Media Komunitas Perpajakan Indonesia Forums PPh Pemotongan/Pemungutan PPh 23 dipotong rekanan dari DPP+PPN

  • PPh 23 dipotong rekanan dari DPP+PPN

  • Hose

    Member
    16 January 2014 at 12:32 pm
  • Hose

    Member
    16 January 2014 at 12:32 pm

    Rekan,

    Misal, atas kontrak sudah deal DPP+PPN = 2.421.000

    maka artinya DPP = 2.200.909 dan PPN = 220.090
    dan seharusnya pph 23 = 2% dari 2.200.909 = 44.018
    sehingga 2.200.909 + 220.090 – 44.018 = 2.376.981
    tetapi yang mereka bayar hanya 2.200.909 + 220.090 – 48.420 (2%xDPP+PPN) = 2.372.580

    atas hal ini, kami dirugikan karena seharusnya menerima 2.376.981 tetapi hanya dibayar 2.372.580. dan bukti potong yang kami terima juga kacau karena angka DPP nya tidak cocok dengan faktur pajak.

    Rekanan NGOTOT memotong pph 23 dari DPP+PPN, walaupun sudah berulang kali kami katakan bahwa PPh 23 hanya dari DPP. Yang ingin saya tanyakan, bagaimana solusi atas masalah ini? apa kerugian kami secara perpajakan?
    Terima kasih.

  • Hose

    Member
    16 January 2014 at 12:32 pm

    Rekan,

    Misal, atas kontrak sudah deal DPP+PPN = 2.421.000

    maka artinya DPP = 2.200.909 dan PPN = 220.090
    dan seharusnya pph 23 = 2% dari 2.200.909 = 44.018
    sehingga 2.200.909 + 220.090 – 44.018 = 2.376.981
    tetapi yang mereka bayar hanya 2.200.909 + 220.090 – 48.420 (2%xDPP+PPN) = 2.372.580

    atas hal ini, kami dirugikan karena seharusnya menerima 2.376.981 tetapi hanya dibayar 2.372.580. dan bukti potong yang kami terima juga kacau karena angka DPP nya tidak cocok dengan faktur pajak.

    Rekanan NGOTOT memotong pph 23 dari DPP+PPN, walaupun sudah berulang kali kami katakan bahwa PPh 23 hanya dari DPP. Yang ingin saya tanyakan, bagaimana solusi atas masalah ini? apa kerugian kami secara perpajakan?
    Terima kasih.

  • priadiar4

    Member
    16 January 2014 at 12:41 pm

    DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
    DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
    __________________________________________________ _________________________________________
    25 Mei 2009

    SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
    NOMOR SE – 53/PJ/2009

    TENTANG

    JUMLAH BRUTO SEBAGAIMANA DIMAKSUD DALAM PASAL 23 AYAT (1)
    HURUF C ANGKA 2 UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983
    TENTANG PAJAK PENGHASILAN
    SEBAGAIMANA TELAH BEBERAPA KALI DIUBAH
    TERAKHIR DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2008

    DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

    Sehubungan dengan banyaknya pertanyaan mengenai jumlah bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23
    ayat (1) huruf c angka 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah
    beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, dengan ini disampaikan hal-hal
    sebagai berikut :
    1. Pasal 23 ayat (1) huruf c angka 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan
    sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008
    mengatur bahwa imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa
    konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud
    dalam Pasal 21 dipotong Pajak Penghasilan oleh pihak yang wajib membayarkan sebesar 2% (dua
    persen) dari jumlah bruto tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai.

    2. Yang dimaksud dengan jumlah bruto sebagaimana dimaksud pada butir 1 adalah seluruh jumlah
    penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan,
    atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri,
    penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada
    Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, tidak termasuk :
    a. pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain sebagai imbalan
    sehubungan dengan pekerjaan yang dibayarkan oleh Wajib Pajak penyedia tenaga kerja
    kepada tenaga kerja yang melakukan pekerjaan, berdasarkan kontrak dengan pengguna jasa;
    b. pembayaran atas pengadaan/pembelian barang atau material;
    c. pembayaran kepada pihak kedua (sebagai perantara) untuk selanjutnya dibayarkan kepada
    pihak ketiga;
    d. pembayaran penggantian biaya (reimbursement) yaitu penggantian pembayaran sebesar
    jumlah yang nyata-nyata telah dibayarkan oleh pihak kedua kepada pihak ketiga.
    3. Jumlah bruto sebagaimana dimaksud dalam butir 2 tidak berlaku :
    a. atas penghasilan yang dibayarkan sehubungan dengan jasa katering;atau
    b. dalam hal penghasilan yang dibayarkan sehubungan dengan jasa sebagaimana dimaksud
    dalam butir 1, telah dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final.
    4. Pembayaran sebagaimana dimaksud dalam butir 2 harus dapat dibuktikan dengan :
    a. kontrak kerja dan daftar pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain
    sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam butir 2 huruf a;
    b. faktur pembelian barang atau material sebagaimana dimaksud dalam butir 2 huruf b;
    c. faktur tagihan dari pihak ketiga disertai dengan perjanjian tertulis sebagaimana dimaksud
    dalam butir 2 huruf c;
    d. faktur tagihan atau bukti pembayaran yang telah dibayarkan oleh pihak kedua kepada pihak
    ketiga sebagaimana dimaksud dalam butir 2 huruf d.
    5. Untuk memberikan kejelasan, contoh penerapan jumlah bruto dalam penghitungan Pajak Penghasilan
    Pasal 23 adalah sebagaimana terdapat dalam lampiran yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran
    Direktur Jenderal Pajak ini.

    Demikian untuk diketahui dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

    Ditetapkan di Jakarta
    Pada tanggal 25 Mei 2009
    Direktur Jenderal,

    ttd.

    Darmin Nasution
    NIP 130605098

    Tembusan :
    1. Sekretaris Jenderal Departemen Keuangan;
    2. Inspektur Jenderal Departemen Keuangan;
    3. Kepala Biro Hukum Departemen Keuangan;
    4. Kepala Biro Humas Departemen Keuangan;
    5. Sekretaris Direktorat Jenderal Pajak;
    6. Para Direktur dan Tenaga Pengkaji di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak.

  • priadiar4

    Member
    16 January 2014 at 12:41 pm

    DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
    DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
    __________________________________________________ _________________________________________
    25 Mei 2009

    SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
    NOMOR SE – 53/PJ/2009

    TENTANG

    JUMLAH BRUTO SEBAGAIMANA DIMAKSUD DALAM PASAL 23 AYAT (1)
    HURUF C ANGKA 2 UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983
    TENTANG PAJAK PENGHASILAN
    SEBAGAIMANA TELAH BEBERAPA KALI DIUBAH
    TERAKHIR DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2008

    DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

    Sehubungan dengan banyaknya pertanyaan mengenai jumlah bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23
    ayat (1) huruf c angka 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah
    beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, dengan ini disampaikan hal-hal
    sebagai berikut :
    1. Pasal 23 ayat (1) huruf c angka 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan
    sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008
    mengatur bahwa imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa
    konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud
    dalam Pasal 21 dipotong Pajak Penghasilan oleh pihak yang wajib membayarkan sebesar 2% (dua
    persen) dari jumlah bruto tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai.

    2. Yang dimaksud dengan jumlah bruto sebagaimana dimaksud pada butir 1 adalah seluruh jumlah
    penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan,
    atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri,
    penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada
    Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, tidak termasuk :
    a. pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain sebagai imbalan
    sehubungan dengan pekerjaan yang dibayarkan oleh Wajib Pajak penyedia tenaga kerja
    kepada tenaga kerja yang melakukan pekerjaan, berdasarkan kontrak dengan pengguna jasa;
    b. pembayaran atas pengadaan/pembelian barang atau material;
    c. pembayaran kepada pihak kedua (sebagai perantara) untuk selanjutnya dibayarkan kepada
    pihak ketiga;
    d. pembayaran penggantian biaya (reimbursement) yaitu penggantian pembayaran sebesar
    jumlah yang nyata-nyata telah dibayarkan oleh pihak kedua kepada pihak ketiga.
    3. Jumlah bruto sebagaimana dimaksud dalam butir 2 tidak berlaku :
    a. atas penghasilan yang dibayarkan sehubungan dengan jasa katering;atau
    b. dalam hal penghasilan yang dibayarkan sehubungan dengan jasa sebagaimana dimaksud
    dalam butir 1, telah dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final.
    4. Pembayaran sebagaimana dimaksud dalam butir 2 harus dapat dibuktikan dengan :
    a. kontrak kerja dan daftar pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain
    sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam butir 2 huruf a;
    b. faktur pembelian barang atau material sebagaimana dimaksud dalam butir 2 huruf b;
    c. faktur tagihan dari pihak ketiga disertai dengan perjanjian tertulis sebagaimana dimaksud
    dalam butir 2 huruf c;
    d. faktur tagihan atau bukti pembayaran yang telah dibayarkan oleh pihak kedua kepada pihak
    ketiga sebagaimana dimaksud dalam butir 2 huruf d.
    5. Untuk memberikan kejelasan, contoh penerapan jumlah bruto dalam penghitungan Pajak Penghasilan
    Pasal 23 adalah sebagaimana terdapat dalam lampiran yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran
    Direktur Jenderal Pajak ini.

    Demikian untuk diketahui dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

    Ditetapkan di Jakarta
    Pada tanggal 25 Mei 2009
    Direktur Jenderal,

    ttd.

    Darmin Nasution
    NIP 130605098

    Tembusan :
    1. Sekretaris Jenderal Departemen Keuangan;
    2. Inspektur Jenderal Departemen Keuangan;
    3. Kepala Biro Hukum Departemen Keuangan;
    4. Kepala Biro Humas Departemen Keuangan;
    5. Sekretaris Direktorat Jenderal Pajak;
    6. Para Direktur dan Tenaga Pengkaji di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak.

  • hangsengnikkei

    Member
    17 January 2014 at 9:45 am
    Originaly posted by KAJAPSBY:

    tetapi ada pula keuntunganya karena kredit pajak pph 23 menjadi lebih besar
    sekarang tinggal dihitung keruginnya berapa keuntungannya berapa..

    seandainya pada saat pemeriksaan itu bukpotnya dipermasalahkan karena ga bener apa akibatnya rekan?

  • hangsengnikkei

    Member
    17 January 2014 at 9:45 am
    Originaly posted by KAJAPSBY:

    tetapi ada pula keuntunganya karena kredit pajak pph 23 menjadi lebih besar
    sekarang tinggal dihitung keruginnya berapa keuntungannya berapa..

    seandainya pada saat pemeriksaan itu bukpotnya dipermasalahkan karena ga bener apa akibatnya rekan?

  • Hanif

    Member
    17 January 2014 at 10:03 am
    Originaly posted by KAJAPSBY:

    penghasilan rekan menjadi lebih besar

    apakah penghasilan harus diakui sebesar bukti potong?

    Salam

  • Hanif

    Member
    17 January 2014 at 10:03 am
    Originaly posted by KAJAPSBY:

    penghasilan rekan menjadi lebih besar

    apakah penghasilan harus diakui sebesar bukti potong?

    Salam

  • hangsengnikkei

    Member
    17 January 2014 at 11:31 am
    Originaly posted by KAJAPSBY:

    Masalah diperiksa /tidak itu tergantung psda spt yang dilaporkan apakah termasuk dm spt yang harus diperiksa /tidak.
    dan bila benar diperiksa tentunya pemeriksa pajak akan melihat bukti bukti aslinya. Antara lain dokunen kontrak, faktur pajak keluaran, bukti potong dan ssp ybs.

    bukan soal atas hal apa pemeriksaan dilakukan yg saya tanyakan.
    yg ditanyakan adalah apabila pada saat pemeriksaan (artinya saya udah ga nyenggol2 soal kriteria utk dilakukan pemeriksaan itu karena apa aja) ditemukan itu bukpot yg salah, apa konsekuensinya?

  • hangsengnikkei

    Member
    17 January 2014 at 11:31 am
    Originaly posted by KAJAPSBY:

    Masalah diperiksa /tidak itu tergantung psda spt yang dilaporkan apakah termasuk dm spt yang harus diperiksa /tidak.
    dan bila benar diperiksa tentunya pemeriksa pajak akan melihat bukti bukti aslinya. Antara lain dokunen kontrak, faktur pajak keluaran, bukti potong dan ssp ybs.

    bukan soal atas hal apa pemeriksaan dilakukan yg saya tanyakan.
    yg ditanyakan adalah apabila pada saat pemeriksaan (artinya saya udah ga nyenggol2 soal kriteria utk dilakukan pemeriksaan itu karena apa aja) ditemukan itu bukpot yg salah, apa konsekuensinya?

  • KAJAPSBY

    Member
    17 January 2014 at 3:41 pm

    Kerugiannya penghasilan rekan menjadi lebih besar sebesar ppn yang dipungut karena dengan penghasilan yang lebih besar pajak terutang menjadi lebih besar.
    tetapi ada pula keuntunganya karena kredit pajak pph 23 menjadi lebih besar
    sekarang tinggal dihitung keruginnya berapa keuntungannya berapa..
    salam

  • KAJAPSBY

    Member
    17 January 2014 at 3:41 pm

    Kerugiannya penghasilan rekan menjadi lebih besar sebesar ppn yang dipungut karena dengan penghasilan yang lebih besar pajak terutang menjadi lebih besar.
    tetapi ada pula keuntunganya karena kredit pajak pph 23 menjadi lebih besar
    sekarang tinggal dihitung keruginnya berapa keuntungannya berapa..
    salam

  • KAJAPSBY

    Member
    17 January 2014 at 6:25 pm

    Masalah diperiksa /tidak itu tergantung psda spt yang dilaporkan apakah termasuk dm spt yang harus diperiksa /tidak.
    dan bila benar diperiksa tentunya pemeriksa pajak akan melihat bukti bukti aslinya. Antara lain dokunen kontrak, faktur pajak keluaran, bukti potong dan ssp ybs.

  • KAJAPSBY

    Member
    17 January 2014 at 6:25 pm

    Masalah diperiksa /tidak itu tergantung psda spt yang dilaporkan apakah termasuk dm spt yang harus diperiksa /tidak.
    dan bila benar diperiksa tentunya pemeriksa pajak akan melihat bukti bukti aslinya. Antara lain dokunen kontrak, faktur pajak keluaran, bukti potong dan ssp ybs.

Viewing 1 - 15 of 15 replies

Original Post
0 of 0 posts June 2018
Now