Media Komunitas Perpajakan Indonesia › Forums › PPh Badan › objek PPh
dear rekan ortax semua…
dalam UU no 17 tahun 2000 pasal 4 ayat 2 dinyatakan bahwa salah satu objek pph adalah :
keuntungan karena pembebasan hutang..bukankah biasanya pembebasan hutang ini dilakukan karena perusahaan sudah tidak sanggup lagi membayar hutang, kenapa malah jadi objek PPh…?
dan bagaimana cara penghitungannya..?salam…
rekan nadin….perlakuan pembebasan hutang sebagai obyek pajak bisa terjadi apabila kreditur (perusahaan lawan transaksi) telah melaporkan dalam daftar nominatif/berita acara secara rinci kepada fiscus tentang adanya Piutang yang benar-benar tidak dpt tertagih, dimana piutang yang tdk dpt tertagih boleh dibiayakan didalam SPT Tahunan, dan bila disetujui fiscus maka mbak nadin akan memperoleh tembusan berita acara penghapusan piutang dari Kreditur. Atas pembebasan piutang tersebut, maka bagi perusahaan mbak nadin dikategorikan sebagai perolehan penghasilan yang terutang pajak.
demikian mohon dikoreksi…slam
Kerugian Piutang dan Pembebasan Hutang
1. Perlakuan Akuntansi
a.Secara akuntansi komersial, perusahaan dapat membentuk penyisihan (cadangan) untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya kredit macet (piutang yang tidak dapat ditagih)
b. Atas piutang yang diragukan tingkat kolektibilitasnya tersebut, perusahaan dapat menghapuskan dan membebankannya ke dalam perkiraan cadangan piutang tak tertagih.2. Perlakuan Pajak
a. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dapat dibebankan sebagai biaya, dengan syarat :
-Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan rugi laba komersial.
-Telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN) atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan. Perjanjian tertulis tersebut harus memuat data dan informasi mengenai kreditur, debitur, pihak ketiga terkait, pinjaman dan bentuk perjanjian restrukturisasi yang dilakukan, serta harus disahkan oleh Notaris.
– Telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus (dapat berupa penerbitan internal asosiasi atau sejenisnya), dan– Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih, fotokopi bukti penyerahan perkara penagihan ke BUPLN, fotokopi perjanjian restrukturisasi utang usaha yang telah dilegalisir oleh Noteris, dan bukti pengumuman dalam penerbitan umum/khusus kepada Direktorat Jenderal Pajak (dilampirkan dalam SPT-nya).
b. Daftar piutang harus memuat data dan informasi mengenai nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP),serta jumlah piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih.
c. Debitur-debitur yang wajib dicantumkan NPWP-nya dalam daftar piutang adalah :-Seluruh debitur wajib pajak badan;
-Debitur wajib pajak orang pribadi yang jumlah utangnya lebih dari Rp 100.000.000,- (seratus juta rupiah);
-Debitur wajib pajak orang pribadi yang jumlah utangnya kurang dari Rp 100.000.000,- (seratus juta rupiah) sepanjang telah memiliki NPWP;
-Apabila jumlah debitur lebih dari 100 (seratus) dan nilai piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dari masing-masing debitur tidak lebih dari Rp 5.000.000,- (lima juta rupiah), maka daftar piutang dapat dibuat secara kumulatif disertai dengan jumlah debitur kecil dan jumlah total nilai piutang.
d. Penghapusan piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih yang telah memenuhi persyaratan untuk dibebankan sebagai biaya, dapat dilakukan sekaligus oleh kreditur WPDN meskipun debitur memperoleh perlakuan penundaan penghasilan atas keuntungan karena pembebasan utang berdasarkan KEP – 237/PJ./2001.
e. Apabila dikemudian hari debitur melunasi piutang yang sudah dihapuskan tersebut, maka jumlah piutang yang dilunasi merupakan penghasilan bagi kreditur pada tahun pajak diterimanya pelunasan.
f. Pajak keluaran atas piutang yang sudah dihapuskan dan dilaporkan dalam SPT, tidak dapat dibatalkan atau ditarik kembali oleh PKP Penjual
g. Pajak masukan atas piutang yang sudah dihapuskan dan sudah dikreditkan dalam SPT-nya, tidak perlu dibatalkan oleh PKP pembeli/penerima jasa ( PP Nomor 143 Tahun 2000 Jo PP Nomor 24 Tahun 2002 )ni peraturan yang lama sich…
mungkin rekan-rekan ada keterangan dengan peraturan terbarunya….
kenapa pembebasan hutang termasuk kedalam penghasilan yang dikenai pajak..mohon koreksinya…
setuju dengan rekan tax review dan verlya…, saya hanya ingin menambahkan
Keuntungan karena pembebasan utang :– Pembebasan utang merupakan penghasilan bagi pihak yang semula berutang dan biaya bagi pihak yang semula berpiutang.
– Pembebasan utang debitur kecil, seperti Kredit Usaha Keluarga Prasejahtera (Kukesra), Kredit Usaha Tani (KUT), Kredit untuk Perumahan Sangat Sederhana, serta kredit kecil lainnya sampai jumlah tertentu dikecualikan dari obyek PPh.
– Utang debitur kecil adalah utang usaha yang jumlahnya tidak lebih dari Rp 350 Juta ( Peraturan Pemerintah Nomor 130 Tahun 2000 ).
Jadi, apabila rekan nadin termasuk ke dalam debitur kecil, maka rekan nadin dikecualikan dalam objek pph.
Sama seperti rekan verlya, saya juga tidak dapat menemukan peraturan yang terbaru.
Mohon koreksinya….
Terima Kasih…Sangat setuju dg semua rekan-rekan di atas, shg bukan objek PPh bila kriterianya jelas dan dapat menjadi objek PPh bila memenuhi kriterianya, mengenai aturannya aku juga belum ketemu, tapi pernah baca.
Originaly posted by nadin:bukankah biasanya pembebasan hutang ini dilakukan karena perusahaan sudah tidak sanggup lagi membayar hutang, kenapa malah jadi objek PPh…?
dan bagaimana cara penghitungannya..?Jadi objek, krn untuk tujuan mengurangi kompensasi kerugian fiskal, cara penghitungannya akan lebih jelas lihat di buku petunjuk pengisian SPT.
Salam
terima kasih semuanya…..