Media Komunitas Perpajakan Indonesia › Forums › PPN dan PPnBM › Norma PPN ? atau ??
Saya sudi hartono di medan. baru saja bergabung. dan masih awam dng perpajakan.
mohon bantuan para member untuk pertanyaan saya.saya menjalan sebuah usaha produksi skala kecil.
yaitu usaha memproduksi barang plastik.
mengolah bahan baku plastik menjadi barang jadi.
saat ini saya sudah terdaftar memiliki NPWP sebagai WP pribadi sejak 20041. apakah sebaiknya saya ikut menjadi PKP ?
2. jika ikut PKP, perhitungannya apakah boleh dengan Norma PPN atau perhitungan dengan yang bagaimana sebaiknya ?
3. Perhitungan PPN dengan Norma, hanya berlaku untuk perusahaan apa saja ?terima kasih atas bantuannya
Salam,- Originaly posted by hartonosudi:
1. apakah sebaiknya saya ikut menjadi PKP ?
Timbang dulu buruk baiknya, bila skal usaha masih kecil. sebab, bila omset Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak setahun tidak lebih dari 600 juta, tidaklah wajib melaporkan usaha untuk dikukuhkan sebagaoi PKP.
Maksudnya baik-buruknya disini, adalah apakah sudah siap untuk melaskanakan kewajiban PPN. Diantaranya memungut dan menyetorkan pajak dan menyampaikan SPT masanya tiap bulan. dll sebagainyaOriginaly posted by hartonosudi:2. jika ikut PKP, perhitungannya apakah boleh dengan Norma PPN atau perhitungan dengan yang bagaimana sebaiknya ?
boleh pakai norma
namun sebaiknya pakai pembukuanOriginaly posted by hartonosudi:3. Perhitungan PPN dengan Norma, hanya berlaku untuk perusahaan apa saja ?
perusahaan apa saja boleh.
Syaratnya ia adalah pengusaha orang pribadi dan tidak menyelenggarakan pembukuan.
Artinya pajaknya dihitung menggunakan normaPERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 45/PMK.03/2008TENTANG
PEDOMAN PENGHITUNGAN PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN
BAGI PENGUSAHA KENA PAJAK YANG BERDASARKAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983
TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH BEBERAPA KALI DIUBAH
TERAKHIR DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2000
MEMILIH DIKENAKAN PAJAK DENGAN MENGGUNAKAN NORMA
PENGHITUNGAN PENGHASILAN NETOMENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
1. bahwa untuk memberikan kepastian hukum mengenai penghitungan Pajak Pertambahan Nilai Bagi Pengusaha Kena Pajak Yang Menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto dan dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 9 ayat (7) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan Bagi Pengusaha Kena Pajak yang berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 Memilih Dikenakan Pajak dengan Menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto;
Mengingat :
1. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262), sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang- undang Nomor 28 Tahun 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 4740);
2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3985 );
3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264 ) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3986 );
4. Keputuan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005;
5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 01/PMK.03/2007 tentang Penyesuaian Besarnya Peredaran Bruto Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Yang Boleh Menghitung Penghasilan Neto Dengan Menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto;MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PEDOMAN PENGHITUNGAN PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN BAGI PENGUSAHA KENA PAJAK YANG BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH BEBERAPA KALI DIUBAH TERAKHIR DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2000 MEMILIH DIKENAKAN PAJAK DENGAN MENGGUNAKAN NORMA PENGHITUNGAN PENGHASILAN NETO.
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan :
1. Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha Kena Pajak Orang Pribadi yang memilih dikenakan Pajak Penghasilan dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto berdasarkan Pasal 14 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000,
2. Pedagang Eceran yang menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto adalah Pengusaha Kena Pajak Orang Pribadi dengan jumlah peredaran bruto dan atau penerimaan bruto selama 1 (satu) tahun buku tidak lebih dari Rp. 1.800.000.000,00 (satu milyar delapan ratus juta rupiah) yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaan utamanya adalah melakukan usaha perdagangan dengan cara sebagai berikut :
1. Menyerahkan Barang Kena Pajak melalui suatu tempat penjualan eceran seperti toko, kios atau dengan cara penjualan yang dilakukan langsung kepada konsumen akhir, atau dengan cara penjualan yang dilakukan dari rumah ke rumah;
2. Menyediakan Barang Kena Pajak yang diserahkan di tempat penjualan secara eceran tersebut ;dan
3. Melakukan transaksi jual beli secara spontan tanpa didahului dengan penawaran tertulis, pemesanan tertulis, kontrak atau lelang dan pada umumnya bersifat tunai, dan pembeli pada umumnya datang ke tempat penjualan tersebut langsung membawa Barang Kena Pajak yang dibelinya.Pasal 2
(1) Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 dapat menggunakan Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan untuk menghitung besarnya Pajak Masukan yang dapat dikreditkan.
(2) Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memberitahukan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak di tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan dengan cara membubuhkan catatan pada Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai bahwa yang bersangkutan menggunakan Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan.Pasal 3
Terhadap Pengusaha Kena Pajak yang menggunakan Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan berlaku ketentuan sebagai berikut :
a. Pajak Keluaran dihitung dengan cara mengalihkan nilai peredaran bruto dan atau penerimaan bruto yang terutang Pajak Pertambahan Nilai pada Masa Pajak yang bersangkutan dengan tarif Pajak Pertambahan Nilai.
b. Nilai peredaran bruto dan atau penerimaan bruto sebagaimana dimaksud dalam huruf a, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai.
c. Besarnya Pajak Masukan yang dapat dikreditkan ditetapkan sebagai berikut :1. untuk penyerahan Barang Kena Pajak oleh Pedagang Eceran dengan Norma Penghitungan Penghasilan Neto, sebesar 80% (delapan puluh persen) dikalikan dengan Pajak Keluaran sebagaimana dimaksud dalam huruf a;
2. untuk penyerahan Barang Kena Pajak yang dilakukan Pengusaha Kena Pajak selain Pedagang Eceran, sebesar 70% (tujuh puluh persen) dikalikan dengan pajak keluaran sebagaimana dimaksud dalam huruf a;
3. Untuk penyerahan Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak, sebesar 40% (empat puluh persen) dikalikan dengan Pajak Keluaran sebagaimana dimaksud dalam huruf a.Pasal 4
(1) Untuk keperluan pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pengusaha Kena Pajak wajib membuat catatan nilai peredaran bruto dan atau penerimaan bruto yang menjadi Dasar Pengenaan Pajak.
(2) Dalam hal Pengusaha Kena Pajak di samping melakukan penyerahan yang terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak, Pengusaha Kena Pajak wajib membuat catatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang terpisah antara penyerahan yang terutang pajak dan penyerahan yang tidak terutang pajak.Pasal 5
Apabila dalam suatu Masa Pajak Pengusaha Kena Pajak tidak lagi memenuhi persyaratan untuk dikenakan Pajak Penghasilan dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto, mulai permulaan tahun buku berikutnya Pengusaha Kena Pajak tidak diperbolehkan menggunakan pedoman pengkreditan Pajak Masukan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan ini.
Pasal 6
Ketentuan yang diperlukan dalam rangka penatausahaan dan pengawasan terhadap Pengusaha Kena Pajak yang menggunakam Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.
Pasal 7
Pada saat Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku, Keputusan Menteri Keuangan Nomor 553/KMK.04/2000 tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan Bagi Pengusaha Kena Pajak yang Berdasarkan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 Memilih Dikenakan Pajak dengan Menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 252/KMK.03/2002 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 8
Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan dan mempunyai daya laku surut terhitung sejak tanggal 1 Januari 2008.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 31 Maret 2008
MENTERI KEUANGANttd.
SRI MULYANI INDRAWATI
Salam
hebat , rekan hanif.
saya sarankan memakai pembukuan berapapun omsetnya…saya kapok memakai norma….selain prosentase norma yang menurut saya tidak masuk akal serta penghitunggaan PPN (jika sudah PKP) sangat mahal…..
saran saya…..buatlah PT (harta pribadi aman) (2.pajak lebih murah..2010 : 25%)@Bapak Hanif & Bapak Raharjo : terima kasih atas respond-nya.
Ada beberapa info berguna yang saya dapat dari respond di atas.
Cuma saya ada beberapa pertanyaan lanjutan :
Maaf, karena saya tidak paham tentang perpajakan.1. PKP yang memilih PPN Norma. Apakah ketika melakukan penjualan barang ke
customer, wajib memungut 10% PPN ?2. Atau seluruh omzet penjualan perusahaan sudah terkandung PPN yang akan
dihitung secara norma walaupun ketika melakukan penjualan tanpa
mencantumkan PPN?3. Kutipan dari atas :
"Syaratnya ia adalah pengusaha orang pribadi dan tidak menyelenggarakan
pembukuan.
Artinya pajaknya dihitung menggunakan norma"Jika tidak melakukan pembukuan, bagaimana saya bisa menghitung PPN yang
akan disetor setiap bulannya ? apakah menggunakan taksiran saja ?
tentunya pihak petugas pajak akan meragukan laporan bulanan.
(hal ini sering kami hadapi ketika melapor SPT bulanan PPH).3. Kenapa angkanya berbeda di atas? antara 600 juta dan 1,8 milyar rupiah, apa
perbedaannya ?4. Apakah semua produk yang berasal dari bahan baku menjadi bahan jadi (dalam
hal ini Bijih Plastik menjadi Produk Tali Plastik) pasti harus dijual dengan PPN
kepada pelanggan, walaupun omzet per tahun masih dibawah 600 juta ?5. Jika saya ingin melakukan konsultasi (tanya jawab) seputar perpajakan,
sebaiknya saya mencari orang yang profesi apa yach ?? (konsultan pajak??)??Terima kasih banyak atas informasi dan waktu yang telah diberikan.
salam,
Sudi hartono.maaf, ada pertanyaan satu lagi.
dalam hal usaha yang saya jalankan. saya memproduksi tali plastik, lalu saya jual lagi ke toko-toko klontong tanpa PPN.Apakah saya termasuk kategori Pedagang eceran atau bukan ?
Terima kasih,
Salam,
Sudi hartonoIjinkan saya menjawab rekan Hanif…
Originaly posted by hartonosudi:PKP yang memilih PPN Norma. Apakah ketika melakukan penjualan barang ke
customer, wajib memungut 10% PPN ?Ya…
Originaly posted by hartonosudi:Atau seluruh omzet penjualan perusahaan sudah terkandung PPN yang akan dihitung secara norma walaupun ketika melakukan penjualan tanpa
mencantumkan PPN?Wajib memungut PPN .
Originaly posted by hartonosudi:Syaratnya ia adalah pengusaha orang pribadi dan tidak menyelenggarakan pembukuan. Artinya pajaknya dihitung menggunakan norma"
Hanya bagi WP yang menggunakan norma, —> WP orang pribadi yg omsetnya blm melebihi 4,8M setahun.
Bagi mereka ini untuk menghitung Ph neto memakai % norma, untuk menghitung PPN menggunakan Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan.Originaly posted by hartonosudi:Jika tidak melakukan pembukuan, bagaimana saya bisa menghitung PPN yang
akan disetor setiap bulannya ? apakah menggunakan taksiran saja ?
tentunya pihak petugas pajak akan meragukan laporan bulanan.
(hal ini sering kami hadapi ketika melapor SPT bulanan PPH).Meskipun menggunakan norma, tetap ada kewajiban melakukan pencatatan peredaran bruto.
Originaly posted by hartonosudi:Kenapa angkanya berbeda di atas? antara 600 juta dan 1,8 milyar rupiah, apa
perbedaannya ?Memang berbeda, karena mengatur 2 ketentuan yg berbeda pula.
600jt batas omset pengusaha kecil
1,8M (sekarang 4,8M) batas WP OP yang diperbolehkan menggunakan normaOriginaly posted by hartonosudi:Apakah semua produk yang berasal dari bahan baku menjadi bahan jadi (dalam hal ini Bijih Plastik menjadi Produk Tali Plastik) pasti harus dijual dengan PPN kepada pelanggan, walaupun omzet per tahun masih dibawah 600 juta ?
Sepanjang omset belum melebihi 600jt, setiap penyerahan BKP/JKP belum/tidak terutang PPN. Dengan demikian, harga jual dapat ditekan karena tidak menambahkan PPN.
Originaly posted by hartonosudi:Jika saya ingin melakukan konsultasi (tanya jawab) seputar perpajakan, sebaiknya saya mencari orang yang profesi apa yach ?? (konsultan pajak??)??
Dapat kepada siapa saja, asalkan memang "mengerti" pajak ..
Wah mantap sekali jawaban pak begawan..
wah mantap tenan..! forum ini memang tempat kumpulnya para ahli pajak he..he…
pak hanif apakah Rp. 1.800.000.000,- itu masih tetap berlaku atau sudah berubah menjadi Rp. 4.800.000.000,- ?
Sudah 4,8 M