Media Komunitas Perpajakan Indonesia Forums PPh Pemotongan/Pemungutan jasa konstruksi dipotong PPh 4(2) atau 23?

  • jasa konstruksi dipotong PPh 4(2) atau 23?

  • unggono

    Member
    13 December 2012 at 11:44 am
  • unggono

    Member
    13 December 2012 at 11:44 am

    Mohon infonya
    untuk perusahaan pembuatan stand pameran, dikenakan PPh 4(2) atau 23?
    untuk pengenaannya PPh nya apakah dari nilai produk stand + jasa pembuatan/instalasi nya ataukah hanya dari jasa pembuatannya sj

    tks
    anto

  • Yovi

    Member
    13 December 2012 at 1:01 pm
    Originaly posted by unggono:

    untuk perusahaan pembuatan stand pameran, dikenakan PPh 4(2) atau 23?

    yang membuat perushaan kontruksi atau bukan?

  • hasianku

    Member
    13 December 2012 at 1:20 pm

    stand pameran itu termasuk dalam pengertian konstruksi bukan ya…

  • zeroholmez

    Member
    13 December 2012 at 1:51 pm
    Originaly posted by yovi:

    yang membuat perushaan kontruksi atau bukan?

    yg ini hrs dijawab dlu

  • priadiar4

    Member
    13 December 2012 at 2:51 pm
    Originaly posted by unggono:

    untuk perusahaan pembuatan stand pameran, dikenakan PPh 4(2) atau 23?
    untuk pengenaannya PPh nya apakah dari nilai produk stand + jasa pembuatan/instalasi nya ataukah hanya dari jasa pembuatannya sj

    PPh 23 rekan,,

  • unggono

    Member
    17 December 2012 at 2:47 pm

    perusahaannya merupakan perusahaan konstruksi

  • hasianku

    Member
    17 December 2012 at 2:48 pm
    Originaly posted by unggono:

    perusahaannya merupakan perusahaan konstruksi

    final

  • unggono

    Member
    18 December 2012 at 12:06 pm

    berarti ps 4(2) ya… (sambil garuk2 kepala… hehe… krn terbiasa memakai ps 23)
    tks

  • hasianku

    Member
    18 December 2012 at 12:09 pm

    PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
    NOMOR 187/PMK.03/2008

    TENTANG

    TATACARA PEMOTONGAN, PENYETORAN, PELAPORAN DAN PENATAUSAHAAN
    PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA JASA KONSTRUKSI

    MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

    Menimbang :

    bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha Jasa Konstruksi, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata cara Pemotongan, Penyetoran, Pelaporan, dan Penatausahaan Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha Jasa Konstruksi;

    Mengingat :
    1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3986);
    2. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha Jasa Konstruksi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4481);
    3. Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005;

    MEMUTUSKAN :

    Menetapkan :
    PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATACARA PEMOTONGAN, PENYETORAN, PELAPORAN DAN PENATAUSAHAAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA JASA KONSTRUKSI.

    Pasal 1

    Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini, yang dimaksud dengan :
    1. Undang-Undang Pajak Penghasilan yang selanjutnya disebut Undang-Undang PPh adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000.
    2. Jasa Konstruksi adalah layanan jasa konsultansi perencanaan pekerjaan konstruksi, layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa konsultansi pengawasan pekerjaan konstruksi.
    3. Pekerjaan Konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan perencanaan dan/atau pelaksanaan beserta pengawasan yang mencakup pekerjaan arsitektural, sipil, mekanikal, elektrikal, dan tata lingkungan masing-masing beserta kelengkapannya untuk mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik lain.
    4. Perencanaan Konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan yang dinyatakan ahli yang profesional di bidang perencanaan jasa konstruksi yang mampu mewujudkan pekerjaan dalam bentuk dokumen perencanaan bangunan fisik lain.
    5. Pelaksunaan Konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan yang dinyatakan ahli yang profesional di bidang pelaksanaan jasa konstruksi yang mampu menyelenggarakan kegiatannya untuk mewujudkan suatu hasil perencanaan menjadi bentuk bangunan atau bentuk fisik lain, termasuk di dalamnya pekerjaan konstruksi terintegrasi yaitu penggabungan fungsi layanan dalam model penggabungan perencanaan, pengadaan, dan pembangunan (engineering, procurement and construction) serta model penggabungan perencanaan dan pembangunan (design and build).
    6. Pengawasan Konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan yang dinyatakan ahli yang profesional di bidang pengawasan jasa konstruksi, yang mampu melaksanakan pekerjaan pengawasan sejak awal pelaksanaan pekerjaan konstruksi sampai selesai dan diserahterimakan.
    7. Pengguna Jasa adalah orang pribadi atau badan termasuk bentuk usaha tetap yang memerlukan layanan jasa konstruksi.
    8. Penyedia Jasa adalah orang pribadi atau badan termasuk bentuk usaha tetap, yang kegiatan usahanya menyediakan layanan jasa konstruksi baik sebagai perencana konstruksi, pelaksana konstruksi dan pengawas konstruksi maupun sub-subnya.
    9. Nilai Kontrak Jasa Konstruksi adalah nilai yang tercantum dalam satu kontrak jasa konstruksi secara keseluruhan.

    Pasal 2

    Atas penghasilan dari usaha Jasa Konstruksi dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final.

    Pasal 3
    Tarif Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksdu dalam Pasal 2 adalah sebagai berikut:
    a. 2% (dua persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa dengan kualifikasi usaha kecil;
    b. 4% (empat persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha;
    c. 3% (tiga persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa selain Penyedia Jasa sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b;
    d. 4% (empat persen) untuk Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang memiliki kualifikasi usaha; dan
    e. 6% (enam persen) untuk Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha.

    Pasal 4

    (1) Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2:
    a. dipotong oleh Pengguna Jasa pada saat pembayaran, dalam hal Pengguna Jasa merupakan pemotong pajak; atau
    b. disetor sendiri oleh Penyedia Jasa, dalam hal Pengguna Jasa bukan merupakan pemotong pajak.
    (2) Besarnya, Pajak Penghasilan yang dipotong, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah jumlah pembayaran, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai, dikalikan tarif Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.
    (3) Besarnya, Pajak Penghasilan yang disetor sendiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah jumlah penerimaan pembayaran, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai, dikalikan taril Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.
    (4) Jumlah pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atau jumlah penerimaan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3), merupakan bagian dari Nilai Kontrak Jasa Konstruksi.

    Pasal 5

    (1) Pajak Penghasilan yang dipotong oleh Pengguna Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a disetor ke kas negara melalui Kantor Pos atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan, paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah dilakukan pemotongan pajak.
    (2) Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b disetor sendiri oleh Penyedia Jasa ke kas negara melalui Kantor Pos atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan, paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelaha penerimaan pembayaran dalam hal Pengguna Jasa bukan merupakan pemotong pajak.
    (3) Dalam hal tanggal jatuh tempo penyetoran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) bertepatan dengan hari libur termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional, maka saat penyetoran dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.
    (4) Pembayaran Pajak Penghasilan atau Penyetoran Pajak Penghasilan dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan Surat Setoran Pajak.
    (5) Pemotong Pajak Penghasilan memberikan tanda bukti pemotongan kepada Penyedia Jasa yang dipotong Pajak Penghasilan setiap melakukan pemotongan.

    Pasal 6

    (1) Pengguna Jasa atau Penyedia Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa paling lama 20 (dua puluh) hari setelah bulan dilakukan pemotongan pajak atau penerimaan pembayaran.
    (2) Dalam hal tanggal jatuh tempo penyampian Surat Pemberitahuan Masa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertepatan dengan hari libur termasuk hari sabtu atau hari libur nasional, maka saat penyampaian Surat Pemberitahuan Masa dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.

    Pasal 7

    (1) Dalam hal Penyedia Jasa adalah bentuk usaha tetap, tarif Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 tidak termasuk Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (4) Undang-Undang PPh.
    (2) Dasar pengenaan pajak Pasal 26 ayat (4) Undang-Undang PPh adalah Penghasilan Kena Pajak yang dihitung berdasarkan pembukuan yang sudah dikoreksi fiskal dikurangi dengan Pajak Penghasilan termasuk Pajak Penghasilan yang bersifat final.

    Pasal 8

    (1) Terhadap kontrak yang ditandatangani sebelum tanggal 1 Januari 2008 diatur :
    a. untuk pembayaran kontrak atau bagian dari kontrak sampai dengan tanggal 31 Desember 2008, pengenaan Pajak Penghasilan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 140 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha Jasa Konstruksi;
    b. untuk pembayaran kontrak atau bagian dari kontrak setelah tanggal 31 Desember 2008, pengenaan Pajak Penghasilan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha Jasa Konstruksi.
    (2) Tata cara pengenaan Pajak Penghasilan untuk pembayaran kontrak atau bagian dari kontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dilaksanakan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 559/KMK.04/2000 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan Dari Usaha Jasa Konstruksi.
    (3) Tata cara pemotongan, penyetoran, pelaporan, dan penatausahaan atas pengenaan Pajak Penghasilan untuk pembayaran kontrak atau bagian dari kontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan ini.
    (4) Pajak Penghasilan yang telah dipotong atau disetor berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 140 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi dapat dipindahbukukan menjadi pembayaran Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha Jasa Konstruksi, sepanjang memenuhi ketentuan sebagai berikut :
    a. Pemotongan dan penyetoran Pajak Penghasilan tersebut dilakukan terhadap penghasilan dari usaha Jasa Konstruksi berdasarkan kontrak yang ditandatangani sejak tanggal 1 Januari 2008; dan
    b. Pembayaran kontrak atau bagian dari kontrak sebagaimana tersebut pada huruf a dilakukan paling lama sampai dengan akhir bulan ditetapkannya Peraturan Menteri Keuangan ini.
    (5) Dalam hal terdapat kekurangan pembayaran Pajak Penghasilan yang bersifat final setelah dilakukan pemindahbukuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), kekurangan pembayaran Pajak Penghasilan tersebut wajib disetor oleh Penyedia Jasa paling lama tanggal 15 Desember 2008.

    Pasal 9

    Pada saat Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku, Keputusan Menteri Keuangan Nomor 559/KMK.04/2000 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasi

  • gunturmartino

    Member
    2 January 2013 at 5:00 am

    bagaimana jika penyetoran yg dilakukan pemotong pajak melebihi ketentuan/terlambat (PMK NO. 187/PMK.03/2008 Pasal 5),sanksiny apa? siapa yg dikenakan sanksi,pemberi jasa / penerima jasa?dasar hukumnya apa?

  • priadiar4

    Member
    2 January 2013 at 7:45 am
    Originaly posted by gunturmartino:

    bagaimana jika penyetoran yg dilakukan pemotong pajak melebihi ketentuan/terlambat (PMK NO. 187/PMK.03/2008 Pasal 5),sanksiny apa? siapa yg dikenakan sanksi,pemberi jasa / penerima jasa?dasar hukumnya apa?

    jika lebih tidak ada sanksi, penerima jasa wajib melakukan pembetulan dan membri bukpot baru dan mengembalikan kelebihan potong tersebut melalui Pbk atau pemberi jasa tersebut mengajukan sendiri

    PMK 190/2007

Viewing 1 - 12 of 12 replies

Original Post
0 of 0 posts June 2018
Now