• dokter lagi

     Hanif updated 14 years, 10 months ago 3 Members · 5 Posts
  • truman

    Member
    3 February 2010 at 8:50 am
  • truman

    Member
    3 February 2010 at 8:50 am

    jika seorang dokter bekerja sebagai dokter praktek dan memiliki penghasilan yang telah dipotong dengan bukti potong,ketika menyampaikan SPT tahunan 2008, seluruh penghasilan yang diperoleh diakui dengan norma penghitungan,.. apakah hal tersebut dibolehkan menurut aturan perpajakan (dasar hukumnya apa ya??)
    jika tidak(dasar hukumnya apa??)
    trims

  • joeardy

    Member
    3 February 2010 at 12:30 pm

    Pasal 21 UU PPh atau petunjuk pemotongan PPh Pasal 21 cari kep-nya yng terbaru Mr. Truman,
    Dokter praktek, maksudnya yang bekerja di rumah sakit…..(ada bukti Potong)
    Dokter praktek, buka di rumah/praktek sendiri…(tidak ada bukti potong)
    Penghasilannya x Perkiraan Penghasilan Netto – PTKP, dst…….sampai ketemu Peng.kena pajak x tarif
    PPh Terutang hasil hitungan – Total PPh dipotong

  • Hanif

    Member
    3 February 2010 at 12:34 pm

    yang pakai norma hanya penghasilan dari pekerjaan bebas

    Salam

  • Hanif

    Member
    3 February 2010 at 12:35 pm

    Penjelasan Pasal 16 UU No. 36 Tahun 2008

    Penghasilan Kena Pajak merupakan dasar penghitungan untuk menentukan besarnya Pajak Penghasilan yang terutang. Dalam Undang-Undang ini dikenal dua golongan Wajib Pajak, yaitu Wajib Pajak dalam negeri dan Wajib Pajak luar negeri.

    Bagi Wajib Pajak dalam negeri pada dasarnya terdapat dua cara untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak, yaitu penghitungan dengan cara biasa dan penghitungan dengan menggunakan Norma Penghitungan.

    Di samping itu terdapat cara penghitungan dengan mempergunakan Norma Penghitungan Khusus, yang diperuntukkan bagi Wajib Pajak tertentu yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

    Bagi Wajib Pajak luar negeri penentuan besarnya Penghasilan Kena Pajak dibedakan antara:

    1. Wajib Pajak luar negeri yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui suatu bentuk usaha tetap di Indonesia; dan
    2. Wajib Pajak luar negeri lainnya.

    Ayat (1)

    Bagi Wajib Pajak dalam negeri yang menyelenggarakan pembukuan, Penghasilan Kena Pajaknya dihitung dengan menggunakan cara penghitungan biasa dengan contoh sebagai berikut.
    – Peredaran bruto Rp6.000.000.000,00
    – Biaya untuk mendapatkan, menagih,
    dan memelihara penghasilan
    Rp5.400.000.000,00(-)
    – Laba usaha (penghasilan neto usaha) Rp 600.000.000,00
    – Penghasilan lainnya Rp50.000.000,00
    – Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan lainnya tersebut
    Rp30.000.000,00(-)

    Rp 20.000.000,00(+)
    – Jumlah seluruh penghasilan neto Rp 620.000.000,00
    – Kompensasi kerugian Rp 10.000.000,00(-)
    – Penghasilan Kena Pajak
    (bagi Wajib Pajak badan)
    Rp 610.000.000,00
    – Pengurangan berupa Penghasilan Tidak Kena Pajak untuk Wajib Pajak orang pribadi (isteri + 2 anak)

    Rp 19.800.000,00(-)
    – Penghasilan Kena Pajak
    (bagi Wajib Pajak orang pribadi) Rp 590.200. 000,00

    Ayat (2)

    Bagi Wajib Pajak orang pribadi yang berhak untuk tidak menyelenggarakan pembukuan, Penghasilan Kena Pajaknya dihitung dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto dengan contoh sebagai berikut.
    – Peredaran bruto Rp 4.000.000.000,00
    – Penghasilan neto (menurut Norma
    Penghitungan) misalnya 20%
    Rp 800.000.000,00
    – Penghasilan neto lainnya Rp 5.000.000,00 (+)
    – Jumlah seluruh penghasilan neto Rp 805.000.000,00
    – Penghasilan Tidak Kena Pajak
    (isteri + 3 anak) Rp 21.120.000,00 (-)
    Penghasilan Kena Pajak Rp 783.880.000,00

    Ayat (3)

    Bagi Wajib Pajak luar negeri yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui suatu bentuk usaha tetap di Indonesia, cara penghitungan Penghasilan Kena Pajaknya pada dasarnya sama dengan cara penghitungan Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak badan dalam negeri. Karena bentuk usaha tetap berkewajiban untuk menyelenggarakan pembukuan, Penghasilan Kena Pajaknya dihitung dengan cara penghitungan biasa.

    Contoh:
    – Peredaran bruto Rp10.000.000.000,00
    – Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan
    Rp 8.000.000.000,00(-)
    Rp 2.000.000.000,00
    – Penghasilan bunga Rp 50.000.000,00
    – Penjualan langsung barang yang sejenis dengan barang yang dijual bentuk usaha tetap oleh kantor pusat

    Rp 2.000.000.000,00

    – Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan
    Rp1.500.000.000,00(-)

    Rp 500.000.000,00
    Dividen yang diterima atau diperoleh kantor pusat yang mempunyai hubungan efektif dengan bentuk usaha tetap

    Rp1.000.000.000,00(+)
    Rp3.550.000.000,00
    – Biaya-biaya menurut Pasal 5 ayat (3) Rp 450.000.000,00(-)
    – Penghasilan Kena Pajak Rp3.100.000.000,00

    Ayat (4)

    Contoh:

    Orang pribadi tidak kawin yang kewajiban pajak subjektifnya sebagai subjek pajak dalam negeri adalah 3 (tiga) bulan dan dalam jangka waktu tersebut memperoleh penghasilan sebesar Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) maka penghitungan Penghasilan Kena Pajaknya adalah sebagai berikut.
    Penghasilan selama 3 (tiga) bulan Rp 150.000.000,00
    Penghasilan setahun sebesar:
    (360 : (3×30)) x Rp150.000.000,00 Rp 600.000.000,00
    Penghasilan Tidak Kena Pajak Rp 15.840.000,00(-)
    Penghasilan Kena Pajak Rp 584.160.000,00

    Angka 13

Viewing 1 - 5 of 5 replies

Original Post
0 of 0 posts June 2018
Now