Media Komunitas Perpajakan Indonesia › Forums › PPh Badan › wapu 020 dan wapu 030
mohon bimbingannya,
apa bedanya wapu 020 dgn wapu 030? apakah mereka sama2 pungut PPN ma Potong PPh 22?
ato..
WAPU 020 : pot/put PPN dan PPH 22
WAPU 030 : hanya put PPN ajahtrims
02 : Bendahara Pemerintah
03 : BUMN yang ditunjuk sebagai pemungut- Originaly posted by nimaspajak:
mereka sama2 pungut PPN
benar dengan persyaratan tertentu
Originaly posted by nimaspajak:Potong PPh 22
ini pungut, bukan potong, dan benar dengan syarat tertentu
- Originaly posted by priadiar4:
ini pungut
…. 1,5 % kah ???
- Originaly posted by nimaspajak:
apa bedanya wapu 020 dgn wapu 030? apakah mereka sama2 pungut PPN ma Potong PPh 22?
BUMN/BUMD Tidak lagi sebagai pemungut PPh 22
- Originaly posted by banjar:
.. 1,5 % kah ???
ini untuk
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 154/PMK.03/2010TENTANG
PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 SEHUBUNGAN DENGAN
PEMBAYARAN ATAS PENYERAHAN BARANG DAN KEGIATAN DI BIDANG IMPOR
ATAU KEGIATAN USAHA DI BIDANG LAINDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 22 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang
Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2008, Menteri Keuangan dapat menetapkan bendahara pemerintah untuk memungut pajak
sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang;
b. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 22 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang
Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2008, Menteri Keuangan dapat menetapkan badan-badan tertentu untuk memungut pajak dari
Wajib Pajak yang melakukan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b serta dalam
rangka melaksanakan ketentuan Pasal 22 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2008, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pemungutan Pajak Penghasilan
Pasal 22 Sehubungan Dengan Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang Impor atau
Kegiatan Usaha di Bidang Lain;Mengingat :
1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16
Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4999);
2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4893);
3. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
4. Keputusan Presiden Nomor 56/P Tahun 2010;MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 SEHUBUNGAN
DENGAN PEMBAYARAN ATAS PENYERAHAN BARANG DAN KEGIATAN DI BIDANG IMPOR ATAU KEGIATAN USAHA
DI BIDANG LAIN.Pasal 1
Pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008,
adalah:
a. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, atas impor barang;
b. bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai pemungut pajak pada Pemerintah
Pusat, Pemerintah Daerah, Instansi atau lembaga Pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya
berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang;
c. bendahara pengeluaran untuk pembayaran yang dilakukan dengan mekanisme uang persediaan (UP);
d. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau pejabat penerbit Surat Perintah Membayar yang diberi delegasi
oleh KPA, untuk pembayaran kepada pihak ketiga yang dilakukan dengan mekanisme pembayaran
langsung (LS);
e. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja, dan
industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya
di dalam negeri;
f. Produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas atas penjualan bahan bakar minyak,
gas, dan pelumas;
g. Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan
yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan
industri atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul.Pasal 2
(1) Besarnya Pungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 ditetapkan sebagai berikut:
a. Atas impor:
1. yang menggunakan Angka Pengenal Impor (APl), sebesar 2,5% (dua setengah persen)
dari nilai impor, kecuali atas impor kedelai, gandum dan tepung terigu sebesar 0,5%
(setengah persen) dari nilai impor;
2. yang tidak menggunakan Angka Pengenal Impor (API), sebesar 7,5% (tujuh setengah
persen) dari nilai impor; dan/atau
3. yang tidak dikuasai, sebesar 7,5% (tujuh setengah persen) dari harga jual lelang.
b. Atas pembelian barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf b, huruf c, dan huruf d
sebesar 1,5% (satu setengah persen) dari harga pembelian.
c. Atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas oleh produsen atau importir bahan
bakar minyak, gas dan pelumas adalah sebagai berikut:
1. Bahan Bakar Minyak sebesar:
a. 0,25% (nol koma dua puluh lima persen) dari penjualan tidak termasuk Pajak
Pertambahan Nilai untuk penjualan kepada SPBU Pertamina;
b. 0,3% (nol koma tiga persen) dari penjualan tidak termasuk Pajak Pertambahan
Nilai untuk penjualan kepada SPBU bukan Pertamina dan Non SPBU;
2. Bahan Bakar Gas sebesar 0,3% (nol koma tiga persen) dari penjualan tidak termasuk
Pajak Pertambahan Nilai;
3. Pelumas sebesar 0,3% (nol koma tiga persen) dari penjualan tidak termasuk Pajak
Pertambahan Nilai.
d. Atas penjualan hasil produksi di dalam negeri oleh badan usaha yang bergerak dalam bidang
usaha industri semen, industri kertas, industri baja, dan industri otomotif:
1. penjualan kertas di dalam negeri sebesar 0,1% (nol koma satu persen) dari dasar
pengenaan pajak Pajak Pertambahan Nilai;
2. penjualan semua jenis semen di dalam negeri sebesar 0,25% (nol koma dua puluh lima
persen) dari dasar pengenaan pajak Pajak Pertambahan Nilai;
3. penjualan semua jenis kendaraan bermotor beroda dua atau lebih di dalam negeri
sebesar 0,45% (nol koma empat puluh lima persen) dari dasar pengenaan pajak Pajak
Pertambahan Nilai ;
4. penjualan baja di dalam negeri sebesar 0,3% (nol koma tiga persen) dari dasar
pengenaan pajak Pajak Pertambahan Nilai.
e. Atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor oleh badan usaha industri
atau eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan
yang ditunjuk sebagai pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22 dari pedagang pengumpul sebesar
0,25% (nol koma dua puluh lima persen) dari harga pembelian tidak termasuk Pajak
Pertambahan Nilai.
(2) Nilai impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 1 dan angka 2 adalah nilai berupa uang
yang menjadi dasar penghitungan Bea Masuk yaitu Cost Insurance and Freight (CIF) ditambah dengan
Bea Masuk dan pungutan lainnya yang dikenakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan kepabeanan di bidang impor.
(3) Besarnya tarif pemungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang diterapkan terhadap Wajib Pajak
yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak lebih tinggi 100% (seratus persen) daripada tarif yang
diterapkan terhadap Wajib Pajak yang dapat menunjukkan Nomor Pokok Wajib Pajak.
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku untuk pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22
yang bersifat tidak final.Pasal 3
(1) Dikecualikan dari pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22:
a. Impor barang dan atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan tidak terutang Pajak Penghasilan;
b. Impor barang yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk dan atau Pajak Pertambahan Nilai:
1. barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia
berdasarkan asas timbal balik;
2. barang untuk keperluan badan internasional beserta pejabatnya yang bertugas
di Indonesia dan tidak memegang paspor Indonesia yang diakui dan terdaftar dalam
peraturan menteri keuangan yang mengatur tentang tata cara pemberian pembebasan
bea masuk dan cukai atas impor barang untuk keperluan badan internasional beserta
para pejabatanya yang bertugas di Indonesia;
3. barang kiriman hadiah untuk keperluan ibadah umum, amal, sosial, kebudayaan atau
untuk kepentingan penanggulangan bencana;
4. barang untuk keperluan museum, kebun binatang, konservasi alam dan tempat lain
semacam itu yang terbuka untuk umum;
5. barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan;
6. barang untuk keperluan khusus kaum tunanetra dan penyandang cacat lainnya;
7. peti atau kemasan lain yang berisi jenazah atau abu jenazah;
8. barang pindahan;
9. barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, dan barang
kiriman sampai batas jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
kepabeanan;
10. barang yang diimpor oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah yang ditujukan
untuk kepentingan umum;
11. persenjataan, amunisi, dan perlengkapan militer, termasuk suku cadang yang
diperuntukkan bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara;
12. barang dan bahan yang dipergunakan untuk menghasilkan barang bagi keperluan
pertahanan dan keamanan negara;
13. vaksin Polio dalam rangka pelaksanaan program Pekan Imunisasi Nasional (PIN);
14. buku-buku pelajaran umum, k - Originaly posted by priadiar4:
BUMN/BUMD Tidak lagi sebagai pemungut PPh 22
……. berarti si WP yg bayar sendiri ?? wah…. kalo iya….. ??? mudah mudahan si WP mau setor sendiri ya…
- Originaly posted by banjar:
……. berarti si WP yg bayar sendiri ?? wah…. kalo iya….. ??? mudah mudahan si WP mau setor sendiri ya…
tidak rekan, jika transaksi penjualan barang ke BUMN/BUMD tidak lagi dipungut PPh 22 oleh BUMN dan tidak membayar sendiri PPh 22 oleh WP
- Originaly posted by priadiar4:
Originaly posted by nimaspajak:
mereka sama2 pungut PPNbenar dengan persyaratan tertentu
Originaly posted by nimaspajak:
Potong PPh 22ini pungut, bukan potong, dan benar dengan syarat tertentu
berarti baik 020 maupun 030 tetep ada pot/put PPN dan PPh22 (BKP) yah?
maksudnya dari syarat tertentu ini apa rekan?mohon pencerahannya.. 😀
- Originaly posted by yovi:
03 : BUMN yang ditunjuk sebagai pemungut
03 jdigunakan untuk penyerahan kepada Pemungut PPN Lainnya (selain Bendahara Pemerintah).Kode ini digunakan atas penyerahan BKP/JKP kepada Pemungut PPN selain Bendahara Pemerintah, dalam hal ini KPS Migas selaku Pemungut PPN dan sekarang ditambah BUMN
- Originaly posted by nimaspajak:
berarti baik 020 maupun 030 tetep ada pot/put PPN dan PPh22 (BKP) yah?
PPh 22 tidak ada atas BUMN
- Originaly posted by nimaspajak:
maksudnya dari syarat tertentu ini apa rekan?
Wah panjang ceritanya hehe..
untuk Bendahara sebagai pemungut PPN pakai ini KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 563/KMK.03/2003
untuk BUMN sebagai pemungut PPN pakai ini PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 85/PMK.03/2012 dan perubahannya
untuk Pemungutan PPh 22 oleh bendahara pakai ini, PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 154/PMK.03/2010