disampaikan Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI pada Rabu (19/2/2020) kemarin. Dalam pertemuan tersebut, Sri Mulyani mengusulkan minuman berpemanis yang akan dikenakan cukai dibagi menjadi beberapa kelompok, seperti teh kemasan, minuman berkarbonasi, dan minuman berpemanis lainnya.
Adapun tarif cukai yang ditawarkan Sri Mulyani pada produk minuman berpemanis adalah Rp 1.500 per liter untuk teh kemasan. Produksi teh kemasan ini mencapai 2.191 juta liter per tahun, dari total produksi itu potensi penerimaannya mencapai Rp 2,7 triliun. Untuk produk karbonasi, Sri Mulyani mengusulkan tarif cukainya sebesar Rp 2.500 per liter.
Meski demikian, pemerintah juga memberikan pengecualian atau pembebasan cukai terhadap produk minuman berpemanis lainnya seperti yang dibuat dan dikemas non pabrikasi, madu dan jus sayur tanpa tambahan gula, dan barang yang diekspor.
[quote=Lia_avril]Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Indrawati menyebut pengenaan cukai minuman ringan berpotensi meningkatkan penerimaan negara hingga mencapai Rp 6,25 triliun. Akan tetapi, anggapan itu ditolak oleh Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Adhi S Lukman.
Menurutnya, justru rencana tersebut dapat menurunkan pendapatan pajak negara terutama yang berasal dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penghasilan (PPh) Badan, Pajak Penghasilan (PPh) 21Justru membuat PPN, PPh badan dan PPh 21 turun, ujar Adhi kepada detikcom, Kamis (20/2/2020) alasannya, pengenaan cukai mau tidak mau mendorong para pelaku usaha menaikkan harga pada produknya demi menyeimbangkan pendapatan mereka. Apabila harga naik, hal ini tentu berimbas pada daya beli masyarakat dan akhirnya menurunkan penjualan para pelaku usaha.
Pengenaan cukai akan menaikkan harga dan akhirnya menurunkan daya beli masyarakat, lalu menurunkan penjualan, tentu nanti berpengaruh juga kepada pendapatan pajak,sambungnya.
Meski demikian, Gapmmi belum menghitung potensi penurunan penjualan tersebut. Kini proses penghitungan kerugian tersebut tengah dikaji ulang oleh pihaknya tersebut.
Belum dihitung ulang, tahun 2012 pernah dikaji lembaga independen, tapi kan sekarang kondisinya sudah berubah, jadi harus dikaji ulang dulu, katanya.
Untuk diketahui, rencana pengenaan cukai pada minuman berpemanis ini disampaikan Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI pada Rabu (19/2/2020) kemarin. Dalam pertemuan tersebut, Sri Mulyani mengusulkan minuman berpemanis yang akan dikenakan cukai dibagi menjadi beberapa kelompok, seperti teh kemasan, minuman berkarbonasi, dan minuman berpemanis lainnya.
Adapun tarif cukai yang ditawarkan Sri Mulyani pada produk minuman berpemanis adalah Rp 1.500 per liter untuk teh kemasan. Produksi teh kemasan ini mencapai 2.191 juta liter per tahun, dari total produksi itu potensi penerimaannya mencapai Rp 2,7 triliun. Untuk produk karbonasi, Sri Mulyani mengusulkan tarif cukainya sebesar Rp 2.500 per liter.
Meski demikian, pemerintah juga memberikan pengecualian atau pembebasan cukai terhadap produk minuman berpemanis lainnya seperti yang dibuat dan dikemas non pabrikasi, madu dan jus sayur tanpa tambahan gula, dan barang yang diekspor.
Sumber : Detik.com
ntabs