Media Komunitas Perpajakan Indonesia › Forums › PPh Badan › kewajiban melapor SSP lembar ke-3
kewajiban melapor SSP lembar ke-3
Selamat siang semua…
Mohon pencerahan, saya dengar dr teman dr kantor pajak. Dia bilang bahwa kalau melaporkan SSP lembar ke-3 sudah tidak wajib lg apabila saya mempunyai angsuran PPh Pasal 25. Jd cukup hanya dengan menyetorkan PPh Pasal 25nya ke Bank aja dan tidak perlu melaporkan SSP lembar ke-3nya ke Kantor Pajak.
Apa betul ya?
Dasarnya apa ya?
kalo memang begitu asik juga jadi ga mondar-mandir…terima kasih
kalo KB aja coba dicek per-22 th 2008
Dear Friend Kaljack
Aku belum dengar dan belum melihat ketentuan peraturan tentang SSP Lembar Ke-tiga atas setoran PPh Pasal 25 tidak perlu dilaporkan lagi.
Seperti diketahui SSP PPh Pasal 25 Lembar ke-3 merupakan SPT Masa PPh Pasal 25.
Jika benar dan betul akan terbit ketentuannya maka menurut hematku "Baik" karena dengan demikian Pajak mengarah kepada Prinsip ""Economic Collection"" artinya pengenaan Pajak harus bersifat Ekonomis baik ditinjau dari Sisi Otoritas Pajak maupun dari sisi para Wajib Pajak (Tax payers).
Wajib Pajak yang sudah bayar berarti sudah mulai melaksanakan kewajiban pajak sebagai kewajiban kenegaraan tetapi jangan ditambah dibebani kewajiban Lapor yang menyita waktu dan biaya taksi.
Dewasa ini sudah modern dan canggih dimana Komputer Bank sudah dapat link dan akses ke Komputer Pajak, tinggal chek dan kontrol jika benar link dan sesuai slogan komputerise.
Subyek Pajak dewasa masih kelihatan meragukan untuk memiliki NPWP berhubung Pajak belum mengakomodasi Prinsip "Economic Collection"
Antara lain jika WP yang kewajiban bayarnya NIHIL masih dibebani kewajiban Lapor jika tidak Lapor akan dikenakan Sanksi STP yang melebihi Biaya SPT NIHIL dan Biaya Taksi.
Terlebih bagi Subyek Pajak di daerah yang jarak dari rumah ke Kantor Pajak harus lewat derasnya sungai dan lebatnya hutan serta curamnya gunung maka kewajiban Lapor yang dirasakan tidak ekonomis akan mengurangi kepatuhan secara sukarela (voluntary compliance).
Setelah memiliki NPWP untuk menghapusnya sulit, hal ini mempengaruhi keengganan masyarakat untuk memiliki NPWP, akhirnya otoritas pajak kembali ke sistem official assessment yaitu mengejar-ngejar Subyek Pajak untuk menjadi Wajib Pajak dengan dalih intensifikasi dan ekstensifikasi.
Demikian pendapatku
RITZKY FIRDAUS.
Demikian
Regard's
RITZKY FIRDAUS.
Untuk SSP Ps 25 baik pribadi maupun Badan, kata KPP perush saya emang sdh online,jadi tdk perlu lapor perbulannya, dan dilampirkan saat SPT katanya…
Jadi hanya utk Nihil saja yg lapor perbulannyaSAlah satu pasal dalam peraturan dirjen pajak No.22 Tahun 2008
Wajib Pajak dengan jumlah angsuran PPh Pasal 25 Nihil atau angsuran PPh Pasal 25 dalam bentuk satuan mata uang selain rupiah atau yang melakukan pembayaran tidak secara on-line dan tidak mendapat validasi dengan NTPN, tetap harus menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa PPh Pasal 25 sesuai dengan ketentuan yang berlaku.saya juga baru denger tuh, saya juga ada nanya ke teman saya di KPP PMA juga dia sendiri belum mendengar tentang hal itu, jgn kan Ps.25 yang kita bayar ke bank, nihil juga masih harus kita laporkan SSP lembar ke-3 nya
tapi tambahan informasi yang menarik, ditunggu kebenarannya
kalo nihil harus tetap lapor, kalo KB (bayar ke Bank) gak perlu lapor ke KPP lagi (Per-22 bulan Mei 2008)
jadi, sudah bisa dipastikan ya? kalo kita bayar ke bank persepsi yg ONLINE ga perlu lg lapor SSP lembar ke-3?
terima kasih atas pencerahan dr REKAN2 semua.
Utk mengurangi keragu²an rekan ORTax'er, berikut PER-nya :
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR PER – 22/PJ/2008TENTANG
TATA CARA PEMBAYARAN DAN PELAPORAN
PAJAK PENGHASILAN PASAL 25DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Menimbang :
bahwa dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada Wajib Pajak, dipandang perlu untuk memberikan kemudahan kepada Wajib Pajak dalam melakukan kewajiban perpajakannya;
Mengingat :
1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4740);
2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3985);
3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Perpajakan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007;
4. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 182/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pelaporan Surat Pemberitahuan Masa Bagi Wajib Pajak dengan Kriteria Tertentu yang Dapat Melaporkan Beberapa Masa Pajak dalam Satu Surat Pemberitahuan Masa;
5. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 184/PMK.03/2007 tentang Penentuan Tanggal Jatuh Tempo Pembayaran dan Penyetoran Pajak, Penentuan Tempat Pembayaran Pajak, dan Tata Cara Pembayaran, Penyetoran dan Pelaporan Pajak, serta Tata Cara Pengangsuran dan Penundaan Pembayaran Pajak;
6. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 148/PJ./2007 tentang Pelaksanaan Modul Penerimaan Negara;MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 25.
Pasal 1
(1) Pajak Penghasilan (PPh) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000, harus dibayar paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
(2) PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak dengan Kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3a) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 yang melaporkan beberapa Masa Pajak dalam satu Surat Pemberitahuan Masa, harus dibayar paling lama pada akhir Masa Pajak terakhir.
(3) Dalam hal tanggal jatuh tempo pembayaran bertepatan dengan hari libur termasuk hari sabtu atau hari libur nasional, maka pembayaran dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.
(4) Hari libur nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (3) termasuk hari yang diliburkan untuk penyelenggaraan Pemilihan Umum yang ditetapkan oleh Pemerintah dan cuti bersama secara nasional yang ditetapkan oleh pemerintah.Pasal 2
Pembayaran Pajak dilakukan melalui Bank Persepsi atau Bank Devisa Persepsi atau Kantor Pos Persepsi dengan sistem pembayaran secara on-line.
Pasal 3
(1) Pembayaran pajak harus dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan Surat Setoran Pajak.
(2) SSP atau sarana administrasi lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi sebagai bukti pembayaran pajak apabila telah disahkan oleh pejabat kantor penerima pembayaran yang berwenang atau apabila telah mendapatkan validasi.
(3) SSP atau sarana administrasi lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggap sah apabila telah divalidasi dengan Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN).
(4) Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN) adalah nomor yang tertera pada bukti penerimaan negara yang diterbitkan melalui Modul Penerimaan Negara (MPN).
(5) Modul Penerimaan Negara (MPN) adalah modul penerimaan yang memuat serangkaian prosedur mulai dari penerimaan, penyetoran, pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran sampai dengan pelaporan yang berhubungan penerimaan negara dan merupakan bagian dari Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara.Pasal 4
(1) Wajib Pajak yang melakukan pembayaran PPh Pasal 25 pada tempat pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan SSP nya telah mendapat validasi dengan NTPN, maka Surat Pemberitahuan Masa PPh Pasal 25 dianggap telah disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak sesuai dengan tanggal validasi yang tercantum pada SSP.
(2) Wajib Pajak dengan jumlah angsuran PPh Pasal 25 Nihil atau angsuran PPh Pasal 25 dalam bentuk satuan mata uang selain rupiah atau yang melakukan pembayaran tidak secara on-line dan tidak mendapat validasi dengan NTPN, tetap harus menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa PPh Pasal 25 sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
(3) Pembayaran PPh Pasal 25 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) dan ayat (2) yang dilakukan :1. setelah tanggal jatuh tempo pembayaran tetapi belum melewati batas akhir pelaporan, dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2a) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007; atau
2. setelah tanggal jatuh tempo pembayaran dan pelaporan, dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2a) dan denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007.Pasal 5
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 21 Mei 2008
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,ttd.
DARMIN NASUTION
NIP 130605098