• Cara Menghitung BPHTB

     kiva updated 13 years, 4 months ago 8 Members · 14 Posts
  • munytea

    Member
    13 June 2011 at 8:56 am
  • munytea

    Member
    13 June 2011 at 8:56 am

    Buat rekan-rekan semuanya, saya mo tanya, bagaimana cara menghitung BPHTB? apakah setiap kota Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak berbeda-beda? Terima kasih

  • fusuy

    Member
    13 June 2011 at 9:55 am

    Pasal 7

    Ayat (1)

    Yang dimaksud dengan Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan secara regional adalah penetapan Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak untuk masing-masing Kabupaten/Kota.

    Contoh :

    1.

    Pada tanggal 1 Februari 2001, Wajib Pajak "A" membeli tanah yang terletak di Kabupaten "AA" dengan Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) untuk perolehan hak selain karena waris, atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami/istri, untuk Kabupaten "AA" ditetapkan sebesar Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah). Mengingat NPOP lebih kecil dibandingkan NPOPTKP, maka perolehan hak tersebut tidak terutang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
    2.

    Pada tanggal 1 Februari 2001, Wajib Pajak "B" membeli tanah dan bangunan yang terletak di Kabupaten "AA" dengan NPOP Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). NPOPTKP untuk perolehan hak selain karena waris, atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami/istri, untuk Kabupaten "AA" ditetapkan sebesar Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah). Besarnya Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak (NPOPKP) adalah Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dikurangi Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) sama dengan Rp 40.000.000,00 (empat puluh juta rupiah), maka perolehan hak tersebut terutang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
    3.

    Pada tanggal 2 Maret 2001, Wajib Pajak "C" mendaftarkan warisan berupa tanah dan bangunan yang terletak di Kota "BB" dengan NPOP Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah). NPOPTKP untuk perolehan hak karena waris untuk Kota "BB" ditetapkan sebesar Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah). Besarnya NPOPKP adalah Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah) dikurangi Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sama dengan Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah), maka perolehan hak tersebut terutang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
    4.

    Pada tanggal 2 Februari 2001, Wajib Pajak orang pribadi "D" mendaftarkan hibah wasiat dari orang tua kandung, sebidang tanah yang terletak di Kota "BB" dengan NPOP Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) NPOPTKP untuk perolehan hak karena hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami/istri, untuk kota "BB" ditetapkan sebesar Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah). Mengingat NPOP lebih kecil dibandingkan NPOPTKP, maka perolehan hak tersebut tidak terutang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

    atau untuk lebih lengkapnya silahkan dibaca http://www.ortax.org/ortax/?mod=aturan&id_topik=bp htb&id_jenis=1000&p_tgl=tahun&tahun=&nomor=&q=&q_d o=macth&cols=isi&hlm=1&page=show&id=5

    ortax

  • munytea

    Member
    13 June 2011 at 10:15 am

    Terima kasih atas penjelasnnya, tp gmn cara menghitung BPHTB-nya (dikenakan berapa persen)?

  • hendrioye

    Member
    13 June 2011 at 11:18 am

    UU BPHTB Pasal 5 :
    Tarif pajak ditetapkan sebesar 5% (lima persen)

    Salam

  • hendrioye

    Member
    13 June 2011 at 11:21 am
    Originaly posted by munytea:

    gmn cara menghitung BPHTB-nya

    seperti yang dijelaskan rekan fusuy

    salam

  • munytea

    Member
    13 June 2011 at 1:25 pm

    Wah terima kasih banget buat rekan-rekan semua yang telang ngasih penjelasan.

  • applejuice

    Member
    14 June 2011 at 5:53 pm

    NPOPTKP Jakarta besarnya Rp 60 juta apa ya dasar hukumnya? Thanks,.

  • hendrioye

    Member
    15 June 2011 at 10:31 am
    Originaly posted by applejuice:

    NPOPTKP Jakarta besarnya Rp 60 juta apa ya dasar hukumnya?

    UU BPHTB Pasal 7

    Salam

  • heppy

    Member
    15 June 2011 at 7:34 pm

    Sekedar info rekan-rekan sejak 1 Januari 2011 UU BPHTB dah ga berlaku lagi. Penggantinya adalah UU PDRD no28 tahun 2009. Peraturan pelaksanaannya ada di masing2 daerah/pemkab/pemkot dalam bentuk Perda. NPOPTKP dalam UU tersebut ditetapkan minimal 60 juta. Artinya daerah boleh menetapkan berapapun NPOPTKP tetapi dengan catatan tidak boleh kurang dari 60 juta.
    Demikian semoga bisa membantu..

    Salam

  • hendrioye

    Member
    16 June 2011 at 11:34 am

    tak ralat klo begitu:
    UU PDRD No. 28 Tahun 2009

    Pasal 88
    (1) Tarif Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan ditetapkan paling tinggi sebesar 5% (lima persen).

    Pasal 87
    (4) Besarnya Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan paling rendah sebesar Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) untuk setiap Wajib Pajak.

    salam

  • ho2nz

    Member
    16 June 2011 at 3:10 pm

    sundul….

  • gumay

    Member
    15 July 2011 at 11:05 am

    – POKOK-POKOK ATURAN TENTANG BPHTB
    I. Pengertian
    1. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) : adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan, yang selanjutnya disebut pajak.
    2. Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan : adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah atau bangunan oleh orang atau badan.
    3. Hak atas tanah adalah hak atas tanah termasuk hak pengelolaan, beserta bangunan di atasnya sebagaimana dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, Undang-Undang Nomor 16 tentang Rumah Susun dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lainnya.
    II. Objek Pajak
    Yang menjadi objek pajak adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan.
    Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan meliputi :
    a. Pemindahan hak karena
    1. jual beli
    2. tukar-menukar
    3. hibah
    4. hibah wasiat
    5. waris
    6. pemasukan dalam perseroan atau badan hokum lainnya
    7. pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan
    8. penunjukan pembeli dalam lelang
    9. pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hokum tetap
    10. penggabungan usaha
    11. peleburan usaha
    12. pemekaran usaha
    13. hadiah
    b. Pemberian hak baru karena :
    1. kelanjutan pelepasan hak
    2. di luar pelepasan hak
    Hak atas tanah adalah hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak milik atas satuan rumah susun atau hak pengelolaan.
    III. Objek Pajak Yang Tidak Dikenakan BPHTB adalah objek pajak yang diperoleh :
    a. Perwakilan diplomatic, konsulat berdasarkan atas perlakuan timbale balik.
    b. Negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan atau untuk pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum.
    c. Badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri dengan syarat tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan lain diluar fungsi dan tugas badan atau perwakilan organisasi tersebut.
    d. Orang pribadi atau badan atau karena konversi hak dan perbuatan hukum lain dengan tidak adanya perubahan nama
    e. Orang pribadi atau badan karena wakaf
    f. Orang pribadi atau badan yang digunakan untuk kepentingan ibadah.
    IV. Subjek Pajak
    Yang menjadi subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan.
    Subjek Pajak sebagaimana tersebut diatas yang dikenakan kewajiban membayar pajak menjadi Wajib Pajak menurut Undang-Undang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
    V. Tarif Pajak
    Tarif pajak ditetapkan sbesar 5% (lima persen)
    VI. Dasar Pengenaan BPHTB
    Dasar Pengenaan Pajak adalah Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) dalam hal :
    a. jual beli adalah harga transaksi
    b. tukar-menukar adalah nilai pasar
    c. hibah adalah nilai pasar
    d. hibah wasiat adalah nilai pasar
    e. waris adalah nilai pasar
    f. pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya adalah nilai pasar
    g. pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah nilai pasar
    h. peralihan hak karena pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap adalah nilai pasar
    i. pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak adalah nilai pasar
    j. pemberian hak baru atas tanah di luar pelepasan hak adalah nilai pasar
    k. penggabungan usaha adalah nilai pasar
    l. peleburan usaha adalah nilai pasar
    m. pemekaran usaha adalah nilai pasar
    n. hadiah adalah nilai pasar
    o. penunjukan pembeli dalam lelang adalah harga transaksi yang tercantum dalam Risalah Lelang
    Apabila NPOP dalam hal a s/d n tidak diketahui atau lebih rendah daripada NJOP PBB yang digunakan dalam pengenaan PBB pada tahun terjadinya perolehan, dasar pengenaan pajak yang dipakai adalah NJOP PBB.
    VII. Pengenaan BPHTB
    a. pengenaan BPHTB karena waris dan Hibah Wasiat.
    BPHTB yang terutang atas perolehan hak karena waris dan hibah wasiat adalah sebesar 50% dari BPHTB yang seharusnya terutang.
    b. pengenaan BPHTB karena pemberian Hak Pengelolaan.
    Besarnya BPHTB karena pemberian Hak Pengelolaan adalah sebagai berikut :
    – 0% (nol persen) dan BPHTB yang seharusnya terutang terutang dalam hal penerima Hak Pengelolaan adalah Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, Pemerintah Daerah Propinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/kota, Lembaga Pemerintah lainnya, dan Perusahaan Umum Pembangunan Perumahan Nasional (Perum Perumnas)
    – 50% (lima puluh persen) dari BPHTB yang seharusnya terutangdalam hal penerima Hak Pengelolaan selain dimaksud di atas
    VIII. Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) ditetapkan secara regional paling banyak
    a. Rp. 60.000.000,- (enam puluh juta rupiah)
    b. Rp. 300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah) dalam hal perolehan hak karena waris, atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah termasuk istri/suami.
    IX. Saat, Tempat, dan Cara Pembayaran Pajak Terutang
    Saat terutang Pajak atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan untuk:
    a. jual beli adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta
    b. tukar-menukar adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatangani akta
    c. hibah adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta
    d. waris adalah sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan haknya ke Kantor Pertanahan
    e. pemasukan dalam perseroan atau badan hokum lainnya adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta
    f. pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta
    g. lelang adalah sejak tanggal penunjukan pemenang lelang
    h. putusan hakim adalah sejak tanggal putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap
    i. hibah wasiat adalah sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan haknya ke Kantor Pertanahan
    j. pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak adalah sejak tanggal ditandatangani dan diterbitkannya surat keputusan pemberian hak
    k. pemberian hak baru di luar pelepasan hak adalah sejak tanggal ditandatangani dan diterbitkannya surat keputusan pemberian hak
    l. penggabungan usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta
    m. peleburan usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta
    n. pemekaran usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta
    o. hadiah adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta
    Tempat Pajak Terutang adalah di wilayah Kabupaten, Kota, atau Propinsi yang meliputi letak tanah dan bangunan.
    Cara pembayaran Pajak adalah wajib pajak membayar pajak yang terutang dengan tidak mendasarkan pada adanya surat ketetapan pajak. Pajak terutang dibayar ke kas Negara melalui Kantor Pos/ Bank BUMD/BUMN atau tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh Menteri dengan Surat Setoran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (SSB)
    CARA PENGHITUNGAN, PEMBAYARAN, PENETAPAN, DAN PENAGIHAN BPHTB
    I. Cara Penghitungan BPHTB
    Besarnya BPHTB terutang adalah Nilai Perolehan Objek PAjak )NPOP) dikurangi Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kene Pajak (NPOPTKP) dikalikan tariff 5% (lima persen)
    Secara matematis adalah :
    BPHTB = 5% x (NPOP-NPOPTKP)
    Contoh :
    1. Pada tanggal 6 Januari 2006, Tuan “S” membeli tanah yang terletak di Kabupaten “XX” dengan harga Rp. 50.000.000,-. NJOP PBB tahun 2006 Rp. 40.000.000,-. Mengingat NJOP lebih kecil dari harga transaksi, maka NPOP-nya sebesar Rp. 50.000.000,- Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) untuk perolehan hak selain karena waris, atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami/istri, untuk Kabupaten “XX” ditetapkan sebesar Rp. 60.000.000,- Mengingat NPOP lebih kecil dibandingkan NPOPTKP, maka perolehan hak tersebut tidak terutang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
    BPHTB = 5%x (Rp. 50 juta-Rp. 60 juta)
    = 5%x0
    = Rp. 0 (nihil)
    2. Pada tanggal 7 Januari 2006, Nyonya “D” membeli tanah dan bangunan yang terletak di Kabupaten “XX” dengan harga Rp. 90.000.000,- NJOP PBB tahun 2006 adalah Rp. 100.000.000,-. Seingga besarnya NPOP adalah Rp. 100.000.000,-. NPOPTKP untuk perolehan hak selain karena waris, atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dlam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami/istri, untuk Kabupaten “XX” ditetapkan sebesar Rp. 60.000.000,-. Besarnya Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) adalah Rp. 100.000.000,- dikurangi Rp. 60.000.000,- sama dengan Rp. 40.000.000,-, maka perolehan hak tersebut terutang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan.
    BPHTB = 5% x (Rp. 100 – Rp. 60) juta
    = 5% x Rp. 40 juta
    = Rp. 2 juta
    3. Pada tanggal 28 Juli 2006, Tuan “S” mendaftarkan warisan berupa tanah dan bangunan yang terletak di Kota “BB” dengan NJOP PBB Rp. 250.000.000,-. NPOPTKP untuk perolehan hak karena hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami/istri, untuk kota “BB” ditetapkan sebesar Rp. 300.000.000,-. Mengingat NPOP lebih kecil dibandingkan NPOPTKP, maka perolehan hak tersebut tidak terutang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
    BPHTB = 50% x 5% x (250. – Rp. 300) juta
    = 50% x 5% x (0)
    = Rp. 0 (nihil)
    II. Pembayaran BPHTB
    Sistem pemungutan BPHTB pada prinsipnya menganut system “self assessment”. Artinya Wajib Pajak Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk menghitung dan membayar sendiri pajak yang terutang dengan tidak mendasarkan pada adanya surat ketetapan pajak.
    Pajak yang terutang dibayarkan ke Kas Negara melalui Kantor Pos dan atau Bank Badan Usaha Milik Negara atau Bank Badan Usaha Milik Daerah atau tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan dengan menggunakan Surat Setoran Bea (SSB).
    III. Penetapan
    1. Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya pajak. Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar (SKBPHTBKB) apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain ternyata jumlah pajak yang terutang kurang dibayar. Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam S

  • kiva

    Member
    9 August 2011 at 11:09 am
    Originaly posted by munytea:

    bagaimana cara menghitung BPHTB?

    Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (“BPHTB”), yaitu pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Hal ini didasarkan pada Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) UU No. 20 Tahun 2000 tentang Perubahan atas UU No. 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

    Pajak Pembeli (BPHTB) = [NJOP/harga jual –NPTKP] X 5%

    Dimana dasar hukumnya Pasal 5 UU No. 21 Tahun 1997 tentang BPHTB

    mohon dikoreksi
    salam

Viewing 1 - 14 of 14 replies

Original Post
0 of 0 posts June 2018
Now