• Jasa konstruksi

     harry_logic updated 13 years, 11 months ago 12 Members · 28 Posts
  • begawan5060

    Member
    29 May 2010 at 6:45 pm

    Tambahan …
    Yang menentukan bukan pemberi jasanya (subjek) tetapi jenis jasa yang diberikan (objek)
    Pertanyaannya adalah apakah benar pengusaha jasa yg tidak punja SIUJK, sama sekali tidak boleh mengerjakan jasa konstruksi?

  • harry_logic

    Member
    31 May 2010 at 2:29 am

    Ikutan berpendapat…

    Bahwa setiap orang maupun badan apapun boleh melakukan jasa konstruksi, asalkan pihak pengguna jasa tsb mau menggunakannya. Ada permintaan ada penawaran, dan sebaliknya.

    UU Pajak Penghasilan telah mengatur pengenaan pajak atas jasa konstruksi tsb,
    Pasal 23 Ayat (1) Huruf c. Angka 2. "imbalan sehubungan dgn jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, dan jasa lain selain yg telah dipotong Pajak Penghasilan sbgmn dimaksud dalam Pasal 21."

    Menjadi krusial di sini (pada saat ini) adalah bahwa negara bermaksud memberikan perlakuan diskriminatif atas pengenaan Pajak Penghasilan bagi subyek dan obyek pajak tertentu. Utk penyimpangan filosofi pajak ini (…dan atas kelihaian lobi para pemesannya) maka di Pasal 4 Ayat (2) yg mengatur bahwa penghasilan yg dapat dikenai pajak bersifat final, ditambahkan "usaha jasa konstruksi"

    Berikut kutipan Pasal 4 Ayat (2) Huruf d. "penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan; dan"

    Sejalan dgn usaha mendiskriminasikan tsb maka aturan pelaksananya (Peraturan Pemerintah dan turunannya) seharusnya juga memberi spesifikasi tertentu yg membuatnya berbeda dgn yg dimaksud dgn ketentuan yg lebih umum, pasal 23 maksud saya. Dan itu benar, semua aturan pelaksana tsb mendukung cakupan yang menjadi tujuannya, yaitu dari "jasa konstruksi" yang sangat luas, menjadi "usaha jasa konstruksi" yang menjadi lebih sempit.

    Jadi, sy lebih yakin, bahwa PPh bersifat final tsb hanya dapat dinikmati oleh penyedia jasa konstruksi yang memiliki sertifikasi usaha jasa konstruksi saja. Bila tidak maka Pasal 23-lah bagiannya.

    ——————-

  • NIC

    Member
    31 May 2010 at 8:08 am
    Originaly posted by harry_logic:

    Jadi, sy lebih yakin, bahwa PPh bersifat final tsb hanya dapat dinikmati oleh penyedia jasa konstruksi yang memiliki sertifikasi usaha jasa konstruksi saja. Bila tidak maka Pasal 23-lah bagiannya.

    Ikutan pendapat juga …

    Dari informasi yang saya dapat dari temen saya, temen saya dapat informasi dari orang kantor pusat DJP, jasa konstruksi masuk ke PPh 4 (2). Perkara ada yang tertluis di pasal 23 adalah karena PP jasa konstruksi diterbitkan lebih dahulu daripada UU-nya.

  • chris1311

    Member
    31 May 2010 at 8:33 am
    Originaly posted by harry_logic:

    Jadi, sy lebih yakin, bahwa PPh bersifat final tsb hanya dapat dinikmati oleh penyedia jasa konstruksi yang memiliki sertifikasi usaha jasa konstruksi saja. Bila tidak maka Pasal 23-lah bagiannya.

    saya sependapat dengan rekan harry, dengan kata lain harus mempunyai Izin Usaha Konstruksi baru bisa menggunakan PPh Final, jika tidak ada Izin maka masuk kategori PPh 23.

    salam

  • Simonalim

    Member
    31 May 2010 at 1:59 pm
    Originaly posted by NIC:

    Jadi, sy lebih yakin, bahwa PPh bersifat final tsb hanya dapat dinikmati oleh penyedia jasa konstruksi yang memiliki sertifikasi usaha jasa konstruksi saja. Bila tidak maka Pasal 23-lah bagiannya.

    Saya juga setuju dg hal tsb namun adanya kalimat "tidak memiliki kualifikasi usaha" inilah yg membuat bingung/rancu.
    Apakah yg memiliki sertifikasi usaha jasa konstruksi / SBU ada yg "tidak memiliki kualifikasi usaha"?
    Kring Pajak pun ketika ditanya, jawabannya sama dgn Rekan2 sebelumnya yg mengatakan dikenakan PPh Final Psl.4(2) atas semua jasa konstruksi.

    UU No.36 Tahun 2008
    Pasal 23
    Ayat 1
    c. sebesar 2% (dua persen) dari julah bruto atas :
    1. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang telah dikenai Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2); dan
    2. imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21.
    Ayat 2
    Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis jasa lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c angka 2 diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

    Apabila saya coba baca kembali, UU hanya memberikan kekuasaan kepada PMK hanya untuk mengatur "Jenis Jasa Lain-nya", sehingga bilapun Jasa Konstruksi mau dihilangkan dari Pengenaan PPh Psl.23 maka harus merubah UU tsb.
    Mohon koreksi..

    Kemudian Bukti Potong PPh Psl.23-pun tidak mendukung adanya Jasa Konstruksi karena hilangnya kata2 "Jasa Konstruksi".

    Lalu bila saya coba menanggapi dari Pak Begawan,

    Originaly posted by begawan5060:

    Yang menentukan bukan pemberi jasanya (subjek) tetapi jenis jasa yang diberikan (objek)

    Mengenai kata2 Kegiatan/jenis jasa ini khan dari kesimpulan. Tetapi Pak Begawan, bukankah telah dibatasi/dijelaskan pengertiannya PP tersebut hanya mengatur kepada "Subjek" dengan kata2 "oleh Orang Pribadi atau Badan yang dinyatakan ahli" atau "bersertifikat" (yang berada di awal PP sebelum membahas/menentukan Tarif PPh tersebut).

    Sedangkan Kata2 "yang tidak memiliki kualifikasi usaha" apabila mau dikelompokkan kepada "Kegiatan Jasa Konstruksi yang tidak memiliki sertifikat/yg tidak/belum dinyatakan ahli" apakah bisa?
    Menurut saya bisa asalkan awalnya tidak dijelaskan pengertian setiap kegiatan jasa konstruksi tersebut dibatasi kepada "yang dinyatakan ahli".

    Mohon pencerahan/tanggapannya..
    Salam Ortax.
    Mohon pencerahannya Pak Begawan.

  • Simonalim

    Member
    31 May 2010 at 2:07 pm
    Originaly posted by simonalim:

    Menurut saya bisa asalkan awalnya tidak dijelaskan pengertian setiap kegiatan jasa konstruksi tersebut dibatasi kepada "yang dinyatakan ahli".

    Maaf inipun belum cukup, karena masih ada UU No.36 Tahun 2008 PPh Psl.23 kalimat Jasa Konstruksi, inipun harus dilakukan penyempurnaan. Karena apakah PP lebih tinggi daripada UU?

    Jalan lain menyempurnakan PP 51 tahun 2008 stdd PP 40 tahun 2009 dengan menghilangkan tarif untuk "yg tidak memiliki kualifikasi usaha". Sehingga dikenakan PPh Psl.23.
    Mohon koreksinya..

  • harry_logic

    Member
    31 May 2010 at 4:34 pm
    Originaly posted by NIC:

    karena PP jasa konstruksi diterbitkan lebih dahulu daripada UU-nya.

    Hebatnya para pemesan pasal final utk usaha jasa kongkalikong uiiihhh…..

    Ternyata PP 51 th 2008 yg terbit Juli 2008 tsb mengacunya masih ke UU PPh no 17 th 2000 toh. Lalu Sept 2008 UU PPh baru (UU no 36 th 2008) terbit, dan kemudian Juni 2009 terbit perubahan PP 51 th 2008 tsb dlm bentuk PP 40 th 2009.

    ——————-

  • harry_logic

    Member
    31 May 2010 at 4:48 pm
    Originaly posted by simonalim:

    Kemudian Bukti Potong PPh Psl.23-pun tidak mendukung adanya Jasa Konstruksi karena hilangnya kata2 "Jasa Konstruksi".

    Anda sangat jeli rekan simonalim…

    Benar, formulir² yg digunakan utk pemenuhan kewajiban perpajakan khususnya PPh pasal 23 sudah tidak mencantumkan lagi kata² "jasa konstruksi".

    Jadi?

    Originaly posted by harry_logic:

    Ikutan berpendapat…

    Bahwa setiap orang maupun badan apapun boleh melakukan jasa konstruksi, asalkan pihak pengguna jasa tsb mau menggunakannya. Ada permintaan ada penawaran, dan sebaliknya.

    UU Pajak Penghasilan telah mengatur pengenaan pajak atas jasa konstruksi tsb,
    Pasal 23 Ayat (1) Huruf c. Angka 2. "imbalan sehubungan dgn jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, dan jasa lain selain yg telah dipotong Pajak Penghasilan sbgmn dimaksud dalam Pasal 21."

    Menjadi krusial di sini (pada saat ini) adalah bahwa negara bermaksud memberikan perlakuan diskriminatif atas pengenaan Pajak Penghasilan bagi subyek dan obyek pajak tertentu. Utk penyimpangan filosofi pajak ini (…dan atas kelihaian lobi para pemesannya) maka di Pasal 4 Ayat (2) yg mengatur bahwa penghasilan yg dapat dikenai pajak bersifat final, ditambahkan "usaha jasa konstruksi"

    Berikut kutipan Pasal 4 Ayat (2) Huruf d. "penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan; dan"

    Sejalan dgn usaha mendiskriminasikan tsb maka aturan pelaksananya (Peraturan Pemerintah dan turunannya) seharusnya juga memberi spesifikasi tertentu yg membuatnya berbeda dgn yg dimaksud dgn ketentuan yg lebih umum, pasal 23 maksud saya. Dan itu benar, semua aturan pelaksana tsb mendukung cakupan yang menjadi tujuannya, yaitu dari "jasa konstruksi" yang sangat luas, menjadi "usaha jasa konstruksi" yang menjadi lebih sempit.

    Jadi, sy lebih yakin, bahwa PPh bersifat final tsb hanya dapat dinikmati oleh penyedia jasa konstruksi yang memiliki sertifikasi usaha jasa konstruksi saja. Bila tidak maka Pasal 23-lah bagiannya.

    ….. posting ini anggap saja tidak pernah ada !
    ….. anggap pula, sekedar kegundahan seorang pembayar pajak yg tidak siap menerima kenyataan bahwa negara pun tidak mampu mengeliminir kecenderungan praktek KKN, khususnya di bidang konstruksi.

    ———–

  • Simonalim

    Member
    31 May 2010 at 10:43 pm

    Rekan Harry_logic, koq dianggap tdk ada?
    Saya juga berpendapat sama, harusnya masuk PPh Psl.23 karena UU khan lebih tinggi drpd PP.
    Salam

  • bagusdwimaryanto

    Member
    3 June 2010 at 10:59 am

    klo menurut PP 40 TAHUN 2009 ada tarif yg baru lagi (silahkan di cek). mohon konfirmasinya

  • bagusdwimaryanto

    Member
    3 June 2010 at 11:07 am

    ada tarif baru di PP 40 tahun 2009. yg berlaku sekarang yg mana ya?

  • riajustasan

    Member
    3 June 2010 at 11:22 am
    Originaly posted by bagusdwimaryanto:

    ada tarif baru di PP 40 tahun 2009. yg berlaku sekarang yg mana ya?

    menurut saja PP tersebut merupakan penegasan dari PP 51, dimana isinya sama saja. mohon koreksinya

  • harry_logic

    Member
    4 June 2010 at 1:02 pm
    Originaly posted by simonalim:

    Rekan Harry_logic, koq dianggap tdk ada?

    Tidak apa² rekan,
    toh itu hanya sebuah hasil pemikiran seorang pribadi harry_logic.

    Seandainya itu benar, tetapi sarana (= form Bukti Pemotongan PPh 23) utk mewujudkan terlaksananya pemenuhan kewajiban perpajakan tidak memungkinkan, maka kita sebagai pengguna peraturan perundangan tsb mau bagaimana lagi?

    ————————-

Viewing 16 - 28 of 28 replies

Original Post
0 of 0 posts June 2018
Now