PENUTUP Sebagaimana telah dijelaskan di atas, implikasi Pasal 2 ayat (4) dan ayat (4a) adalah pengenaan cost of taxation yang sangat tinggi, bahkan melebihi sanksi dalam kompromi fiskal Pasal 8 ayat (3) maupun sanksi (minimum) pidana perpajakan. Hal ini terjadi karena sanksi yang dikenakan terhadap pengusaha bukan hanya berupa sanksi yang bersifat eksplisit (misalnya Pasal 13 ayat (2)) tetapi juga sanksi yang bersifat implisit -antara lain berupa menegasan hak pengkreditan atau penetapan PPN yang kurang bayar atas dasar nilai peredaran bruto/omzet dan bukan mendasar pada nilai tambah. Sejatinya PPN adalah pajak yang dikenakan terhadap nilai tambah, Mekanisme penghitungan PPN berbeda dengan Pajak Penjualan (PPn) yang merupakan pajak atas transaksi/penjualan. Sejatinya, sanksi perpajakan merupakan instrumen untuk menciptakan keadilan perpajakan. Sanksi menjadi pembeda antara yang wajib pajak yang patuh dan yang tidak patuh. Karena itulah, keberlakukan asas retroactive seharusnya hanya diterapkan terhadap PKP yang dikukuhkan secara jabatan, namun dengan tetap memperhatikan hak-hak perpajakannya. Namun, untuk mencegah perpecahan antara negara dan rakyat, sebaiknya asas retroactive tidak diberlakukan terhadap PKP karena sistem PPN (termasuk UU PPN) saat ini tidak memungkinkan hal tersebut, terutama karena Pasal 9 ayat 8 huruf a UU PPN mengatur disallowed VAT Input bagi Pajak Masukan sebelum pengusaha dikukuhkan menjadi PKP. Hal ini berbeda dengan PPh yang dalam UU PPh tidak menegaskan hak atas tax reliefs baik Pasal 6 (deductible expenses maupun deduction), Pasal 7 (personal allowances untuk WP PPh OP) maupun Pasal 28 (tax credit) sehingga Wajib Pajak yang diterbitkan SKPKB berdasarkan NPWP secara jabatan tetap akan dihitung berdasarkan dasar pengenaan PPh, yaitu penghasilan (tambahan kemampuan ekonomis, misalnya net income) Dalam memenuhi kewajibannya sebagai Wajib Pajak, seseorang dipengaruhi oleh berbagai motif. Apabila motif seseorang membayar pajak adalah karena didorong oleh suatu ketakutan akan mendapat hukuman, maka bentuk kepatuhan tersebut bukan karena kesadaran atau kesukarelaan melainkan karena rasa ketakutan atau terpaksa. Kepatuhan Wajib Pajak yang disebabkan karena takut pada sanksi atau hukuman merupakan kepatuhan bersifat semu dan akan mengurangi manfaat dari penerapan sanksi (James, 2006 : 141). Sudah seharusnya fungsi sanksi perpajakan diletakkan kembali pada posisi yang seharusnya. Sanksi pidana perpajakan tidak boleh berorientasi pada tujuan jangka pendek, yaitu untuk menghukum PKP yang tidak kooperatif dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya, namun sebaliknya, harus berorientasi pada tujuan jangka panjang yaitu untuk mempengaruhi tingkah laku PKP yang tidak kooperatif menjadi PKP yang patuh. Sudah seharusnya Pasal 2 ayat (4) maupun Pasal 4 ayat (4a) ditinjau kembali dan segera diamandemen untuk memberikan kepastian hukum dan menjamin keadilan perpajakan. Dengan struktur UU PPh dan UU PPN yang ada saat ini, maka ketentuan asas retroactive hanya cocok untuk diberlakukan terhadap PPh, karena PPh merupakan Secara pajak langsung dan bersifat subyektif. Sungguh suatu ironi, jika pemerintah memperjuangkan keberlakuan tax amnesty dengan insentif uang tembusan yang sangat murah (bahkan diberikan pembebasan pajak dan sanksi-sanksinya) bagi para wajib pajak yang jelas tegas melakukan tindakan pidana perpajakan. Sementara Pasal 2 ayat (4) dan ayat (4a) yang sarat ketidakadilan bahkan menimbulkan cost of taxation yang tinggi justru tidak ditinjau kembali. Terlebih, pada kenyataannya PKP tersebut juga sudah dikenakan Pajak Penghasilan dengan tarif yang berlaku umum (yaitu maksimum 30% untuk PPh Orang Pribadi dan 25% untuk PPh Badan), dan karena pada kenyataannya PKP tersebut tidak pernah memungut PPN kepada pada pembelinya, maka seluruh direct money costs menjadi tanggungannya, termasuk juga sanksi perpajakan baik yang secara eksplisit dan implisit. Bahkan, fakta empirik menunjukkan bahwa cost of taxation asas retroactive PPN yang diderita PKP tersebut justru lebih besar dibandingkan PPh yang memang merupakan pajak subyektif yang bersifat langsung (menjadi beban Wajib Pajak). Kondisi ini akan memperburuk persepsi rakyat karena akan menganggap pemerintah hanya berpihak pada suatu golongan yang mempunyai harta banyak. Untuk itu, diperlukan langkah nyata untuk menyehatkan kembali relasi antara pemerintah dan rakyat, demi terbangunnya saling percaya (trust) antara pemerintah dan rakyat melalui pajak sebagai instrumen nation building. REFERENSI
Bruno Peeters (Editor), The Concept of Tax, EATLP International Tax Series, Volume 3, 2005
Cedric Sandford , The Rise and Rise of Tax Compliance Costs, New Zealand: The Chartered Institute of Taxation, http://www.tax.org.uk/index.pl?section=133″>History of Tax.
Cedric T. Sandford, M.R. Godwin and P.J.W. Hardwick, Administrative and Compliance Costs of Taxation, Fiscal Publications, Bath, 1989
Dora Hancock, Taxation: Policy & Practice, 1997/1998 Edition, UK: Thomson Business Press, 1997.
Edi Slamet Irianto, Pajak, Negara dan Demokrasi : Konsep dan Implementasinya di Indonesia, Yogyakarta: Laksbang Mediatama, 2009.
Edi Suharto, Analisis Kebijakan Publik : Panduan Praktis Mengkaji Masalah dan Kebijakan Sosial, Edisi Revisi, Bandung: CV Alfabeta, 2005.
Edwin, R.A. Seligman, Essays in Taxation , New York, 1925.
James M. Buchanan, ‘Tax Institutions and Individual Fiscal Choice’, Public Finance in Democratic Process: Fiscal Institutions and Individual Choice, The Library of Economics and Liberty, dalam http://www.econlib.org/library/Buchanan/buch Cv4c3.html.
Jeff Pope, The Compliance Costs of Taxation in Australia and Tax Simplification: The Issues, Australian Journal of Management, The University of New South Wales, Juni 1993
Jon Abolins, VAT compliance costs – heavier than you realise?, 25 Maret 2002, http://www.accountingweb.co.uk/ cgi-bin/item.cgi?id=76097″
Mattijs Alink dan Victor van Kommer (Editor), Handbook for Tax Administrations: Organizational Structure and Management of Tax Administrations, The Netherlands: Koninklijke Vermande/Inter-American Center of Tax Administrations, 2000.
Michael P. Devereux, Editor, The Economics of Tax Policy, New York:Oxford University Press, 1996.
Parthasarathi Shome (Editor), Tax Policy Handbook, Washington DC: Tax Policy Division Fiscal Affairs Departement International Monetary Fund, 1995.
R. Mansury, Pajak Penghasilan Lanjutan Pasca Reformasi 2000, Jakarta: Yayasan Pengembangan dan Penyebaran Pengetahuan Perpajakan (YP4), 2002.
R. Mansury, Ph.D, Panduan Konsep Utama Pajak Penghasilan Indonesia, Jilid 2, Jakarta : PT. Bina Rena Pariwara.
R. Santoso Brotodihardjo, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, Edisi Ketiga, Bandung: PT Eresco, 1993.
Ray M. Sommerfeld, Hershel M. Anderson dan Horace R. Brock, An Introduction to Taxation, New York: Harcourt Brace Jonovich Inc., 1981.
Readings on Taxation in Developing Countries, Diedit oleh Richard M. Bird dan Oliver Oldman, Baltimore: The John Hopkins Press, 1967.
Ricard E. Wagner, Public Finance: Revenues and Expenditures in A Democratic Society, Boston: Little, Brown and Company, 1983
Richard A. Musgrave dan Peggy B. Musgrave, Public Finance in Theory and Practice, New York: Mc Graw Hill Company, 1989.
Richard M. Bird dan Oliver Oldman, Taxation in Developing Countries, Fourth Edition, London: The John Hopkins University Press, 1990
Rosdiana, Haula, & Irianto, Edi Slamet (2012). Pengantar Ilmu Pajak: Kebijakan dan Implementasi di Indonesia. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.
Rosdiana, Haula, & Irianto, Edi Slamet & Titi Putranti, (2011). Teori Pajak Pertambahan Nilai. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Schenk, Alan dan Oliver Oldman, Value Added Tax: A Comparative Approach, Cambridge Tax Law Series, 2007
Rutsel Silvestre J. Martha, The Juridiction to Tax in International Law : Theory and Practice of Legislative Fiscal Juridiction, Series on International Taxation, No. 9, Deventer: Kluwer Law and Taxation Publishers, 1989.
Saumen Chattopadhyay dan Arindam Das-Gupta, The Compliance Cost of the Personal Income Tax and its Determinants, National Institute of Public Finance and Policy, New Delhi: December, 2002.
Simon James and Christopher Nobes, The Economic of Taxation : Principles, Policy and Practice, 1996/1997 Edition, Europe : Prentice Hall, 1996.
Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 28 Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4740.
Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Lembar Negara Republik Indonesia Nomor 85 Tahun 2007