• Lap SPT PPh Badan

  • ersi

    Member
    31 January 2014 at 11:10 am
  • ersi

    Member
    31 January 2014 at 11:10 am

    saya mau menyusun lap keu utk spt badan 2013 dimana sebelumnya persh kami membayar angsuran pph psl 25 setiap bln nya. dan setelah berlakunya PP 46 prsh kami membayar pph final. karena utk thn 2012 omset dibawah 4,8 M.
    Mohon petunjuknya. Terima kasih

  • ersi

    Member
    31 January 2014 at 11:10 am

    saya mau menyusun lap keu utk spt badan 2013 dimana sebelumnya persh kami membayar angsuran pph psl 25 setiap bln nya. dan setelah berlakunya PP 46 prsh kami membayar pph final. karena utk thn 2012 omset dibawah 4,8 M.
    Mohon petunjuknya. Terima kasih

  • Hanif

    Member
    31 January 2014 at 1:35 pm

    coba pertanyaan lebih fokus lagi

    Salam

  • Hanif

    Member
    31 January 2014 at 1:35 pm

    coba pertanyaan lebih fokus lagi

    Salam

  • cepogga

    Member
    31 January 2014 at 8:31 pm

    slmt malam….
    saya ada perusahaan yang belum beroperasi semenjak tahun lalu, legalitas perpajakan sudah diurus semua, pelaporan pajak juga kami laporkan, yaitu: ppn, pph 21/26 dan pph 25 badan (semuanya nihil). Untuk pelaporan SPT Tahunan 2013 badan-nya seperti apa dengan kondisi seperti ini?
    Mohon pencerahannya, tq

  • cepogga

    Member
    31 January 2014 at 8:31 pm

    slmt malam….
    saya ada perusahaan yang belum beroperasi semenjak tahun lalu, legalitas perpajakan sudah diurus semua, pelaporan pajak juga kami laporkan, yaitu: ppn, pph 21/26 dan pph 25 badan (semuanya nihil). Untuk pelaporan SPT Tahunan 2013 badan-nya seperti apa dengan kondisi seperti ini?
    Mohon pencerahannya, tq

  • bangjhon

    Member
    19 April 2014 at 7:49 pm

    Dear suhu semua

    numpang coret lagi masih ttg PT yang belum beroperasi , tapi legalitas nya sudah ada
    (sudah ada NPWP dll)
    Utk PPh 25 nya apakah SSP tetap harus dilapor setiap bulan nya? kan NIHIL tidak ada yang disetor
    klw bisa utk Rules nya ada di UU atau KMK kah?

  • bangjhon

    Member
    19 April 2014 at 7:49 pm

    Dear suhu semua

    numpang coret lagi masih ttg PT yang belum beroperasi , tapi legalitas nya sudah ada
    (sudah ada NPWP dll)
    Utk PPh 25 nya apakah SSP tetap harus dilapor setiap bulan nya? kan NIHIL tidak ada yang disetor
    klw bisa utk Rules nya ada di UU atau KMK kah?

  • priadiar4

    Member
    19 April 2014 at 8:20 pm
    Originaly posted by bangjhon:

    Utk PPh 25 nya apakah SSP tetap harus dilapor setiap bulan nya? kan NIHIL tidak ada yang disetor

    tetap lapor

    PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
    NOMOR 22/PJ/2008

    TENTANG

    TATA CARA PEMBAYARAN DAN PELAPORAN
    PAJAK PENGHASILAN PASAL 25

    DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

    Menimbang :

    bahwa dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada Wajib Pajak, dipandang perlu untuk memberikan
    kemudahan kepada Wajib Pajak dalam melakukan kewajiban perpajakannya;

    Mengingat :

    1. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran
    Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
    Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun
    2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara
    Republik Indonesia Nomor 4740);
    2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia
    Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali
    diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia
    Tahun 2000 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3985);
    3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 80 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak
    dan Kewajiban Perpajakan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum
    dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang
    Nomor 28 Tahun 2007;
    4. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 182/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pelaporan
    Surat Pemberitahuan Masa Bagi Wajib Pajak dengan Kriteria Tertentu yang Dapat Melaporkan Beberapa
    Masa Pajak dalam Satu Surat Pemberitahuan Masa;
    5. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 184/PMK.03/2007 tentang Penentuan Tanggal
    Jatuh Tempo Pembayaran dan Penyetoran Pajak, Penentuan Tempat Pembayaran Pajak, dan Tata
    Cara Pembayaran, Penyetoran dan Pelaporan Pajak, serta Tata Cara Pengangsuran dan Penundaan
    Pembayaran Pajak;
    6. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 148/PJ./2007 tentang Pelaksanaan Modul Penerimaan Negara;

    MEMUTUSKAN :

    Menetapkan :

    PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN PELAPORAN PAJAK
    PENGHASILAN PASAL 25.

    Pasal 1

    (1) Pajak Penghasilan (PPh) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983
    tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapakali diubah terakhir dengan Undang-Undang
    Nomor 17 Tahun 2000, harus dibayar paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa
    Pajak berakhir.
    (2) PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak dengan Kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3a)
    Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana
    telah beberapa kali diubah terakhir dengan dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 yang
    melaporkan beberapa Masa Pajak dalam satu Surat Pemberitahuan Masa, harus dibayar paling lama
    pada akhir Masa Pajak terakhir.
    (3) Dalam hal tanggal jatuh tempo pembayaran bertepatan dengan hari libur termasuk hari sabtu atau
    hari libur nasional, maka pembayaran dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.
    (4) Hari libur nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (3) termasuk hari yang diliburkan untuk
    penyelenggaraan Pemilihan Umum yang ditetapkan oleh Pemerintah dan cuti bersama secara nasional
    yang ditetapkan oleh pemerintah.

    Pasal 2

    Pembayaran Pajak dilakukan melalui Bank Persepsi atau Bank Devisa Persepsi atau Kantor Pos Persepsi dengan
    sistem pembayaran secara on-line.

    Pasal 3

    (1) Pembayaran pajak harus dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) atau sarana
    administrasi lain yang disamakan dengan Surat Setoran Pajak.
    (2) SSP atau sarana administrasi lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi sebagai bukti
    pembayaran pajak apabila telah disahkan oleh pejabat kantor penerima pembayaran yang berwenang
    atau apabila telah mendapatkan validasi.
    (3) SSP atau sarana administrasi lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggap sah apabila telah
    divalidasi dengan Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN).
    (4) Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN) adalah nomor yang tertera pada bukti penerimaan negara
    yang diterbitkan melalui Modul Penerimaan Negara (MPN).
    (5) Modul Penerimaan Negara (MPN) adalah modul penerimaan yang memuat serangkaian prosedur mulai
    dari penerimaan, penyetoran, pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran sampai dengan pelaporan
    yang berhubungan penerimaan negara dan merupakan bagian dari Sistem Perbendaharaan dan
    Anggaran Negara.

    Pasal 4

    (1) Wajib Pajak yang melakukan pembayaran PPh Pasal 25 pada tempat pembayaran sebagaimana
    dimaksud dalam Pasal 2 dan SSP nya telah mendapat validasi dengan NTPN, maka Surat
    Pemberitahuan Masa PPh Pasal 25 dianggap telah disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak sesuai
    dengan tanggal validasi yang tercantum pada SSP.
    (2) Wajib Pajak dengan jumlah angsuran PPh Pasal 25 Nihil atau angsuran PPh Pasal 25 dalam bentuk
    satuan mata uang selain rupiah atau yang melakukan pembayaran tidak secara on-line dan tidak
    mendapat validasi dengan NTPN, tetap harus menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa PPh Pasal 25
    sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
    (3) Pembayaran PPh Pasal 25 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) dan ayat (2) yang dilakukan :
    a. setelah tanggal jatuh tempo pembayaran tetapi belum melewati batas akhir pelaporan, dikenai
    sanksi administrasi berupa bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2a) Undang-
    Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana
    telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007; atau
    b. setelah tanggal jatuh tempo pembayaran dan pelaporan, dikenai sanksi administrasi berupa
    bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2a) dan denda sebagaimana dimaksud
    dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan
    Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang
    Nomor 28 Tahun 2007.

    Pasal 5

    Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.

    Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini dengan
    penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

    Ditetapkan di Jakarta
    Pada tanggal 21 Mei 2008
    DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

    ttd.

    DARMIN NASUTION
    NIP 130605098

  • priadiar4

    Member
    19 April 2014 at 8:20 pm
    Originaly posted by bangjhon:

    Utk PPh 25 nya apakah SSP tetap harus dilapor setiap bulan nya? kan NIHIL tidak ada yang disetor

    tetap lapor

    PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
    NOMOR 22/PJ/2008

    TENTANG

    TATA CARA PEMBAYARAN DAN PELAPORAN
    PAJAK PENGHASILAN PASAL 25

    DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

    Menimbang :

    bahwa dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada Wajib Pajak, dipandang perlu untuk memberikan
    kemudahan kepada Wajib Pajak dalam melakukan kewajiban perpajakannya;

    Mengingat :

    1. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran
    Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
    Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun
    2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara
    Republik Indonesia Nomor 4740);
    2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia
    Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali
    diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia
    Tahun 2000 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3985);
    3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 80 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak
    dan Kewajiban Perpajakan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum
    dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang
    Nomor 28 Tahun 2007;
    4. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 182/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pelaporan
    Surat Pemberitahuan Masa Bagi Wajib Pajak dengan Kriteria Tertentu yang Dapat Melaporkan Beberapa
    Masa Pajak dalam Satu Surat Pemberitahuan Masa;
    5. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 184/PMK.03/2007 tentang Penentuan Tanggal
    Jatuh Tempo Pembayaran dan Penyetoran Pajak, Penentuan Tempat Pembayaran Pajak, dan Tata
    Cara Pembayaran, Penyetoran dan Pelaporan Pajak, serta Tata Cara Pengangsuran dan Penundaan
    Pembayaran Pajak;
    6. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 148/PJ./2007 tentang Pelaksanaan Modul Penerimaan Negara;

    MEMUTUSKAN :

    Menetapkan :

    PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN PELAPORAN PAJAK
    PENGHASILAN PASAL 25.

    Pasal 1

    (1) Pajak Penghasilan (PPh) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983
    tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapakali diubah terakhir dengan Undang-Undang
    Nomor 17 Tahun 2000, harus dibayar paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa
    Pajak berakhir.
    (2) PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak dengan Kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3a)
    Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana
    telah beberapa kali diubah terakhir dengan dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 yang
    melaporkan beberapa Masa Pajak dalam satu Surat Pemberitahuan Masa, harus dibayar paling lama
    pada akhir Masa Pajak terakhir.
    (3) Dalam hal tanggal jatuh tempo pembayaran bertepatan dengan hari libur termasuk hari sabtu atau
    hari libur nasional, maka pembayaran dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.
    (4) Hari libur nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (3) termasuk hari yang diliburkan untuk
    penyelenggaraan Pemilihan Umum yang ditetapkan oleh Pemerintah dan cuti bersama secara nasional
    yang ditetapkan oleh pemerintah.

    Pasal 2

    Pembayaran Pajak dilakukan melalui Bank Persepsi atau Bank Devisa Persepsi atau Kantor Pos Persepsi dengan
    sistem pembayaran secara on-line.

    Pasal 3

    (1) Pembayaran pajak harus dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) atau sarana
    administrasi lain yang disamakan dengan Surat Setoran Pajak.
    (2) SSP atau sarana administrasi lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi sebagai bukti
    pembayaran pajak apabila telah disahkan oleh pejabat kantor penerima pembayaran yang berwenang
    atau apabila telah mendapatkan validasi.
    (3) SSP atau sarana administrasi lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggap sah apabila telah
    divalidasi dengan Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN).
    (4) Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN) adalah nomor yang tertera pada bukti penerimaan negara
    yang diterbitkan melalui Modul Penerimaan Negara (MPN).
    (5) Modul Penerimaan Negara (MPN) adalah modul penerimaan yang memuat serangkaian prosedur mulai
    dari penerimaan, penyetoran, pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran sampai dengan pelaporan
    yang berhubungan penerimaan negara dan merupakan bagian dari Sistem Perbendaharaan dan
    Anggaran Negara.

    Pasal 4

    (1) Wajib Pajak yang melakukan pembayaran PPh Pasal 25 pada tempat pembayaran sebagaimana
    dimaksud dalam Pasal 2 dan SSP nya telah mendapat validasi dengan NTPN, maka Surat
    Pemberitahuan Masa PPh Pasal 25 dianggap telah disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak sesuai
    dengan tanggal validasi yang tercantum pada SSP.
    (2) Wajib Pajak dengan jumlah angsuran PPh Pasal 25 Nihil atau angsuran PPh Pasal 25 dalam bentuk
    satuan mata uang selain rupiah atau yang melakukan pembayaran tidak secara on-line dan tidak
    mendapat validasi dengan NTPN, tetap harus menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa PPh Pasal 25
    sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
    (3) Pembayaran PPh Pasal 25 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) dan ayat (2) yang dilakukan :
    a. setelah tanggal jatuh tempo pembayaran tetapi belum melewati batas akhir pelaporan, dikenai
    sanksi administrasi berupa bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2a) Undang-
    Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana
    telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007; atau
    b. setelah tanggal jatuh tempo pembayaran dan pelaporan, dikenai sanksi administrasi berupa
    bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2a) dan denda sebagaimana dimaksud
    dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan
    Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang
    Nomor 28 Tahun 2007.

    Pasal 5

    Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.

    Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini dengan
    penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

    Ditetapkan di Jakarta
    Pada tanggal 21 Mei 2008
    DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

    ttd.

    DARMIN NASUTION
    NIP 130605098

Viewing 1 - 11 of 11 replies

Original Post
0 of 0 posts June 2018
Now