Media Komunitas Perpajakan Indonesia › Forums › PPN dan PPnBM › Rokok
Rekan2, saya mau tanya soal PPN rokok. Gimana caranya dapet tarif efektif rokok 8,4%, apakah ada rumus2 tertentu?? Dan juga kenapa dasar pengenaanya pada harga jual eceran?? Terima kasih…
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR KEP – 103/PJ./2002TENTANG
PENGENAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS PENYERAHAN HASIL TEMBAKAU
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Menimbang :
Bahwa dalam rangka pelaksanaan dari Keputusan Menteri Keuangan Nomor 62/KMK.03/2002 Tentang Dasar Penghitungan, Pemungutan, dan Penyetoran Pajak Pertambahan Nilai Atas Penyerahan Hasil Tembakau, perlu menetapkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Hasil Tembakau.
Mengingat :
1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3984);
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3986);
3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 143 Tahun 2000 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 259, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4061);
4. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 552/KMK.04/2000 tentang Batasan Pengusaha Kecil Pajak Pertambahan Nilai;
5. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 597/KMK.04/2001 tentang Penetapan Tarif Cukai dan Harga Dasar Hasil Tembakau;
6. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 62/KMK.03/2002 tentang Dasar Penghitungan, Pemungutan, dan Penyetoran Pajak Pertambahan Nilai Atas Penyerahan Hasil Tembakau;
7. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-12/PJ/1995 tentang Bentuk Dan Isi Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN) Dan SPT Masa PPN Bagi Pengusaha Kena Pajak Pedagang Eceran Yang Memilih Menggunakan Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak, Keterangan Dan Dokumen Yang Harus Dilampirkan, Serta Buku Petunjuk Pengisiannya.
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG PENGENAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS PENYERAHAN HASIL TEMBAKAU.
Pasal 1
Dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini, yang dimaksud dengan :
1. Hasil tembakau adalah hasil tembakau sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai, yang meliputi sigaret, cerutu, rokok daun, tembakau iris, dan hasil pengolahan tembakau lainnya, dengan tidak mengindahkan digunakan atau tidak bahan pengganti atau bahan pembantu dalam pembuatannya.
2. Pengusaha Pabrik hasil tembakau adalah badan hukum atau orang pribadi yang mengusahakan pabrik hasil tembakau dan memenuhi ketentuan sebagai Pengusaha Pabrik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai.
3. Importir hasil tembakau adalah orang pribadi atau badan hukum yang melakukan kegiatan memasukkan hasil tembakau yang dibuat di luar negeri ke dalam daerah pabean.
4. Harga Jual Eceran adalah harga penyerahan kepada konsumen akhir yang di dalamnya sudah termasuk Cukai dan Pajak Pertambahan Nilai.
5. Pemberian cuma-cuma adalah penyerahan hasil tembakau kepada pihak ketiga secara cuma-cuma.
6. Pemakaian sendiri adalah penyerahan hasil tembakau kepada pengusaha sendiri, pengurus atau karyawan sendiri secara cuma-cuma.
7. Mitra Produksi adalah orang perorangan atau badan yang menghasilkan hasil tembakau karena pesanan atau permintaan baik dengan bahan dan atas petunjuk dari Pengusaha Pabrik hasil tembakau maupun tidak.
8. Jasa Makloon produksi hasil tembakau adalah kegiatan pemberian jasa dalam rangka menghasilkan hasil tembakau karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari Pengusaha Pabrik hasil tembakau.
9. Pengusaha Kecil adalah Pengusaha yang selama satu tahun baku melakukan penyerahan BKP atau JKP dengan jumlah peredaran bruto atau penerimaan bruto tidak melebihi batas tertentu sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 552/KMK.04/2000.
Pasal 2
(1) Atas penyerahan hasil tembakau yang dibuat di dalam negeri oleh Pengusaha Pabrik hasil tembakau atau hasil tembakau yang dibuat di luar negeri oleh importir hasil tembakau, dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.
(2) Besarnya Pajak Pertambahan Nilai yang dikenakan atas penyerahan hasil tembakau sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dihitung berdasarkan tarif efektif sebesar 8,4% (delapan koma empat persen) dikalikan dengan Harga Jual Eceran hasil tembakau.
(3) Besarnya Harga Jual Eceran hasil tembakau sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) adalah :
a. Harga Jual Eceran; atau
b. 75% (tujuh puluh lima persen) dari Harga Jual Eceran, dalam hal pemberian cuma-cuma; atau
c. 50% (lima puluh persen) dari Harga Jual Eceran, dalam hal Pemakaian Sendiri.
Pasal 3
(1) Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas penyerahan hasil tembakau yang dibuat di dalam negeri atau hasil tembakau yang dibuat diluar negeri dipungut dan disetor oleh Pengusaha Pabrik hasil tembakau atau Importir hasil tembakau, termasuk sebagai Pengusaha Kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, bersamaan pada saat pembayaran Cukai atas penebusan pita cukai dengan cara penyetoran tunai kepada Bank Persepsi dengan Surat Setoran Pajak.
(2) Pajak Pertambahan Nilai atas impor dan atau perolehan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak yang mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha dapat diperhitungkan dengan Pajak Pertambahan Nilai yang harus disetor pada saat pembayaran Cukai atas penebusan pita cukai pada Masa Pajak berikutnya.
(3) Atas impor hasil tembakau yang dibuat di luar negeri yang telah dilunasi PPNnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak lagi dipungut Pajak Pertambahan Nilai Impor.
(4) Untuk menetapkan jumlah yang disetor sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Pengusaha Pabrik hasil tembakau dan Importir hasil tembakau dapat memperhitungkan:
a. Kelebihan Pajak Masukan yang diperhitungkan dalam SPT Masa PPN Masa Pajak sebelum masa dilakukan penebusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
b. Nilai Pajak Pertambahan Nilai atas pita cukai yang dikembalikan.
(5) Penghitungan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dengan tetap berpedoman kepada Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-12/PJ/1995.(6) Kepala Kantor Pelayanan Pajak wajib melakukan penelitian dan konfirmasi kemudian atas kebenaran Pajak Masukan yang digunakan untuk melunasi PPN yang terhutang atas penyerahan hasil tembakau yang harus disetor.
(7) Penghitungan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) adalah sebagaimana contoh dalam Lampiran I Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini.
Pasal 4
(1) Kelebihan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai akibat adanya pengembalian pita cukai dapat diperhitungkan dengan Pajak Pertambahan Nilai yang harus disetor pada saat pembayaran Cukai atas penebusan pita cukai.
(2) Dalam hal Pengusaha Pabrik hasil tembakau atau Importir hasil tembakau menghentikan kegiatan usahanya dan tidak lagi melakukan penebusan pita cukai, maka kelebihan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diajukan permohonan pengembalian.
(3) Permohonan pengembalian Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diajukan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Pabrik hasil tembakau atau Importir hasil tembakau terdaftar dan diproses sesuai dengan tatacara pengembalian pajak yang seharusnya tidak terutang.
Pasal 5
(1) Pengusaha Pabrik Hasil Tembakau yang tergolong sebagai Pengusaha Kecil yang tidak memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak adalah bukan Pengusaha Kena Pajak.
(2) Pedagang Besar, Agen, Penyalur Utama, dan Pedagang Eceran, yang semata-mata melakukan penyerahan hasil tembakau, tidak perlu dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
(3) Apabila dalam suatu bulan tahun Takwim berjalan, Pengusaha Pabrik Hasil Tembakau sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) jumlah peredaran brutonya melebihi batasan Pengusaha Kecil, maka Pengusaha Pabrik Hasil Tembakau tersebut harus dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak paling lambat akhir bulan berikutnya setelah bulan saat batasan Pengusaha Kecil telah terlampui.
(4) Dalam hal terjadi kekurangan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai akibat dilampuinya batasan Pengusaha Kecil, kepada Pengusaha Pabrik Hasil Tembakau yang bersangkutan dapat diterbitkan surat ketetapan pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Pasal 6
(1) Jasa Makloon produksi hasil tembakau yang diserahkan oleh Mitra Produksi kepada Pengusaha Pabrik hasil tembakau merupakan Jasa Kena Pajak.
(2) Mitra Produksi harus dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak sepanjang tidak tergolong sebagai Pengusaha Kecil.
(3) PPN yang terutang atas penyerahan Jasa Makloon produksi hasil tembakau sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah 10% x imbalan Jasa Makloon produksi hasil tembakau.
(4) Imbalan Jasa Makloon produksi hasil tembakau sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) adalah Nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh Mitra Produksi karena penyerahan Jasa Makloon produksi hasil tembakau sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
Pasal 7
(1) Apabila Mitra Produksi menghasilkan hasil tembakau karena pesanan atau permintaan, dengan bahan baku dari Mitra Produksi yang bersangkutan, dan pengerjaannya atas petunjuk Pengusaha Pabrik hasil tembakau maka atas penyerahan hasil tembakau kepada Pengusaha Pabrik hasil tembakau terutang Pajak Pertambahan Nilai sebesar 10% dari Harga Jual.
(2) Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipunguPasal 7
(1) Apabila Mitra Produksi menghasilkan hasil tembakau karena pesanan atau permintaan, dengan bahan baku dari Mitra Produksi yang bersangkutan, dan pengerjaannya atas petunjuk Pengusaha Pabrik hasil tembakau maka atas penyerahan hasil tembakau kepada Pengusaha Pabrik hasil tembakau terutang Pajak Pertambahan Nilai sebesar 10% dari Harga Jual.
(2) Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.
Pasal 8
Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku sejak tanggal 1 Maret 2002.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 28 Pebruari 2002
DIREKTUR JENDERALttd
HADI POERNOMO
LAMPIRAN I
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK.
NOMOR : KEP-103/PJ./2002 TENTANG
PENGENAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
ATAS PENYERAHAN HASIL TEMBAKAUCONTOH PENGISIAN SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI UNTUK PENGUSAHA PABRIK HASIL TEMBAKAU DAN IMPORTIR HASIL TEMBAKAU
I. Contoh Pengisian SPT Masa PPN untuk Pengusaha Pabrik Hasil Tembakau :
Pengusaha Pabrik Hasil Tembakau Dalam Negeri "A" dalam Masa Pajak April 2002 melakukan kegiatan sebagai berikut :
– Tanggal 27 April 2002 menebus pita cukai pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dengan nilai penyerahan (total HJE) sebesar Rp 12 Milyar, sehingga nilai PPN yang terutang sebesar Rp. 1.008 juta (8,4% x Rp 12 Milyar).
– Kelebihan PPN Masa Pajak Maret 2002 berdasarkan SPT Masa Pajak Maret 2002 yang telah dilaporkan pada tanggal 20 April 2002 sebesar Rp 100 juta.
– Setoran tunai pada saat penebusan pita cukai sebesar Rp 908 juta dengan Surat Setoran Pajak.
– Membeli bahan-bahan baku/pembantu produksi dalam negeri dengan membayar Pajak Masukannya sebesar Rp 450 juta selama Masa Pajak April 2002.
– Melakukan impor mesin produksi dari luar negeri dengan membayar PPN Impor sebesar Rp 150 juta.
– Menjual hasil produksi rokok sebesar Rp 9,5 milyar selama Masa Pajak April 2002
– Tidak ada pita cukai yang dikembalikan.
Penghitungan PPN Masa Pajak April :
– Pajak Keluaran Masa Pajak April 2002 = Rp 1.008.000.000,-
– Kompensasi PPN Masa Pajak Maret 2002 = Rp 100.000.000,- _
– PPN disetor dimuka dalam Masa Pajak April 2002 = Rp 908.000.000,- (SSP)
– Pajak Masukan Dalam Negeri pada Masa Pajak April 2002 = Rp 450.000.000,-
– Pajak Masukan Impor pada Masa Pajak April 2002 = Rp 150.000.000,-
= Rp 600.000.000,-
– Diperhitungkan dalam penebusan pita cukai pada Masa Pajak April 2002 = Rp ,-
– Dikompensasi ke Masa Pajak Mei 2002 = Rp 600.000.000,-
Pengisian SPT Mass PPN Masa Pajak April 2002 sebagai berikut :
Kode B.1.3.5 Penyerahan dengan tarif efektif = Rp 12.000.000.000,-
Kode C.1.2 Pajak Keluaran = Rp 1.008.000.000,-
Kode C.4.2 Pajak yang disetor dimuka dalam Masa Pajak yang sama = Rp 908.000.000,-
Kode C.5 Pajak Keluaran yang harus dipungut sendiri = Rp 100.000.000,-
Kode D.1.1 Pajak Masukan Impor = Rp 150.000.000,-
Kode D.1.2 Pajak Masukan Dalam Negeri = Rp 450.000.000,-
Kode D.3 Kompensasi Kelebihan PPN bulan lalu = Rp 100.000.000,-
Kode D.5 Jumlah Pajak yang dapat diperhitungkan = Rp 700.000.000,-
Kode E.2 Pajak yang lebih dibayar = Rp 600.000.000,-
Catatan:
1. Penjualan rokok sebesar Rp 9,5 milyar tidak diperhatikan karena B.1.3.5 diisi sesuai dengan penyerahan yang dihitung berdasarkan nilai PPN atas penebusan pita cukai, yaitu Rp 12 Milyar.
2. PPN yang disetor di muka dalam Masa Pajak yang sama dihitung dari Rp 1.008 juta dikurangi Rp 100 Juta (kompensasi kelebihan PPN bulan lalu) = Rp 908 juta.
3. Kelebihan PPN Masa Pajak April 2002 sebesar Rp 600 juta yang dilaporkan dalam SPT Masa PPN Masa Pajak April 2002 dapat diperhitungkan dengan PPN yang harus dibayar pada saat penebusan pita cukai Masa Pajak Mei 2002 atau Masa Pajak berikutnya.II. Contoh Pengisian SPT Masa PPN untuk Importir Hasil Tembakau :
Importir Rokok "B" dalam Masa Pajak April 2002 melakukan kegiatan sebagai berikut :
– Tanggal 27 April 2002 menebus pita cukai pada Direktur Jenderal Bea dan Cukai dengan nilai penyerahan (total HJE) sebesar Rp 1,2 milyar, sehingga nilai PPN yang terutang sebesar Rp. 100,8 juta (8,4% x Rp 1,2 Milyar).
– Kelebihan PPN masa Maret 2002 sebesar Rp 10 juta
– Setoran tunai pada saat penebusan pita cukai bulan April sebesar Rp 90,8 juta dengan Surat Setoran Pajak.
– Menjual hasil produksi rokok sebesar Rp 950 juta selama Masa Pajak April 2002.
– Membayar Pajak Masukan atas sewa ruangan kantor sebesar Rp 1 juta.
– Pajak Masukan Impor atas pembelian peralatan kantor Rp 1,5 juta.
– Tidak ada pita cukai yang dikembalikan.
Penghitungan PPN Masa Pajak April :
– Pajak Keluaran Masa Pajak April 2002 = Rp 100.800.000,-
– Kompensasi Kelebihan Masa Pajak Maret 2002 = Rp 10.000.000,- _
– PPN disetor dimuka dalam Masa Pajak April 2002 = Rp 90.800.000,- (SSP)
– Pajak Masukan Dalam Negeri pada Masa Pajak April 2002 = Rp 1.000.000,-
– Pajak Masukan (impor) selain hasil tembakau pada Masa Pajak April = Rp 1.500.000,-
= Rp 2.500.000,-
– Diperhitungkan dalam penebusan pita cukai pada Masa Pajak April 2002 = Rp ,-
– Dikompensasi ke Masa Pajak Mei 2002 = Rp 2.500.000,-
Pengisian SPT Mass PPN Masa Pajak April 2002 sebagai berikut :
Kode B.1.3.5 Penyerahan dengan tarif efektif = Rp 1.200.000.000,-
Kode C.1.2 Pajak Keluaran = Rp 100.800.000,-
Kode C.4.2 Pajak yang disetor dimuka dalam Masa Pajak yang sama = Rp 90.800.000,-
Kode C.5 Pajak Keluaran yang harus dipungut sendiri = Rp 10.000.000,-
Kode D.1.1 Pajak Masukan Impor = Rp 1.500.000,-
Kode D.1.2 Pajak Masukan Dalam Negeri = Rp 1.000.000,-
Kode D.3 Kompensasi Kelebihan PPN bulan lalu = Rp 10.000.000,-
Kode D.5 Jumlah Pajak yang dapat diperhitungkan = Rp 12.500.000,-
Kode E.2 Pajak yang lebih dibayar = Rp 2.500.000,-
Catatan:
1. Penjualan rokok sebesar Rp 950 juta tidak diperhatikan karena B.1.3.5 diisi sesuai dengan penyerahan yang dihitung berdasarkan nilai PPN atas penebusan pita cukai, yaitu Rp 1,2 Milyar.
2. PPN yang disetor di muka dalam Masa Pajak yang sama dihitung dari Rp 100,8 juta dikurangi Rp 10 juta (kompensasi kelebihan PPN bulan lalu) = Rp 90,8 juta.
3. Kelebihan PPN Masa Pajak April 2002 sebesar Rp 2,5 juta yang dilaporkan dalam SPT Masa PPN Masa Pajak April 2002 dapat diperhitungkan dengan PPN yang harus dibayar pada saat penebusan pita cukai Masa Pajak Mei 2002 atau Masa Pajak berikutnya.Artinya PPN hanya terhutang oleh PKP Pabrikan atau Importir saja ? dan seterusnya pengusaha rokok grosiran dan pedang pengecer , penjualan rokok sudah tidak terhutang PPN ? Mohon info rekan2 .
- Originaly posted by Sugito:
Artinya PPN hanya terhutang oleh PKP Pabrikan atau Importir saja ? dan seterusnya pengusaha rokok grosiran dan pedang pengecer , penjualan rokok sudah tidak terhutang PPN ? Mohon info rekan2 .
Benar..
Thanks Mr Begawan
ini juga ada surat penegasan dari DJP yang agak jadul, tetapi masih dapat dijadikan referensi..
SURAT
DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR S-937/PJ.51/1993
Tanggal 11 Mei 1993PPN ATAS ROKOK
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Sehubungan dengan surat Saudara Nomor XXX tanggal 5 Mei 1993 perihal tersebut pada poko ksurat, dengan ini diberitahukan hal-hal sebagai berikut :
Sesuai Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-13/PJ.52/1990 tanggal 9 Juli 1990,ditegaskan bahwa tarif efektif PPN atas penyerahan hasil tembakau dalam negeri (rokok)sebesar 8,2 %. Di dalam tarif effektif 8,2 % tersebut sudah termasuk PPN yang terutang pada tingkat pabrikan, penyalur/agen dan pedagang besar rokok.
Oleh karena itu dalam hal PT. STTC selaku penyalur rokok dari pabrikan rokok, maka atas penyerahan/penjualan rokok oleh PT. STTC kepada pembeli tidak terutang PPN.
Pajak Masukan yang dibayar atas perolehan Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak yang digunakan untuk kegiatan penyerahan hasil tembakau dalam negeri (rokok), tidak dapatdikreditkan karena dianggap sudah diperhitungkan dalam tarif efektif 8,2 % seperti tersebut pada butir 1 di atas.Apabila Agen/Penyalur Utama atau Pedagang Besar rokok tersebut mempunyai usaha lain yang juga terutang PPN, maka tata cara pengkreditan Pajak Masukan yang digunakan secara bersama-sama dilaksanakan sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1441b/KMK.04/1989 tanggal 29 Desember 1989.
Dalam tahun berjalan semua Pajak Masukan yang digunakan secara bersama-sama dapat dikreditkan, namun pada akhir tahun dilakukan penghitungan kembali Pajak Masukan atas perolehan BKP/JKP yang dipergunakan untuk kegiatan perdagangan rokok yang harus dibayar kembali sesuai dengan Pasal 6 Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 1441b/KMK.04/1989 tersebut.Demikian untuk dimaklumi.
A.n DIREKTUR JENDERAL PAJAK
DIREKTUR PAJAK PERTAMBAHAN NILAI