Media Komunitas Perpajakan Indonesia › Forums › PPh Badan › Angsuran PPh 25 pada perusahaan jasa konstruksi mengakibatkan SPT lebih bayar
Angsuran PPh 25 pada perusahaan jasa konstruksi mengakibatkan SPT lebih bayar
Salam kenal, newbie mau tanya nih soal Jasa Konstruksi.Saat ini kan perusahaan jasa konstruksi dikenai tarif PPh pasal 4 (2) final atas penghasilannya sehingga pada SPT badan semua penghasilan dan biaya yang terjadi akan dikoreksi fiskal sehingga PPh pasal 29-nya menjadi nihil, nah yang jadi masalah adalah jika pada tahun 2009 terdapat angsuran PPh 25 ,maka jika diperhitungkan akan mengakibatkan lebih bayar, dan jika lebih bayar akan berkemungkinan untuk diperiksa.Yang saya tanyakan bagaimanakah untuk mengatasi kelebihan bayar tersebut?Thanks
Ni dia solusinya rekan rony
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 153/PMK.03/2009TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 187/PMK.03/2008
TENTANG TATACARA PEMOTONGAN, PENYETORAN, PELAPORAN,
DAN PENATAUSAHAAN PAJAK PENGHASILAN ATAS
PENGHASILAN DARI USAHA JASA KONSTRUKSIDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN,
Menimbang :
bahwa sehubungan dengan telah ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha Jasa Konstruksi, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 187/PMK.03/2008 tentang Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, Pelaporan, dan Penatausahaan Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha Jasa Konstruksi;
Mengingat :
1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan Dari Usaha Jasa Konstruksi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4481) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5014);
4. Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005;
5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 187/PMK.03/2008 tentang Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, Pelaporan, dan Penatausahaan Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha Jasa Konstruksi;MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 187/PMK.03/2008 TENTANG TATACARA PEMOTONGAN, PENYETORAN, PELAPORAN, DAN PENATAUSAHAAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA JASA KONSTRUKSI.
Pasal I
Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 187/PMK.03/2008 tentang Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, Pelaporan, dan Penatausahaan Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha Jasa Konstruksi diubah sebagai berikut :
1. Ketentuan Pasal 8 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :
Pasal 8
(1) Terhadap kontrak yang ditandatangani sebelum tanggal 1 Agustus 2008 berlaku ketentuan sebagai berikut :
1. Untuk pembayaran kontrak atau bagian dari kontrak yang dilakukan sampai dengan tanggal 31 Desember 2008, apabila :
1) Penyedia jasa telah dikenakan pemotongan pajak berdasarkan ketentuan Pasal 23 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan oleh Pengguna Jasa;dan
2) Pemotongan pajak sebagaimana dimaksud pada angaka 1) telah dipindahbukukan menjadi Pajak Penghasilan yang bersifat final berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 187/PMK.03/2008 tentang Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, Pelaporan, dan Penatausahaan Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi,
atas bukti pemotongan Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud pada angka 2) diubah menjadi bukti pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23 yang dilakukan melalui perubahan bukti pemotongan.
2. Untuk pembayaran kontrak atau bagian dari kontrak yang dilakukan sampai dengan tanggal 31 Desember 2008 yang telah dikenakan pemotongan Pajak Penghasilan yang bersifat final berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi, atas bukti pemotongan Pajak Penghasilan yang bersifat final tersebut diubah menjadi bukti pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23 yang dilakukan melalui perubahan bukti pemotongan sebesar tarif berdasarkan ketentuan Pasal 23 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.
3. Untuk pembayaran kontrak atau bagian dari kontrak yang dilakukan setelah tanggal 31 Desember 2008 dengan berita acara serah terima penyelesaian pekerjaan yang ditandatangani oleh Penyedia Jasa dan Pengguna Jasa sampai dengan tanggal 31 Desember 2008 dan telah dipotong Pajak Penghasilan yang bersifat final berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi, atas bukti pemotongan Pajak Penghasilan yang bersifat final tersebut diubah menjadi bukti pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23 yang dilakukan melalui perubahan bukti pemotongan sebesar tarif berdasarkan ketentuan Pasal 23 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.(2) Dalam hal terdapat kelebihan pemotongan Pajak Penghasilan yang bersifat final setelah perubahan bukti pemotongan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kelebihan pemotongan Pajak Penghasilan yang bersifat final tersebut dikembalikan dengan tata cara pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang melalui permohonan secara tertulis yang disampaikan oleh Penyedia Jasa kepada Kantor Pelayanan Pajak tempat Penyedia Jasa terdaftar.
(3) Pembayaran Pajak Penghasilan yang bersifat final yang dilakukan melalui mekanisme penyetoran sendiri oleh Penyedia Jasa berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi, dapat dipindahbukukan.
2. Diantara Pasal 8 dan Pasal 9 disisipkan 3 (tiga) pasal, yakni Pasal 8A, Pasal 8B dan Pasal 8C yang berbunyi sebagai berikut :Pasal 8A
(1) Untuk melakukan perubahan bukti pemotongan dari Pajak Penghasilan yang bersifat final menjadi Pajak Penghasilan Pasal 23 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1), Penyedia Jasa mengajukan permohonan secara tertulis kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Penyedia Jasa terdaftar dengan menggunakan format sesuai Lampiran I Peraturan Menteri Keuangan ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri Keuangan ini.
(2) Permohonan untuk melakukan perubahan bukti pemotongan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilampiri dengan :1. asli dan 2 (dua) lembar fotokopi bukti pemotongan pajak Penghasilan yang bersifat final; dan
2. data atau keterangan pendukung yang diperlukan untuk menunjukkan bahwa atas bukti pemotongan yang akan diubah berkaitan dengan penghasilan yang seharusnya dipotong Pajak Penghasilan Pasal 23, berupa :
1) fotokopi kontrak dan dokumen pembayaran;atau
2) fotokopi kontrak, dokumen pembayaran, dan berita acara serah terima penyelesaian pekerjaan.(3) Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Penyedia Jasa terdaftar menyelesaikan permohonan perubahan bukti pemotongan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterima lengkap.
(4) Dalam hal permohonan perubahan bukti pemotongan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui atas seluruh atau sebagian bukti pemotongan, setiap lembar bukti pemotongan yang disetujui tersebut harus dibubuhi tulisan atau cap "DIUBAH MENJADI BUKTI PEMOTONGAN PASAL 23 DENGAN TARIF SEBESAR …..% SEJUMLAH Rp …………… BERDASARKAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR ……./PMK.03/2009" dan divalidasi oleh Kantor Pelayanan Pajak.
(5) Atas bukti pemotongan yang telah dibubuhi tulisan atau cap sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Kantor Pelayanan Pajak tempat Penyedia Jasa terdaftar melakukan hal-hal sebagai berikut :1. memberikan asli lembar ke-1 pemotongan kepada Penyedia Jasa;
2. menyatukan 1 (satu) lembar fotokopi bukti pemotongan dengan berkas SPT Tahunan Penyedia Jasa yang bersangkutan; dan
3. mengirimkan 1 (satu) lembar fotokopi bukti pemotongan kepada Kantor Pelayanan Pajak tempat pengguna Jasa (pemotong pajak) terdaftar untuk kemudian disatukan dengan berkas SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) Pengguna Jasa.(6) Atas permohonan perubahan bukti pemotongan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang tidak disetujui, Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Penyedia Jasa terdaftar harus menyampaikan pemberitahuan penolakan perubahan bukti pemotongan kepada Wajib Pajak dengan format sesuai Lampiran II Peraturan Menteri Keuangan ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri Keuangan ini.
(7) Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terlewati dan Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Penyedia Jasa terdaftar belum menyelesaikan permohonan perubahan bukti pemotongan, permohonan perubahan bukti pemotongan tersebut dianggap disetujui dan Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Penyedia Jasa terdaftar harus menyelesaikan permohonan perubahan bukti pemotongan dimaksud paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berakhir.Pasal 8B
Bagi Pengguna Jasa yang telah melakukan pemotongan Pajak Penghasilan atas pembayaran kontrak atau bagian dari kontrak untuk kontrak yang ditandatangani sebelum tanggal 1 Agustus 2008 sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku pada saat ditandatanganinya kontrak tersebut dan telah menerbitkan bukti pemotongan serta telah melaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa, atas bukti pemotongan tersebut tidak perlu dilakukan perubahan bukti pemotongan dan dianggap sudah benar.
Pasal 8C
Bagi Wajib Pajak yang hanya memperoleh penghasilan dari usaha jasa konstruksi, sejak Tahun Pajak 2009 tidak diwajibkan melakukan pembayaran angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 sesuai peraturan perundang-undangan d
Rekan ronyluis, berhubung sama-sama newbie maka saran saya supaya tidak lebih bayar maka apabila ada hutang pajak atau ada kekurangan pembayaran PPh atau PPN, lebih baik dipindahbukukan saja ke jenis pajak yang kurang bayar.
Berarti solusinya harus pindah buku ya. Thanks all
ikut nimbrung…
Originaly posted by ronyluis:Berarti solusinya harus pindah buku ya.
pindah buku ke mana rekan rony? kan persh anda sdh dipot pph final dan persh anda
kan sudah bayar angsuran pph 25 di 2009, jadi mau dipbk ke mana???Originaly posted by hanif:Pasal 8C
Bagi Wajib Pajak yang hanya memperoleh penghasilan dari usaha jasa konstruksi, sejak Tahun Pajak 2009 tidak diwajibkan melakukan pembayaran angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 sesuai peraturan perundang-undangan d
rekan hanif, apa butir ini yg rekan hanif maksudkan sbg solusinya?
jika ya, kan angsuran pph 25 sdh telanjur dibayar di 2009 rekan,
mohon pencerahan rekan hanif…salam.
he he he benar rekan ktfd.
sudah terlanjur dibayar ya?
kalau begitu, pbknya misale pada kewajiban perusahaan untuk menyetorkan PPh 21, atau PPh pasal 23 yang telah dipungut dan atau disetorkannya. Artinya, posisinya adalah sebagai pemungut pajak.
Dengan demikian, ia tidak perlu lagi menyetorkan pajak yang telah dipungutnya tersebut. cukup melalui pbk PPh 25 yang telah dibayarnya. Asumsi yang digunakan bahwa PPh 21 dan 23 yang harus disetorkannya tersebut sama dengan yang PPh 25 yang telah dibayarnya. Bila PPh 21 dan 23 tersebut lebih besar dari PPh 25 yang telah disetornya, ia cukup menambah kekurangannya saja.
Pbk ini bisa menurut saya juga bisa untuk kewajiban pajak-pajak lainnya.Demikian rekan ktfd
mohon koreksinyaSalam
- Originaly posted by hanif:
kalau begitu, pbknya misale pada kewajiban perusahaan untuk menyetorkan PPh 21, atau PPh pasal 23 yang telah dipungut dan atau disetorkannya. Artinya, posisinya adalah sebagai pemungut pajak.
Dengan demikian, ia tidak perlu lagi menyetorkan pajak yang telah dipungutnya tersebut. cukup melalui pbk PPh 25 yang telah dibayarnya. Asumsi yang digunakan bahwa PPh 21 dan 23 yang harus disetorkannya tersebut sama dengan yang PPh 25 yang telah dibayarnya. Bila PPh 21 dan 23 tersebut lebih besar dari PPh 25 yang telah disetornya, ia cukup menambah kekurangannya saja.
Pbk ini bisa menurut saya juga bisa untuk kewajiban pajak-pajak lainnya.Iya ya pilihannya cuma PBK ke PPh 21 atau 23, selain PBK apakah ada solusi yang lebih baik, kalau ada mohon masukannya.Dan jika PBK apakah diperiksa?
- Originaly posted by ronyluis:
Iya ya pilihannya cuma PBK ke PPh 21 atau 23, selain PBK apakah ada solusi yang lebih baik, kalau ada mohon masukannya.Dan jika PBK apakah diperiksa?
Kalau nilai PPh yg akan di Pbk lebih kecil dibanding PPh 25 yg sudah terlanjur disetor, bagaimana ? setau saya kalau sudah terlanjur setor PPh 25, apalagi sudah berbulan-bulan, ya pasti jadi LB dan akan sulit mem-pbk nya, hal ini juga terjadi di perusahaan saya, hasilnya setelah konsultasi dgn AR, malah dia bilang mmg harus lebih bayar dan akan diperiksa…jadi masalah deh
pindah buku itu tidak ada batas waktu pengajuannya.
AR nya malas aja tuh, padahal pengerjaan Pbk itu tidak perlu konfirmasi ke bank klo NTPN nya jelas.salam…
mau nanya"
nyambung pertanyaan ronyluis kalo kejadiannya malah kurang bayar biasanya masalahnya dari mana yah?
apakah perusahaan jasa konstruksi yang semua penghasilannya terkena pph final bisa dilakukan rekonsiliasi fiskal lap laba ruginya?
terimakasih