Media Komunitas Perpajakan Indonesia Forums PPh Pemotongan/Pemungutan Medical allowances termasuk objek PPh 21?

  • Medical allowances termasuk objek PPh 21?

  • SautMB

    Member
    29 July 2013 at 4:20 pm
  • SautMB

    Member
    29 July 2013 at 4:20 pm

    Dear Rekans,

    Saya mau share a problem, mohon advice nya.
    Saat ini perusahaan sedang diaudit PPh 21, dan hasil dr SPHP, pemeriksa berpendapat bhw Medical allowances itu termasuk objek PPh 21.
    Sungguh aneh, karena menurut saya allowances yg diberikan oleh perusahaan ke karyawan sebagai pengganti biaya pengobatan karyawan, dan bukan merupakan kenikmatan yg diterima oleh karyawan.
    Mohon advice nya.
    Trims..

    Salam

  • tanugroho471

    Member
    29 July 2013 at 4:24 pm
    Originaly posted by sautMB:

    Sungguh aneh, karena menurut saya allowances yg diberikan oleh perusahaan ke karyawan sebagai pengganti biaya pengobatan karyawan, dan bukan merupakan kenikmatan yg diterima oleh karyawan.

    reimbursement pengobatan merupakan natura, yang seharusnya di NDE di SPT badan jika tidak dilakukan pemotongan PPh.21

  • begawan5060

    Member
    29 July 2013 at 4:25 pm
    Originaly posted by sautMB:

    Saat ini perusahaan sedang diaudit PPh 21, dan hasil dr SPHP, pemeriksa berpendapat bhw Medical allowances itu termasuk objek PPh 21.

    Dalam hal ini, pemeriksa pajak benar..

  • SautMB

    Member
    29 July 2013 at 4:33 pm
    Originaly posted by tanugroho471:

    yang seharusnya di NDE di SPT badan jika tidak dilakukan pemotongan PPh.21

    Jika sudah termasuk dalam koreksi fiskal SPT Badan, apakah tetap dikenakan PPh 21 juga rekan Tanugroho?
    Trims

    Salam

  • tanugroho471

    Member
    29 July 2013 at 4:51 pm
    Originaly posted by sautMB:

    Jika sudah termasuk dalam koreksi fiskal SPT Badan, apakah tetap dikenakan PPh 21 juga

    Tidak, SE-53/PJ/2009 angka 2 huruf d
    http://www.ortax.org/ortax/?mod=aturan&hlm=7&page= show&id=13797

    ortax

  • begawan5060

    Member
    29 July 2013 at 4:57 pm
    Originaly posted by tanugroho471:

    SE-53/PJ/2009

    SE ini adalah penegasan sehubungan dengan PPh Ps 23..

  • tanugroho471

    Member
    29 July 2013 at 5:01 pm
    Originaly posted by begawan5060:

    SE ini adalah penegasan sehubungan dengan PPh Ps 23..

    saya melihatnya dari syarat reimbursement yg diterima oleh pajak, mbah..

    kalo dari pertanyaan ini apa sebaiknya mbah?

    Originaly posted by sautMB:

    Jika sudah termasuk dalam koreksi fiskal SPT Badan, apakah tetap dikenakan PPh 21 juga

  • begawan5060

    Member
    29 July 2013 at 5:30 pm
    Originaly posted by tanugroho471:

    kalo dari pertanyaan ini apa sebaiknya mbah?
    Originaly posted by sautMB:
    Jika sudah termasuk dalam koreksi fiskal SPT Badan, apakah tetap dikenakan PPh 21 juga

    Misalnya (sekali lagi misalnya), biaya gaji dilakukan koreksi fiskal (atas kemauan sendiri) apakah kewajiban WHT-nya, otomatis tidak ada?

  • begawan5060

    Member
    29 July 2013 at 5:31 pm
    Originaly posted by begawan5060:

    Dalam hal ini, pemeriksa pajak benar..

    Rujukan :
    DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
    DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
    __________________________________________________ ______________________________________
    7 Oktober 1985
    SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
    NOMOR S – 1821/PJ.21/1985
    TENTANG
    JAWABAN PERTANYAAN DARI DIREKTORAT JENDERAL PERTAMBANGAN UMUM
    DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
    Sehubungan dengan surat Saudara tanggal 22 Agustus 1985 Nomor XXX perihal seperti tersebut pada pokok
    surat ini, maka sebelum kami berikan jawaban atas hal-hal khusus yang Saudara ajukan bersama ini diberikan
    penjelasan sebagai berikut :
    1. Sebagaimana mungkin telah diketahui, Undang-undang Pajak Penghasilan 1984 menganut prinsip
    obyek-pajak yang luas ("broad-based taxation"), yaitu bahwa pengenaan pajak didasarkan pada obyek
    yang luas, sehingga berarti bahwa PPh dikenakan atas semua penghasilan dan pada dasarnya tanpa
    mengenal adanya pembebasan-pembebasan sebagaimana dapat diikuti Pasal 4 Undang-undang Pajak
    Penghasilan 1984. Sesuai dengan Pasal 4 tersebut, yang di maksud dengan penghasilan adalah setiap
    tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Subyek Pajak dalam suatu tahun pajak.
    Penghasilan tersebut merupakan aliran arus penghasilan dari pihak yang membayarkan ke pihak yang
    menerima penghasilan, yang oleh Undang-undang Pajak Penghasilan 1984 ditentukan ada titik-titik
    mana aliran tersebut dikenakan pajak. Titik-titik tersebut ditentukan pada pihak yang membayarkan atau
    pada pihak yang menerima penghasilan. Penentuan titik mana yang akan dipilih didasarkan atas
    pertimbangan, yang manakah yang akan lebih menunjang tercapainya sasaran-sasaran dari Undangundang
    Pajak Penghasilan 1984. "Broad-based taxation" disertai penurunan tarif dan peningkatan jumlah
    penghasilan yang tidak dikenakan pajak dianggap oleh Pemerintah sebagai cara terbaik untuk mencapai
    sasaran keadilan dalam System Perpajakan Nasional kita.
    2. Berkenaan dengan pengenaan Pajak Penghasilan atas penghasilan dalam bentuk natura atau kenikmatan
    lain (fringe benefits), pemotongan Pajak Penghasilannya dapat ditentukan apakah pada
    pihak yang memberikan (pemberi kerja) atau pada pihak yang menerima (karyawan). Dalam hal ini
    Undang-Undang Pajak Penghasilan 1984 menganut prinsip "deductibility-taxability" yaitu jika pada
    pihak pemberi kerja pemberian tersebut boleh dikurangkan sebagai biaya, maka pada pihak karyawan
    merupakan penghasilan yang dikenakan pajak. Sebaliknya, jika pada pihak karyawan pemberian tersebut
    bukan merupakan penghasilan, maka pada pihak pemberi kerja tidak dapat dikurangkan sebagai biaya.
    Atas aliran arus tambahan kemampuan ekonomi ini Undang-Undang menentukan, bahwa pengenaan
    Pajak Penghasilan atas fringe benefits adalah pada pihak pemberi kerja, dan dengan demikian pemberian
    dalam bentuk natura atau kenikmatan tersebut tidak boleh dikurangkan sebagai biaya, dan pihak
    karyawan yang menerima dibebaskan dari pengenaan Pajak Penghasilan, karena sudah dikenakan pada
    pemberi kerja.
    Adapun mengenai hal-hal khusus yang Saudara ajukan dalam surat tersebut, bersama ini kami berikan
    jawaban sesuai dengan butir-butir yang berkenaan, sebagai berikut :
    1. Fasilitas pengobatan.
    1.1. Di klinik dan Rumah sakit perusahaan.
    Bagi karyawan yang bersangkutan fasilitas pengobatan yang tidak diberikan dalam bentuk uang
    tunai, bukan merupakan penghasilan. Dengan demikian bagi perusahaan pengeluaran tersebut tidak
    dapat dikurangkan sebagai biaya.
    Agar perusahaan dapat mengurangkan pengeluaran tersebut sebagai biaya, kepada masing-masing
    karyawan harus diberikan tunjangan pengobatan sebesar jumlah biaya yang dipakai untuk keperluan
    pengobatan tersebut. Untuk mengetahui jumlah ini Klinik atau Rumah Sakit harus membuat tata
    usaha mengenai besarnya biaya pengobatan masing-masing karyawan tiap bulan.
    Tunjangan pengobatan ini kemudian oleh perusahaan dipotong kembali dari penghasilan karyawan
    yang telah dikenakan pajak pada tiap akhir bulan, dan jumlah hasil pemotongan itu dibayarkan untuk
    penyelenggaraan Klinik atau Rumah Sakit.
    Tunjangan ini merupakan penghasilan yang dikenakan pajak bagi karyawan, dan dengan demikian
    merupakan pengeluaran yang dapat dikurangkan bagi perusahaan.
    Dengan pertambahan penghasilan karyawan sebagai akibat dari tunjangan pengobatan ini, karyawan
    dengan sendirinya akan membayar PPh yang lebih besar. Tambahan beban PPh ini dapat
    diringankan oleh perusahaan dengan jalan memberikan tunjangan pajak kepada karyawan yang
    bersangkutan sebesar tambahan beban pajak tersebut. Pembayaran tunjangan pajak ini bagi
    perusahaan juga merupakan pengeluaran yang dapat dikurangkan sebagai biaya.
    1.2. Di Klinik, Dokter dan Rumah Sakit di luar perusahaan.
    Jika biaya pengobatan karyawan dibayarkan langsung kepada Klinik, Dokter, dan Rumah Sakit lain
    di luar perusahaan, maka bagi karyawan merupakan kenikmatan, yang tidak dikenakan PPh, dengan
    demikian biaya tersebut tidak boleh dikurangkan dalam menghitung penghasilan kena pajak
    perusahaan. Jika biaya pengobatan tersebut diberikan kepada karyawan dalam bentuk penggantian
    tunai, bagi karyawan penggantian ini merupakan penghasilan karyawan yang dikenakan pajak pada
    karyawan yang bersangkutan. Dengan demikian merupakan biaya yang dapat dikurangkan dalam
    menghitung penghasilan kena pajak perusahaan. Pertambahan penghasilan sebagai akibat pemberian
    penggantian ini akan menambah beban Pajak Penghasilan karyawan yang bersangkutan; untuk
    meringankan beban tambahan pajak ini dapat ditempuh jalan sebagaimana diuraikan pada butir 1.1

  • SautMB

    Member
    29 July 2013 at 5:52 pm
    Originaly posted by begawan5060:

    Originaly posted by begawan5060:
    Dalam hal ini, pemeriksa pajak benar..

    Terima kasih Suhu atas pencerahannya.
    Salam

Viewing 1 - 11 of 11 replies

Original Post
0 of 0 posts June 2018
Now