Media Komunitas Perpajakan Indonesia Forums PPh Pemotongan/Pemungutan cara penghitungan penyusutan yang benar menurut sistem perpajakan

  • cara penghitungan penyusutan yang benar menurut sistem perpajakan

  • gialloblu97

    Member
    18 October 2008 at 6:00 pm

    ruko itu atas nama sapa??apakah tuan santo menyewa atau memang punya dia???

  • harry_logic

    Member
    20 October 2008 at 12:48 am

    Penyusutan ruko yang Sdr handy hovin per'misal'kan, menurut saya, disusutkan semuanya dari lantai 1 s.d. lantai 3 sesuai harga perolehannya sebagai satu kesatuan kepemilikan. Utk per'misal'an ini, logikanya, kalau ada lantai 3, tentu ada lantai 2 dan lantai 1 khan… Akan berbeda bila satuan kepemilikan adalah hanya lantai sekian.

  • RITZKY FIRDAUS

    Member
    20 October 2008 at 11:44 am

    Dear All

    Bersama ini disampaikan Ketentuan Pasal 11 UU PPh Tentang Penyusutan dan Pasal 11 A UU PPh Tentang Amortisasi sbb:

    Pasal 11 (PENYUSUTAN)
    (1) Penyusutan atas pengeluaran untuk pembelian, pendirian, penambahan, perbaikan, atau perubahan harta berwujud, kecuali tanah yang berstatus hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai, yang dimiliki dan digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun dilakukan dalam bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat yang telah ditentukan bagi harta tersebut.
    (2) Penyusutan atas pengeluaran harta berwujud sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) selain bangunan, dapat juga dilakukan dalam bagian bagian yang menurun selama masa manfaat, yang dihitung dengan cara menerapkan tarif penyusutan atas nilai sisa buku, dan pada akhir masa manfaat nilai sisa buku disusutkan sekaligus, dengan syarat dilakukan secara taat asas.
    (3) Penyusutan dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran, kecuali untuk harta yang masih dalam proses pengerjaan, penyusutannya dimulai pada bulan selesainya pengerjaan harta tersebut.
    (4) Dengan persetujuan Direktur Jenderal Pajak, Wajib Pajak diperkenankan melakukan penyusutan mulai pada bulan harta tersebut digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan atau pada bulan harta yang bersangkutan mulai menghasilkan.
    (5) Apabila Wajib Pajak melakukan penilaian kembali aktiva berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, maka dasar penyusutan atas harta adalah nilai setelah dilakukan penilaian kembali aktiva tersebut.
    (6) Untuk menghitung penyusutan, masa manfaat dan tarif penyusutan harta berwujud ditetapkan sebagai berikut:

    KELOMPOK HARTA BERWUJUD MASA MANFAAT TARIF PENYUSUTAN
    Ayat (1) Ayat (2)
    I.Bukan Bangunan
    Kelompok 1 4 Tahun 25 % 50%
    Kelompok 2 8 Tahun 12,5% 25%
    Kelompok 3 16 Tahun 6,25% 12,5%
    Kelompok 4 20 Tahun 5 % 10%
    II.B a n g u n a n
    Permanen 20 Tahun 5% —
    Tidak Permanen 10 tahun 10 % —

    (7) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusutan atas harta berwujud yang dimiliki dan digunakan dalam bidang usaha tertentu diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
    (8) Apabila terjadi pengalihan atau penarikan harta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 Ayat (1) huruf d atau penarikan harta karena sebab lainnya, maka jumlah nilai sisa buku harta tersebut dibebankan sebagai kerugian dan jumlah harga jual atau penggantian asuransinya yang diterima atau diperoleh dibukukan sebagai penghasilan pada tahun terjadinya penarikan harta tersebut.
    (9) Apabila hasil penggantian asuransi yang akan diterima jumlahnya baru dapat diketahui dengan pasti di masa kemudian, maka dengan persetujuan Direktur Jenderal Pajak jumlah sebesar kerugian sebagaimana dimaksud pada Ayat (8) dibukukan sebagai beban masa kemudian tersebut.
    (10) Apabila terjadi pengalihan harta yang memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 Ayat (3) huruf a dan huruf b, yang berupa harta berwujud, maka jumlah nilai sisa buku harta tersebut tidak boleh dibebankan sebagai kerugian bagi pihak yang mengalihkan.
    (11) Ketentuan lebih lanjut mengenai kelompok harta berwujud sesuai dengan masa manfaat sebagaimana dimaksud pada Ayat (6) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

    Pasal 11 A (AMORTISASI)
    (1) Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh harta tak berwujud dan pengeluaran lainnya termasuk biaya perpanjangan hak guna bangunan, hak guna usaha, hak pakai, dan muhibah (goodwill) yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun yang dipergunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, dilakukan dalam bagian-bagian yang sama besar atau dalam bagian-bagian yang menurun selama masa manfaat, yang dihitung dengan cara menerapkan tarif amortisasi atas pengeluaran tersebut atau atas nilai sisa buku dan pada akhir masa manfaat diamortisasi sekaligus dengan syarat dilakukan secara taat asas.
    (1a) Amortisasi dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran, kecuali untuk bidang usaha tertentu yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan.
    (2) Untuk menghitung amortisasi, masa manfaat dan tarif amortisasi ditetap kan sebagai berikut:

    KELOMPOK HARTA TAK BERWUJUD MASA MANFAAT TARIF AMORTISASI
    BERDASARKAN METODE
    GARIS LURUS SALDO MENURUN
    Kelompok 1 4 Tahun 25% 50%
    Kelompok 2 8 Tahun 12,5% 25%
    Kelompok 3 16 Tahun 6,25% 12,5%
    Kelompok 4 20 Tahun 5% 10%

    (3) Pengeluaran untuk biaya pendirian dan biaya perluasan modal suatu perusahaan dibebankan pada tahun terjadinya pengeluaran atau diamortisasi sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada Ayat (2).
    (4) Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan pengeluaran lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun di bidang pe nambangan minyak dan gas bumi dilakukan dengan menggunakan metode satuan produksi.
    (5) Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak penambangan selain yang dimaksud pada ayat (4), hak pengusahaan hutan, dan hak pengusaha an sumber alam serta hasil alam lainnya yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun, dilakukan dengan menggunakan metode satuan produksi paling tinggi 20% (dua puluh persen) setahun.
    (6) Pengeluaran yang dilakukan sebelum operasi komersial yang mempunyai masa manfaatlebih dari 1 (satu) tahun, dikapitalisasi dan kemudian diamortisasi sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada Ayat (2).
    (7) Apabila terjadi pengalihan harta tak berwujud atau hak-hak sebagaimana dimaksud pada Ayat (1), Ayat (4), dan Ayat (5), maka nilai sisa buku harta atau hak-hak tersebut dibebankan sebagai kerugian dan jumlah yang diterima sebagai penggantian merupakan penghasilan pada tahun terjadinya pengalihan tersebut.
    (8) Apabila terjadi pengalihan harta yang memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 Ayat (3) huruf a dan huruf b, yang berupa harta tak berwujud, maka jumlah nilai sisa buku harta tersebut tidak boleh dibebankan sebagai kerugian bagi pihak yang mengalihkan.

    Demikian untuk diketahui

    Regard's

    RITZKY FIRDAUS.

Viewing 16 - 18 of 18 replies

Original Post
0 of 0 posts June 2018
Now