• Ekspor Jasa Konstruksi

  • begawan5060

    Member
    22 December 2011 at 11:00 pm
    Originaly posted by hanif:

    Penghasilan tersebut kan dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh. Apakah masih perlu disetor sendiri pajaknya atau cukup menggunakan bukti potong atau setor di LN?

    Apabila belum pernah dilakukan pemotongan pajak, maka dibayar sendiri dan masuk kas negara RI..

  • Aries Tanno

    Member
    22 December 2011 at 11:03 pm
    Originaly posted by begawan5060:

    Originaly posted by hanif:
    Masalahnya apakah final atau tidak?

    Final..

    Apa yang menjadi pertimbangan bagi rekan begawan… berpendapat seperti diatas?
    Bila dianggap final, tidak ada lagi penghasilan kena pajak. Dengan demikian, tidak akan ada PPh terutang dan kredit pajak luar negeri. Bukankah begitu?

    Salam

  • begawan5060

    Member
    22 December 2011 at 11:06 pm
    Originaly posted by junjungansitohang:

    Rekan-rekan kita belum mengetahui apakah memang hak pemajakan ada di negara lain atau Indonesia.
    Selanjutnya apakah ada klausal di treaty

    Bukankah maksud dan tujuan utam treaty, untuk menghindari pemajakan ganda rekan Junjungan?
    Akan halnya hak pemajakan yg diatur dalam P3B, bukankah menentukan negara mana yang berhak?
    Misal, INA dan S'pore. Dalam hal hak pemajakan ada di INA maka uang pajak hanya masuk ke INA. Sedang jika hak pemajkan ada di S'pore, maka uang pajak masuk S'pore, dalam hal demikian dapat diperhitungkan PPh terutang DN. Kalo tidak dapat diperhitungkan dgn PPh DN, bukankah dobel pemajakan?

  • Aries Tanno

    Member
    22 December 2011 at 11:08 pm
    Originaly posted by junjungansitohang:

    Rekan-rekan kita belum mengetahui apakah memang hak pemajakan ada di negara lain atau Indonesia.

    kalau yang ini sudah pasti rekan junjungan…
    Sebab, dinegara tersebut ada BUT (dalam hal cabang)

    Originaly posted by junjungansitohang:

    Selanjutnya apakah ada klausal di treaty, bahwa pemotongan pajak di negara lain (jika memang dipajaki disana) dapat dijadikan kredit pajak pihak di indonesia…

    apakah harus ditetapkan dalam tax treaty dulu baru kemudian dibolehkan untuk mengkreditkan pajak yang dibayar diluar negeri rekan junjungan…?

    Mohon pencerahannya

    Salam

  • begawan5060

    Member
    22 December 2011 at 11:08 pm
    Originaly posted by hanif:

    Apa yang menjadi pertimbangan bagi rekan begawan… berpendapat seperti diatas?
    Bila dianggap final, tidak ada lagi penghasilan kena pajak. Dengan demikian, tidak akan ada PPh terutang dan kredit pajak luar negeri. Bukankah begitu?

    Sudah saya jelaskan, ini :

    Originaly posted by begawan5060:

    Misal PT. A (persh dagang) seluruh penghsl dikenai PPh non final. Cabang di Singpaore memperoleh laba.., bukankah dihitung/dilaporkan dan dipajak dengan PPh non final? Tidak terus berubah dikenai PPh final, khan? Demikian pula apabila ph LN termasuk dikenai PPh final..

    Bukankah akhirnya tunduk dengan UU PPh kita?

  • Aries Tanno

    Member
    22 December 2011 at 11:09 pm
    Originaly posted by begawan5060:

    Apabila belum pernah dilakukan pemotongan pajak, maka dibayar sendiri dan masuk kas negara RI..

    Kesimpulannya, bila pajaknya sudah dipotong di LN, tidak lagi ada kewajiban pajaknya di Indonesia?
    Benar demikian?

    Salam

  • Aries Tanno

    Member
    22 December 2011 at 11:11 pm
    Originaly posted by begawan5060:

    Originaly posted by begawan5060:
    Misal PT. A (persh dagang) seluruh penghsl dikenai PPh non final. Cabang di Singpaore memperoleh laba.., bukankah dihitung/dilaporkan dan dipajak dengan PPh non final? Tidak terus berubah dikenai PPh final, khan? Demikian pula apabila ph LN termasuk dikenai PPh final..

    Bukankah akhirnya tunduk dengan UU PPh kita?

    kalau yang ini sudah sama2 kita pahami. Tapi untuk yang final, mohon rujukannya.

    Salam

  • Aries Tanno

    Member
    22 December 2011 at 11:19 pm

    Tambahan
    Akan rancu jadinya bila dasar pemikiran ini digunakan apabila ada perusahaan konstruksi di Indonesia beli saham perusahaan LN, trus dapat dividen.
    Atau perusahaan Konstruksi di Indonesia lalu buka cabang di LN dan usahanya ada yang konstruksi dan ada yang non konstruksi yang di Indonesia tidak kena pajak final.

    Apakah karena perusahaan di Indonesia murni jasa konstruksi lalu penghasilan berupa dividen atau dari usaha non konstruksi tersebut otomatis juga akan kena PPh final?

    Salam

  • begawan5060

    Member
    22 December 2011 at 11:28 pm
    Originaly posted by hanif:

    Kesimpulannya, bila pajaknya sudah dipotong di LN, tidak lagi ada kewajiban pajaknya di Indonesia?
    Benar demikian?

    Saya tidak mengatakan demikian, justru saya masih bingung.. Dipotong di LN tarip pajak menurut UU mereka, trus balik ke DN kita perhitungkan sbg kredit pajak, ngetungnya gimana yang benar?

  • begawan5060

    Member
    22 December 2011 at 11:29 pm

    Tambahan..
    Bukankah PPh kita adalah memajaki worldwide income?

  • begawan5060

    Member
    22 December 2011 at 11:35 pm
    Originaly posted by hanif:

    kalau yang ini sudah sama2 kita pahami. Tapi untuk yang final, mohon rujukannya.

    Saya hanya mengambil analoginya.. apabila dikenai PPh non final maka tidak akan berubah menjadi final, demikian pula sebaliknya..

    Tidak selalu mengurai kasus secara formal harus ada rujukannya, rekan Hanif..
    Misalkan sudah ada peraturan/dasar hukum bahwa 2 X 3 = 6, maka apabila orang tanya 3 X 2 berapa? Dijawab sama dengan 6, apakah harus dibuatkan dasar hukum lagi bahwa 3X2 =6?

  • Aries Tanno

    Member
    23 December 2011 at 9:11 am
    Originaly posted by begawan5060:

    Tambahan..
    Bukankah PPh kita adalah memajaki worldwide income?

    benar sekali.

    Originaly posted by begawan5060:

    Saya hanya mengambil analoginya.. apabila dikenai PPh non final maka tidak akan berubah menjadi final, demikian pula sebaliknya..

    Tidak selalu mengurai kasus secara formal harus ada rujukannya, rekan Hanif..
    Misalkan sudah ada peraturan/dasar hukum bahwa 2 X 3 = 6, maka apabila orang tanya 3 X 2 berapa? Dijawab sama dengan 6, apakah harus dibuatkan dasar hukum lagi bahwa 3X2 =6?

    untuk selain pajak saya sangat sependapat.
    Tapi untuk pajak, mungkin kita harus berhati-hati.
    Sebab, bila terjadi perbedaan persepsi atau malah sengketa, rujukan yang eksplisit amat sangat diabutuhkan.

    Salam

  • Aries Tanno

    Member
    23 December 2011 at 9:16 am

    Bila dimisalkan :
    Penghasilan DN…………………..100 Juta (Final)
    Laba Cabang………………………400 Juta (tarif pajak 20%)

    Dengan asumsi peredaran bruto dibawah 4,8 M, maka, perhitungan kredit pajak LN :
    Penghasilan DN……………………0
    Laba Cabang………………………400 Juta +
    PKP…………………………………..400 Juta
    PPh terutang
    25% x 50% x 400 Juta = 50 Juta

    Batas Maksimum Kredit Pajak
    1. Pajak dibayar………….20% x 400 Juta = 80 Juta
    2. (400 juta/400 Juta) x 50 Juta = 50 Juta
    3. PPh terutang 50 Juta

    Dengan demikian, kredit pajak LN = 50 Juta

    Salam

  • Aries Tanno

    Member
    23 December 2011 at 9:20 am

    Menggunakan contoh diatas, bila diasumsikan tarif pajak LN = 10%, maka,
    Dengan asumsi peredaran bruto dibawah 4,8 M, maka, perhitungan kredit pajak LN :
    Penghasilan DN……………………0
    Laba Cabang………………………400 Juta +
    PKP…………………………………..400 Juta
    PPh terutang
    25% x 50% x 400 Juta = 50 Juta

    Batas Maksimum Kredit Pajak
    1. Pajak dibayar………….10% x 400 Juta = 40 Juta
    2. (400 juta/400 Juta) x 50 Juta = 50 Juta
    3. PPh terutang 50 Juta

    Dengan demikian, kredit pajak LN = 40 Juta

    Berarti akan ada PPh Pasal 29 sebesar Rp. 50 Juta – 40 Juta = 10 Juta
    Konsekuensi lainnya juga akan timbul PPh Pasal 25 sebesar :
    10 Juta/ 12 = 833.333

    Salam

  • b_ch11

    Member
    23 December 2011 at 1:05 pm
    Originaly posted by begawan5060:

    Pada dasarnya ph dari jasa konstruksi yang diterima WPDN, apabila tidak dilakukan pemotongan, maka PPh final yg terutang harus dibayar sendiri..

    Rekan Bengawan, informasi yang kita cari melalui Kring Pajak, bahwa apabila ada kredit pajak luar negri maka bukan dihitung sebagai Ph Final, karena sudah menyangkut PPh ps. 24. UU PPh lebih tinggi dari PP, kata mereka. Demikian diinfo, bagaimana pendapat dari rekan ?

Viewing 16 - 30 of 43 replies

Original Post
0 of 0 posts June 2018
Now