Media Komunitas Perpajakan Indonesia › Forums › PPh Pemotongan/Pemungutan › PPh atas biaya Listrik
PPh atas biaya Listrik
Rekan Ortax, mohon bantuannya,…
perusahan kami menyewa ruangan di berbagai mall di indonesia, dan atas penyewaaan in ditagihkan biaya service charge dan listrik, tetapi setaip mall memberikan/ meminta potongan yang berbeda-beda, atas biaya listrik sebagian minta dipotong PPh 4(2) sebesar 10% ada juga yang tidak bersedia dipotong, mohon bantuannya mengapa demikian?????
thanks n b/rgds- Originaly posted by andalas:
atas biaya listrik sebagian minta dipotong PPh 4(2) sebesar 10% ada juga yang tidak bersedia dipotong, mohon bantuannya mengapa demikian?????
sebenarnya atas tagihan listrik tidak dikenakan pph final, yang dikenakan pph final adalah transaksi sewa, tetapi kadangkala tagihan yang diberikan ke konsumen adalah gabungan service charge,by listrik dan atau atas sewanya. dan pihak pemotong tidak memisahkan lagi, tagihan2 mana yang harus dikenakan pph dan mana yang tidak kena.
rekan ewok, tagihan listrik tersebut sudah terpisah dari tagihan service chargenya tetapi pihak mall tetap menagih PPN dan minta dipotong PPh nya
- Originaly posted by andalas:
tagihan listrik tersebut sudah terpisah dari tagihan service chargenya tetapi pihak mall tetap menagih PPN dan minta dipotong PPh nya
untuk tagihan listrik memang terutang ppn rekan andalas, tetapi yang jelas atas biaya listrik tidak dikenakan pph final, nah kembali lagi ke policy/kebijakan manajemen masing2 mall.
pemotongan PPh final atas biaya listrik, saya pikir karena biaya listrik yang ditagihkan ke perusahaan tidak dalam bentuk yang sama dengan tagihan dari PLN, ada kenaikan biaya, sehingga mereka minta dipotong PPh final,…
apakah itu bisa menjadi alasan untuk dilakukan pemotongan PPh finaldan untuk PPN alasan pihak Mall tidak mengenakan PPN adalah dikarenakan mereka melakukan penagihan biaya listrik ini dalam bentuk Reimbursement (cost to cost),.. apakah ini diperkenankan?
thanks- Originaly posted by andalas:
pemotongan PPh final atas biaya listrik, saya pikir karena biaya listrik yang ditagihkan ke perusahaan tidak dalam bentuk yang sama dengan tagihan dari PLN, ada kenaikan biaya, sehingga mereka minta dipotong PPh final,…
apakah itu bisa menjadi alasan untuk dilakukan pemotongan PPh finalbisa jadi rekan andalas, sekalipun itu yang terjadi. kan seharusnya DPP (dasar pengenaan pajak) atas pph final hanya atas kenaikan biayanya saja (Selisihnya).
Originaly posted by andalas:dan untuk PPN alasan pihak Mall tidak mengenakan PPN adalah dikarenakan mereka melakukan penagihan biaya listrik ini dalam bentuk Reimbursement (cost to cost),.. apakah ini diperkenankan?
seharusnya memang begitu perlakuannya rekan andalas, atas tagihan yang ditagihkan oleh pihak mall ke anda, sudah ditambahkan ppn pastinya oleh mereka. karena tagihan listrik dari PLN kan dipungut ppnnya.
apabila pihak mall tidak dapat memisahkan kenaikan biayanya di faktur pajak, apakah perusahaan masih dapat memotong hanya atas kenaikan biayanya saja atau harus atas keseluruhan,…..
apabila ada kenaikan biaya adm atas tagihan listrik tersebut, apakah masih diperbolehkan untuk tidak memungut PPN ke pihak perusahaan….????
thanks yah rekan ewok
- Originaly posted by andalas:
apabila pihak mall tidak dapat memisahkan kenaikan biayanya di faktur pajak, apakah perusahaan masih dapat memotong hanya atas kenaikan biayanya saja atau harus atas keseluruhan,…..
tidak bisa dong rekan andalas, DPPnya darimana? klo secara global, kan pada akhirnya anda memotong atas keseluruhan tagihan toh?
Originaly posted by andalas:apabila ada kenaikan biaya adm atas tagihan listrik tersebut, apakah masih diperbolehkan untuk tidak memungut PPN ke pihak perusahaan….????
ya
thanks rekan ewok,..
SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR SE – 13/PJ.32/1989TENTANG
PPN ATAS JASA PERSEWAAN RUANGAN SERI PPN – 156
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Seperti diketahui bahwa sebagai pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1988, pengenaan PPN atas Jasa Kena Pajak di luar jasa kontraktor bangunan dan harta tetap lainnya, jasa telekomunikasi dan jasa angkutan udara dalam negeri, telah diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan RI No. 302/KMK.04/1989. Petunjuk pelaksanaan lebih lanjut dari Keputusan Menteri Keuangan tersebut telah dijabarkan dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No. SE-25/PJ.3/1989 tanggal 20 Mei 1989 (Seri PPN-146).
Mengingat banyak pertanyaan yang menyangkut masalah PPN atas jasa persewaan ruangan, maka dengan memperhatikan Nota Dinas Kepala Biro Hukum dan Humas Departemen Keuangan Nomor ND-679/SJ.6/1989 tanggal 14 Juli 1989 dengan ini diberikan penegasan dan pedoman pelaksanaan sebagai berikut :
1.
Jasa persewaan ruangan, kecuali yang dilakukan oleh hotel dan rumah penginapan untuk tamu bermalam, menurut Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1988 jo. Pengumuman Direktur Jenderal Pajak No. PENG-139/PJ.63/1989 tanggal 27 Maret 1989 adalah Jasa Kena Pajak.
2. Pengusaha, dalam bentuk dan dengan nama apapun, yang melakukan kegiatan jasa persewaan ruangan adalah Pengusaha Kena Pajak.
3.
Dasar Pengenaan Pajak atas penyerahan Jasa Kena Pajak adalah Penggantian. Menurut Pasal 1 huruf p Undang-undang PPN 1984, penggantian adalah nilai berupa uang yang diminta atau seharusnya diminta termasuk semua biaya yang dikeluarkan dalam rangka penyerahan Jasa Kena Pajak tersebut.
Berdasarkan masukan yang didapat dari Asosiasi Pusat Pertokoan dan Perbelanjaan Indonesia, beban yang harus dibayar oleh penyewa atas jasa persewaan ruangan terdiri dari :
1. Sewa, yaitu balas jasa atas sewa ruangan dalam keadaan kosong. Pada umumnya sewa ditagih di muka (pada awal penghunian), namun dapat juga ditagih di belakang, sesuai dengan kontraknya (perjanjian).
2.
"Service charge", yaitu balas jasa yang menyebabkan ruangan yang disewa tersebut dapat dihuni sesuai dengan tujuan yang diinginkan oleh penyewa. "Service charge" dapat terdiri dari biaya listrik, air, keamanan, kebersihan dan biaya administrasi.
Menurut Asosiasi Pusat Pertokoan dan Perbelanjaan Indonesia, "Service Charge" pada umumnya terdiri dari komponen-komponen biaya yang besarnya adalah sebagai berikut :
– Biaya listrik untuk penerangan "public area" (di luar ruangan yang disewa), AC, Lift 55%
– Biaya air untuk "public area" (toilet umum) 5%
– Biaya pemeliharaan/perawatan gedung dan alat-alat mesin 5%
– Biaya kebersihan 10%
– Biaya karyawan (Satpam/Teknik/Kantor) 20%
– Biaya administrasi umum 5%
——–
JUMLAH = 100
Cara pembebanan "service charge" adalah bervariasi, yang dapat dikelompokkan sebagai berikut :
3.2.1. Seluruh rekening listrik dan air dari seluruh gedung baik yang digunakan untuk kepentingan ruangan yang disewa maupun untuk tempat umum seperti taman, gang, w.c., lift dan sebagainya ditambah biaya kebersihan dan keamanan dibagi dan dibebankan kepada penyewa sesuai dengan luas ruangan yang disewa.
3.2.2. Setiap ruangan yang disewa dipasang meteran listrik tersendiri, sehingga diketahui berapa jumlah pemakaiannya, kemudian ditagih tersendiri sesuai dengan tarif PLN, ada juga yang ditambah dengan biaya administrasi. Komponen-komponen lainnya dari service charge, termasuk listrik untuk kepentingan umum di lingkungan gedung, dihitung dan dibebankan kepada penyewa seperti tersebut pada angka 3.2.1.
3.2.3. Khusus biaya telepon, pada umumnya oleh Perum Telkom ditagih langsung kepada penyewa, atau menggunakan alat penghitung pulsa sehingga penggunaan dan jumlah tagihan kepada pemakai adalah jelas. Tagihan yang merupakan "reimbursement" tersebut ada yang ditambah "mark up" ada yang hanya ditambah biaya administrasi atau ada juga yang sesuai dengan tarif Perum Telkom.4.
Mengingat bahwa dalam tagihan "service charge", seperti yang diuraikan dalam butir 3 tersebut di atas, komponen biaya listrik dan air memegang peranan yang cukup besar (60%) dan memperhatikan pula bahwa atas penyerahan listrik tidak dikenakan PPN, dan PPN atas penyerahan air PAM ditanggung Pemerintah, maka dasar pengenaan PPN atas jasa persewaan ruangan ditetapkan sebagai berikut :
4.1. Atas sewa ruangan seluruhnya dikenakan PPN.
4.2. Atas "service charge" dikenakan PPN dengan Dasar Pengenaan Pajak sebesar 40% dari jumlah "service charge".
4.3. Penggantian atas biaya listrik, air PAM dan telepon, yang nyata-nyata dapat dipastikan dikonsumsi oleh penyewa karena digunakannya alat pengukur, seperti meteran listrik, meteran air dan alat penghitung pulsa, yang diminta oleh pengusaha yang menyewakan ruangan kepada penyewa, tidak dikenakan PPN. Namun demikian apabila pengusaha yang menyewakan ruangan menambahkan "mark up" ataupun biaya administrasi dan sejenisnya, maka atas nilai tambah berupa "mark up" atau biaya administrasi dimaksud tetap dikenakan PPN.
4.4. Pembebanan biaya tambahan (additional charges/overtime charges) karena penggunaan ruangan, listrik, lift dan sebagainya yang melebihi kontrak adalah terutang PPN dengan Dasar Pengenaan Pajak sebagaimana ditetapkan dalam angka 4.2. di atas.5.
Apabila sebelum diterbitkannya kebijaksanaan ini, penyewa telah dikenakan dan membayar PPN dari seluruh jumlah service charge dan atau atas penggantian listrik, telepon dan air PAM (tersebut pada angka 4.3.), maka pengusaha yang menyewakan ruangan harus menyesuaikan PPN yang terutang berdasarkan Surat Edaran ini dengan cara sebagai berikut :
5.1. Untuk mengurangi Pajak Keluaran bagi pengusaha yang menyewakan ruangan dan Pajak Masukan bagi penyewa (biaya bagi yang bukan PKP) agar digunakan Nota Kredit/Nota Retur.
5.2. PKP pengusaha persewaan ruangan membukukan Nota Kredit dalam buku penjualan dalam Masa Pajak diterbitkannya Nota Kredit, sedang pihak penyewa ruangan membukukan Nota Kredit dalam pembukuannya dalam bulan diterimanya Nota Kredit.6.
PKP yang menyewakan ruangan tetap berhak atas pengkreditan PPN (Pajak Masukan) atas perolehan barang dan jasa untuk pengoperasian gedung yang disewakan.
7.PPN yang terutang atas penyerahan jasa persewaan ruangan akan dikenakan oleh pengusaha yang menyewakan ruangan dengan menerbitkan faktur pajak dan harus dibayar oleh penyewa.
Apabila penyewa adalah PKP, maka PPN atas sewa ruangan yang dibayar merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dari Pajak Keluaran yang terutang.
Apabila ruangan mempunyai fungsi ganda yaitu untuk tempat usaha dan untuk tempat tinggal (seperti ruko = rumah toko), maka hanya sebagian PPN (Pajak Masukan) yang dapat dikreditkan yang besarnya adalah sebanding dengan bagian ruangan yang digunakan untuk tempat usaha, menurut keadaan yang sebenarnya. Misalnya bangunan tiga lantai : Lantai satu untuk toko, selebihnya untuk tempat tinggal, maka PPN (Pajak Masukan) yang dapat dikreditkan adalah sepertiga dari jumlah yang dibayar.Demikian agar maklum dan hendaknya Saudara segera menyebar luaskan pedoman ini kepada pihak-pihak yang bersangkutan.
DIREKTUR JENDERAL PAJAK
ttd
Drs. MAR'IE MUHAMMADwaduh….ternyata sudah ada koreksiannya ini:
SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR SE – 14/PJ.53/2003TENTANG
DASAR PENGENAAN PAJAK
ATAS SERVICE CHARGE DALAM RANGKA KEGIATAN JASA PERSEWAAN RUANGANDIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Sehubungan dengan banyaknya pertanyaan mengenai Dasar Pengenaan Pajak atas service charge dalam rangka kegiatan persewaan ruangan yang menunjuk pada Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-13/PJ.32/1989 tanggal 25 Agustus 1989 hal PPN Atas Jasa Persewaan Ruangan, dengan ini diberitahukan hal-hal sebagai berikut :
1.
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-13/PJ.32/1989 mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1988 dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 301/KMK.04/1989 yang merupakan pelaksanaan lebih lanjut dari Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.
2.
Undang-undang Nomor 11 Tahun 1994 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, antara lain mengatur:
1. Pasal 1 huruf n menyatakan bahwa Dasar Pengenaan Pajak adalah jumlah Harga Jual atau Penggantian, atau Nilai Impor atau Nilai Ekspor atau Nilai Lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang.
2. Pasal 1 huruf o menyatakan bahwa penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan Jasa Kena Pajak, tidak termasuk pajak yang dipungut menurut Undang-undang ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.
3. Pasal 18 ayat (1) huruf b menyatakan bahwa dengan berlakunya Undang-undang ini, selama peraturan pelaksanaan Undang-undang ini yang belum dicabut dan diganti, dinyatakan masih berlaku.3.
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 642/KMK.04/1994 tentang Nilai Lain Sebagai Dasar Pengenaan Pajak sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 292/KMK.04/1996, antara lain mengatur :
1. Pasal 2 menetapkan Nilai Lain untuk beberapa penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak, namun untuk service charge dalam rangka kegiatan persewaan ruangan tidak ditetapkan adanya Dasar Pengenaan Pajak berupa Nilai Lain.
2. Pasal 6 menyatakan bahwa dengan berlakunya Keputusan Menteri Keuangan tersebut, ketentuan-ketentuan lain yang bertentangan dengan Keputusan tersebut dinyatakan tidak berlaku.4.
Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, antara lain mengatur :
1. Pasal 1 angka 17 menyatakan bahwa Dasar Pengenaan Pajak adalah jumlah Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor, atau Nilai Lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang.
2. Pasal 1 angka 19 menyatakan bahwa penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan Jasa Kena Pajak, tidak termasuk pajak yang dipungut menurut Undang-undang ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.
3. Pasal 18 ayat (1) huruf b menyatakan bahwa dengan berlakunya Undang-undang ini, selama peraturan pelaksanaan Undang-undang ini belum dikeluarkan, maka peraturan pelaksanaan yang tidak bertentangan dengan Undang-undang ini yang belum dicabut dan diganti dinyatakan masih berlaku.5.
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 567/KMK.04/2000 tentang Nilai Lain Sebagai Dasar Pengenaan Pajak sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 251/KMK.03/2002, antara lain mengatur :
1. Pasal 2 menetapkan Nilai Lain untuk beberapa penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak, namun untuk service charge dalam rangka kegiatan persewaan ruangan tidak ditetapkan adanya Dasar Pengenaan Pajak berupa Nilai Lain.
2. Pasal 6 menyatakan bahwa pada saat Keputusan Menteri Keuangan tersebut mulai berlaku, Keputusan Menteri Keuangan Nomor 642/KMK.04/1994 tentang Nilai Lain Sebagai Dasar Pengenaan Pajak sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 292/KMK.04/1996 dinyatakan tidak berlaku.6.
Sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas, dengan ini ditegaskan bahwa terhitung sejak diterbitkannya Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini:
1. Dasar Pengenaan Pajak atas service charge dalam rangka kegiatan persewaan ruangan adalah penggantian, yakni sebesar nilai tagihan service charge yang diminta atau seharusnya diminta oleh pemberi jasa.
2. Penegasan-penegasan yang telah diterbitkan yang masih mengacu pada Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-13/PJ.32/1989, dengan ini dinyatakan tidak berlaku.Demikian untuk diketahui dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, serta disebarluaskan dalam wilayah kerja masing-masing.
DIREKTUR JENDERAL,
ttd
HADI POERNOMO
rekan hanif, melihat SE diatas,
service charge dikenakan PPN dengan dasar DPP sebesar 40 % dari nilai SC
tapi keyataan di lapangan mengapa semua mall di indonesia mengenakan PPN dengan dasar DPP sebesar 100% dari nilai SC ????????????dan mengenai listrik apabila memang dapat dibuktikan bahwa mall tersebut menggunakan alat ukur terpisah, maka atas tagihan listrik tersebut tidak dikenakan PPN, tetapi apabila terdapat tambahan biaya adm dan lainnya maka hanya biaya adm nya saja yang dikenakan PPN,
tetapi kenyataan dilapangan Mall menerapkan PPN atas keseluruhan biaya listrik walaupun mereka memisahkan alat ukur untuk masing2 showroom.
dan sebagian lagi tidak mengenakan PPN sama sekali padahal terdapat tambahan biaya ADM dan lainnyamengapa demikian kenyataan dilapangannya yah???????
apakah ada hal-hal lain yang terlewatkan???????
bingung jadinya…. mohon bantuannya yah rekan2
thankswahh,.. berarti untuk SC tidak ada DPP nilai lain, jadi tetap harus PPN normal.
tapi untuk listriknya gimana yah???
SURAT DIRJEN PAJAK
S-812/PJ.53/2005
Ditetapkan tanggal 5 September 2005PERLAKUAN PPN ATAS PENAGIHAN (REIMBURSEMENT) BIAYA PEMAKAIAN LISTRIK
Sehubungan dengan surat Saudara Nomor : xxx tanggal xxx hal Permintaan Penjelasan atas Pengenaan PPN untuk Tagihan Penggantian Pemakaian Listrik, dengan ini diberitahukan hal-hal sebagai berikut :
Dalam surat tersebut antara lain dikemukakan bahwa :
a.PT. XXX adalah sebuah perusahaan yang bergerak di bidang usaha persewaan perkantoran dan apartemen.
b.Saudara meminta penegasan untuk hal-hal berikut :
b.1.PT XXX sebagai pengelola gedung membuat tagihan atas pemakaian listrik oleh tenant, dimana besarnya tagihan listrik oleh PT XXX tersebut adalah sama besarnya dengan tagihan dari PT PLN kepada PT XXX.
b.2.PT XXX menggunakan satu gardu listrik untuk seluruh gedung yang disewakan oleh PT XXX dan besaran tagihan PT PLN kepada PT XXX ditagih kembali oleh PT XXX kepada para tenant dengan cara dibagi sesuai dengan jumlah pemakaian masing-masing tenant.
b.3.Pada saat melakukan penagihan (reimbursement) tagihan listrik kepada para tenant tersebut telah sesuai dengan ketentuan.
c.Saudara meminta penegasan apakah langkah yang telah dilakukan oleh PT XXX dengan tidak mengenakan PPN atas reimbursement tagihan listrik kepada para tenant tersebut telah sesuai dengan ketentuan.
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000, antara lain mengatur :
Pasal 1 angka 17 menyatakan bahwa Dasar Pengenaan Pajak adalah jumlah Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor, atau Nilai Lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang.
Pasal 1 angka 19 menyatakan bahwa penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan Jasa Kena Pajak, tidak termasuk pajak yang dipungut menurut Undang-undang ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.
Pasal 4 huruf c menyatakan bahwa Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha.
Berdasarkan ketentuan pada butir 2 dan memperhatikan isi surat Saudara pada butir 1 diatas, dengan ini ditegaskan bahwa atas reimbursement atau penagihan kembali nilai pemakaian listrik (yaitu penggantian untuk biaya listrik yang telah dibayarkan terlebih dahulu oleh PT XXX atas nama tenant) oleh PT XXX kepada tenant, baik nilai tagihannya sama atau lebih besar daripada tagihan dari PT PLN kepada PT XXX, terutang Pajak Pertambahan Nilai karena pada dasarnya reimbursement tersebut merupakan bagian dari kegiatan penyerahan Jasa Kena Pajak berupa persewaan perkantoran dan apartemen yang dilakukan oleh PT XXX.
Demikian untuk dimaklumi.
Direktur,
ttd
A. Sjarifuddin Alsah
NIP 060044664Tembusan :
Direktur Jenderal Pajak;
Direktur Peraturan Perpajakan;
Kepala Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Lima.