Media Komunitas Perpajakan Indonesia › Forums › PPh Badan › Koreksi Fiskal, Pengurangan tarif PPh 29, Standar Akuntansi.
Koreksi Fiskal, Pengurangan tarif PPh 29, Standar Akuntansi.
Hi rekan ORTax, saya mau tanya nih..
1. Apakah Biaya untuk Mobil Kantor, Pulsa Handphone & Telpon bisa dibebankan 100% ke dalam Laporan PPh Badan? Masih bingung, secara logis jelas berhubungan dengan kegiatan usaha, tapi saya pernah mendengar ada besaran persentasinya. Apakah benar?? walaupun mobil2 jarang dipakai, pada dasarnya dibeli untuk kebutuhan transportasi tamu2 & Operasional, tapi pd kenyataannya belum terealisasi & dipakai untuk operasional saja, walaupun jika nanti dijual 100% diakui sebagai pendapatan jika terjadi keuntungan. Kemudian untuk biaya penelitian dalam negeri seperti survey dalam negeri, apakah bisa dibebankan 100% seluruhnya?
2. Perusahaan kami berbentuk PMA, Nilai kekayaan bersih & Omset (hasil penjualan) masih termasuk kategori menengah jika mengacu pada UU UMKM Dalam No. 20 tahun 2008 (Mikro, Kecil, Menengah) atau kekayaan bersih dibawah 10 M & Omzet dibawah 50M. Pertanyaan saya apakah kami mendapat fasilitas pengurangan tarif hingga 50% x 25% x PKP untuk tahun pajak 2010? Mengingat salah tafsir dan berakibat fatal
3. Standar Akuntansi yg seperti apa yang dikehendaki oleh fiskus, bagaimana jika pembukuan tidak menggunakan Standard Operation Procedure seperti perusahaan besar dimana ada pemisahan wewenang. Apakah akan menjadi masalah? Walaupun semuanya terdokumtasi dengan baik, sesuai aturan pajak & tidak ada penggelapan sama sekali. mengingat tahun ini lebih bayar yg lumayan besar.
Mohon pencerahannya bagi yang berpengalaman.
Salam.
- Originaly posted by presiden2014:
1. Apakah Biaya untuk Mobil Kantor, Pulsa Handphone & Telpon bisa dibebankan 100% ke dalam Laporan PPh Badan? Masih bingung, secara logis jelas berhubungan dengan kegiatan usaha, tapi saya pernah mendengar ada besaran persentasinya. Apakah benar?? walaupun mobil2 jarang dipakai, pada dasarnya dibeli untuk kebutuhan transportasi tamu2 & Operasional, tapi pd kenyataannya belum terealisasi & dipakai untuk operasional saja, walaupun jika nanti dijual 100% diakui sebagai pendapatan jika terjadi keuntungan. Kemudian untuk biaya penelitian dalam negeri seperti survey dalam negeri, apakah bisa dibebankan 100% seluruhnya?
bisa
Originaly posted by presiden2014:2. Perusahaan kami berbentuk PMA, Nilai kekayaan bersih & Omset (hasil penjualan) masih termasuk kategori menengah jika mengacu pada UU UMKM Dalam No. 20 tahun 2008 (Mikro, Kecil, Menengah) atau kekayaan bersih dibawah 10 M & Omzet dibawah 50M. Pertanyaan saya apakah kami mendapat fasilitas pengurangan tarif hingga 50% x 25% x PKP untuk tahun pajak 2010? Mengingat salah tafsir dan berakibat fatal
batasannya adalah omset
lihat ketentuannya di dalam Pasal 31 E UU NO. 36 Tahun 2008Originaly posted by presiden2014:3. Standar Akuntansi yg seperti apa yang dikehendaki oleh fiskus, bagaimana jika pembukuan tidak menggunakan Standard Operation Procedure seperti perusahaan besar dimana ada pemisahan wewenang. Apakah akan menjadi masalah? Walaupun semuanya terdokumtasi dengan baik, sesuai aturan pajak & tidak ada penggelapan sama sekali. mengingat tahun ini lebih bayar yg lumayan besar.
tidak ada standar akuntansi yang khusus untuk pajak.
yang pentin, penghitungan laba ruginya nanti sesuai dengan ketentuan pajak.Salam
hanif : Makasih ya, anda juga yg sudah jawab pertanyaan saya ttg reksadana waktu itu. Ok saya mengerti.. Jadi jika omzet hanya 20M misalkan, kami bisa mendapat pengurangan tarif s.d 12.5%?? >>>>clearly 🙂
bila omset 20 M, maka, diskon tarif hanya untuk sebagian Penghasilan Kena Pajak.
Ilustrasi lengkapnya ada di dalam penjelasan Pasal 31 E UU No. 36 berikut :
Pasal 31EAyat (1)
Contoh 1:
Peredaran bruto PT Y dalam tahun pajak 2009 sebesar Rp4.500.000.000,00 (empat miliar lima ratus juta rupiah) dengan Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Penghitungan pajak yang terutang:
Seluruh Penghasilan Kena Pajak yang diperoleh dari peredaran bruto tersebut dikenai tarif sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif Pajak Penghasilan badan yang berlaku karena jumlah peredaran bruto PT Y tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah).
Pajak Penghasilan yang terutang:
(50% x 28%) x Rp500.000.000,00 = Rp70.000.000,00
Contoh 2:
Peredaran bruto PT X dalam tahun pajak 2009 sebesar Rp30.000.000.000,00 (tiga puluh miliar rupiah) dengan Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
Penghitungan Pajak Penghasilan yang terutang:
1. Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang memperoleh fasilitas:
(Rp4.800.000.000,00 : Rp30.000.000.000,00) x Rp3.000.000.000,00 = Rp480.000.000,00
2. Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak memperoleh fasilitas:
Rp3.000.000.000,00 – Rp480.000.000,00 = Rp2.520.000.000,00Pajak Penghasilan yang terutang:
– (50% x 28%) x Rp480.000.000,00 = Rp 67.200.000,00
– 28% x Rp2.520.000.000,00 = Rp705.600.000,00(+)
Jumlah Pajak Penghasilan yang terutang Rp 772.800.000,00Ayat (2)
Cukup jelas.
Salam
Ok, Bung hanif, thks bgt infonya ya 🙂