Media Komunitas Perpajakan Indonesia Forums PPh Pemotongan/Pemungutan dipotong PPh Pasal 4 ayat 2 hanya dengan SSP????

  • dipotong PPh Pasal 4 ayat 2 hanya dengan SSP????

  • yusup

    Member
    31 May 2010 at 2:10 pm

    Perusahaan saya menyewakan ruangan kepada bank daerah,,..dan di potong PPH Pasal 4 ayat 2.,.,,.dan hanya di berikan SSP atas penyetoran pajak tersebut

    Pertanyaan saya "
    1. atas penyetoran SSP yang dilakukan oleh bank tersebut apakah dapat dikreditkan dipajak akhir tahun?
    2. apakah bank daerah juga wajib menerbitkan bukti potong ? dan dasar aturannya?

    harap bantuannya rekan2 ortax

  • yusup

    Member
    31 May 2010 at 2:10 pm
  • Aries Tanno

    Member
    31 May 2010 at 2:26 pm
    Originaly posted by yusup:

    1. atas penyetoran SSP yang dilakukan oleh bank tersebut apakah dapat dikreditkan dipajak akhir tahun?

    tidak
    karena pajaknya bersifat final

    Originaly posted by yusup:

    2. apakah bank daerah juga wajib menerbitkan bukti potong ? dan dasar aturannya?

    harus menerbitkan bukti potong
    Dasar hukumnya tak cari dulu ya…

    Salam

  • Aries Tanno

    Member
    31 May 2010 at 2:33 pm
    Originaly posted by yusup:

    1. atas penyetoran SSP yang dilakukan oleh bank tersebut apakah dapat dikreditkan dipajak akhir tahun?

    tidak
    karena pajaknya bersifat final

    Originaly posted by yusup:

    2. apakah bank daerah juga wajib menerbitkan bukti potong ? dan dasar aturannya?

    harus menerbitkan bukti potong
    Dasar hukumnya tak cari dulu ya…

    Salam

  • Nha

    Member
    31 May 2010 at 2:54 pm

    Menambahkan :

    Dasar Hukumnya bisa dibaca di
    Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. KEP-227/PJ./2002..

    Mohon koreksi,

    Thanks,

  • Nha

    Member
    31 May 2010 at 2:57 pm

    Dan KMK-394/KMK.04/1996 sebagaimana telah diubah dengan KMK-120/KMK.03/2002

    Mohon koreksinya..

    Regards,

  • Aries Tanno

    Member
    31 May 2010 at 3:23 pm

    trims rekan Nha.
    memang itu dasar hukumnya.
    KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
    NOMOR 394/KMK.04/1996

    TENTANG

    PELAKSANAAN PEMBAYARAN DAN PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN
    ATAS PENGHASILAN DARI PERSEWAAN TANAH DAN/ATAU BANGUNAN

    MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

    Menimbang :

    1. bahwa dengan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1996 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Persewaan Tanah dan/atau Bangunan, telah diatur tentang kewajiban pembayaran dan pemotongan Pajak Penghasilan atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan;
    2. bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1996, pelaksanaan pembayaran Pajak Penghasilan atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri Keuangan;
    3. bahwa oleh karena itu, dipandang perlu untuk menetapkan tata cara pembayaran, pemotongan, penyetoran dan pelaporan Pajak Penghasilan sehubungan dengan penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan, dengan Keputusan Menteri Keuangan;

    Mengingat :

    1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3262), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1994 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3566);
    2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3263), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1991 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Tahun 1991 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3459) dan dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1991 (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3567);
    3. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1996 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Persewaan Tanah dan/atau Bangunan (Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3636);
    4. Keputusan Presiden Nomor 96/M Tahun 1993 tentang Pembentukan Kabinet Pembangunan VI;

    MEMUTUSKAN :

    Menetapkan :

    KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PELAKSANAAN PEMBAYARAN DAN PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI PERSEWAAN TANAH DAN/ATAU BANGUNAN.

    Pasal 1

    Penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan sehubungan dengan persewaan tanah dan/atau bangunan berupa tanah, rumah, rumah susun, apartemen, kondominium, gedung perkantoran, pertokoan, atau pertemuan termasuk bagiannya, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang dan bangunan industri, terutang Pajak Penghasilan yang bersifat final.

    Pasal 2
    (1) Besarnya Pajak Penghasilan yang terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 adalah :

    1. sebesar 6% (enam persen) dari jumlah bruto nilai persewaan tanah dan/atau bangunan dan bersifat final dalam hal kepemilikan tanah dan/atau bangunan yang disewakan maupun yang menyewakannya adalah Wajib Pajak badan dalam negeri atau bentuk usaha tetap;
    2. sebesar 10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto nilai persewaan tanah dan/atau bangunan dan bersifat final dalam hal yang menyewakan adalah Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri;
    3. sebesar 10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto nilai persewaan tanah dan/atau bangunan dan bersifat final dalam hal kepemilikan tanah dan/atau bangunan yang disewakan adalah milik Wajib Pajak orang pribadi tetapi yang menyewakannya adalah Wajib Pajak badan dalam negeri atau bentuk usaha tetap.

    (2) Yang dimaksud dengan jumlah bruto nilai persewaan adalah semua jumlah yang dibayarkan atau terutang oleh penyewa dengan nama dan dalam bentuk apapun juga yang berkaitan dengan tanah dan/atau bangunan yang disewa termasuk biaya perawatan, biaya pemeliharaan, biaya keamanan, biaya fasilitas lainnya dan "service charge" baik yang perjanjiannya dibuat secara terpisah maupun yang disatukan.

    Pasal 3
    (1) Apabila penyewa adalah badan pemerintah, Subjek Pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, kerjasama operasi, perwakilan perusahaan luar negeri lainnya, dan orang pribadi yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak, Pajak Penghasilan yang terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 wajib dipotong oleh penyewa.
    (2) Apabila penyewa adalah orang pribadi atau bukan Subjek Pajak Penghasilan selain yang tersebut pada ayat (1) Pajak Penghasilan yang terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 wajib dibayar sendiri oleh pihak yang menyewakan.

    Pasal 4
    Penyewa sebagaimana dimaksud pada Pasal 3 ayat (1) berkewajiban untuk

    1. memotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 pada saat pembayaran atau terutangnya sewa;
    2. memberikan Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Final kepada orang atau badan yang menyewakan pada saat dilakukannya pemotongan Pajak Penghasilan;
    3. menyetorkan Pajak Penghasilan yang telah dipotong dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) pada bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro, selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya sewa;
    4. melaporkan Pajak Penghasilan yang telah dipotong dan disetor kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat penyewa terdaftar sebagai Wajib Pajak, selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya sewa.

    Pasal 5

    Pihak yang menyewakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) wajib membayar Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) Final pada bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro, selambat-lambatnya tanggal 15 bulan berikutnya setelah bulan diterima atau diperolehnya sewa.

    Pasal 6
    (1) Wajib Pajak yang bergerak di bidang usaha persewaan tanah dan/atau bangunan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari luar usaha persewaan tanah dan/atau bangunan, atas penghasilan tersebut dikenakan Pajak Penghasilan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
    (2) Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetap wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan dengan melampirkan Laporan Keuangan yang meliputi seluruh kegiatan usahanya.

    Pasal 7
    (1) Dalam hal atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan yang diterima atau diperoleh mulai 1 Januari 1996 sampai berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1996 telah dipotong Pajak Penghasilan berdasarkan Pasal 23 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994 yang jumlahnya sama atau lebih besar dari jumlah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, maka pemotongan Pajak Penghasilan tersebut bersifat final.
    (2) Dalam hal atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan yang diterima atau diperoleh mulai 1 Januari 1996 sampai berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1996 telah dipotong Pajak Penghasilan yang jumlahnya lebih kecil dari jumlah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 atau belum dipotong Pajak Penghasilan, maka Wajib Pajak yang menerima penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan wajib membayar sendiri Pajak Penghasilan yang kurang atau belum dipotong tersebut selambat-lambatnya tanggal 31 Desember 1996.

    Pasal 8

    Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan Keputusan ini ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.

    Pasal 9

    Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

    Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Keputusan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

    Ditetapkan di Jakarta
    pada tanggal 5 Juni 1996
    MENTERI KEUANGAN,

    ttd

    MAR'IE MUHAMMAD

  • nukas3p

    Member
    1 June 2010 at 8:25 pm

    Gimana kalau MenyewaKAN tidak berNPWP sedangkan yang menyewa berNPWP

  • Aries Tanno

    Member
    2 June 2010 at 12:04 am
    Originaly posted by nukas3p:

    Gimana kalau MenyewaKAN tidak berNPWP sedangkan yang menyewa berNPWP

    bisa dijelaskan penyewanya siapa?
    Sebab, tidak semua yang berNPWP adalah pemotong PPh Pasal 4 ayat (2)
    Kalau WP badan, adalah pemotong pajak. Tapi kalau WP OP, hanyalah WP OP yang ditunjuk sebagai pemotong.

    Salam

Viewing 1 - 9 of 9 replies

Original Post
0 of 0 posts June 2018
Now