Media Komunitas Perpajakan Indonesia › Forums › PPh Badan › Pengkreditan PPh 23
Rekan2x Ortax yth.
kalau bukti potong PPh 23 misal tanggal 01-06-2007, apakah dapat dikreditkan dalam spt tahunan pph tahun 2007 walaupun pemotongan ini adalah atas penghasilan tahun 2006 yang sudah dilaporkan dalam spt tahunan 2006.
Bukti potong ini terlambat dikreditkan karena pokok piutang baru dibayar di tahun 2007.
Terima kasih atas jawabanyaDear Friend Ssmtransport.
Bukti Potong PPh Pasal 23 misal atas Transport Khusus Angkutan Darat sebesar 15% X 10% X Bruto Tidak Termasuk PPN (Lampiran I No. 1 PER-70/PJ/2007) yang diterbitkan dengan tanggal 01 – 06 – 2007 memang hanya dapat di Kreditkan di Tahun Pajak 2007, pada SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2007.
Demikian sepengetahuanku.
Regard's
RITZKY FIRDAUS.
Dear All,
Untuk bukti potong PPh pasal 23 memang hanya berlaku pada tahun pajak yang bersangkutan tanpa melihat kapan transaksi terjadi (selama penghasilan bersangkutan belum dipotong), jika memang transaksi tersebut adalah tahun lalu / tahun sebelumnya, itu akan dianggap telat setor dan telat lapor jika suatu saat ketahuan pada saat pemeriksaan dan itu pasti akan dikenakan sanksi dan bunga.
Mohon Koreksinya,,setau saya juga tergantung tanggal dan tahun yang ada di bukti potong tersebut..
contoh lebih realnya mungkin begini: kita sewa mobil di bulan Desember 06, kita baru bayar pasti di bulan Januari 07.. bukti potong dari pihak rental pasti nya kita baru akan kita terima di Januari 07.
nah sama dengan kasus ssmtransport diatas, berarti bukti potong nya baru dapat kita kreditkan pas thun 2007 berdasarkan transaksi tahun 2006.mohon koreksi kalo ada kesalahan
Untuk penghasilan Tahun 2006, tapi tanggal Bukti Potong tanggal 01-06-2007 apakah dapat dikreditkan ditahun 2007??
Menurut PP Tahun 138 2007 Bab II Pasal 8 ayat (2)."Pemotongan Pajak Penghasilan oleh pihak-pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 Undang-undang Pajak Penghasilan, terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran atau akhir bulan terutangnya penghasilan yang bersangkutan, tergantung peristiwa yang terjadi terlebih dahulu."
Jadi dari segi Hukum Tuh bukti potong Invalid tanggalnya, Berarti Bukti Potong Cacat pada tanggalnya, Apakah dapat dikreditkan?? Dari awal saja Bukti potong sudah salah, apakah bisa dikreditkan??
Walaupun Menurut UU KUP pada saat pembayaran. Tetapi peraturan ini lebih detil. Tetapi seharusnya saudara lebih teliti dan lebih berhati2 lagi.Terima kasih atas saran pendapatnya teman2x
untuk pak Ritzky Firdaus, saya udah cek PER-70 sepertinya peraturan tersebut hanya mengatur tarif pemotongan PPh aja Pak (koreksi bila salah)
yang saya perlukan adalah dasar hukum kalau kita diperbolehkan mengkreditkan bukti potong tersebut. Karena atas hal ini sebenarnya udah kita lakukan pada tahun sebelum2xnya, akan tetapi begitu AR kita diganti, saya cukup kerepotan menjawab pertanyaan atas masalah ini. Terima kasih atas jawabannya.Dear All, Att exfclinx_barathum,
Saya setuju dengan comment saudara, tapi PP Tahun 138 2007 juga tidak bisa selalu mengikat dengan apa yang terjadi di lapangan, belum tentu orang2 yang terjun langsung di lapangan mengerti akan hal PPh 23 dan bukti potong tersebut, Contohnya pada perusahaan Freight forwarding, jika sewa dilakukan pada tahun 2006, tetapi pembayaran dilakukan pada tahun 2007, jelas seharusnya PPh 23 terutang pada akhir bulan dilakukannya transaksi sewa tersebut (dalam tahun 2006), tetapi masa penagihan dilakukan pada 2007 (supplier baru terbitkan invoice). secara hukum PPh 23 tersebut harus dilaporkan pada tahun 2006, tetapi berhubung para pelaku dilapangan tidak selalu mengerti akan PPh 23, maka informasi yang diterima oleh orang2 yang mengerti (accounting/tax dept) hanya akan tau setelah adanya penagihan dan dilakukannya pembayaran (dalam 2007). Maka bukti potong pasti diterbitkan pada bulan pembayaran tersebut.
Ini fakta yang memang susah diikat oleh peraturan,,,
Mohon Koreksinya,,,Pengkreditan Bukti potong PPh 23 adalah pada masa pajak dipotongnya atas penghasilan kita misalnya bukti potong diterima tanggal dan bulan Januari 2007, atas penghasilan tahun 2006 maka dikreditkan pada SPT tahunan tahun pajak 2007, meskipun penghasilan tersebut atas penghasilan tahun 2006.
apabila SPT tahunan 2007 atas pajak yang terhutang lebih kecil dengan seluruh kredit pajak, maka akan terjadi lebih bayar dan prosedur lebih bayar bisa dikompensasi atau direstitusi, demikian pendapat saya, mohon koreksinya………Dear Rama,
Memang benar yang dikatakan saudara Rama, Bukti potong itu dikreditkan pada tahun pajak yang bersangkutan, walaupun itu pemotongan dari penghasilan tahun 2006 (mengabaikan PP 138 Thn 2007/kondisi khusus), tetapi menurut umum secara hukum itu, jika pemotongan yang terjadi pada bulan januari 2006 harusnya dilaporkan pada 20 februari 2006 dan bukti potong dikreditkan pada tahun 2006 juga.
Mohon Koreksi,Melihat kembali kpd kasus Sdr ssmtransport, silakan gunakan PP 138 yg diposting Sdr exclixk_barathum (susah bgt ngeja-nya …) utk menerangkan kpd AR baru tsb.
Karena pokok piutang (penghasilan) baru dilunasi thn 2007 (asumsi : Mei-Jun 2007) kisaran maka boleh disimpulkan tidak terjadi keterlambatan pemotongan PPh23-nya.
Jadi gak masalah mengkreditkannya di SPT 2007.Terdapat dua peraturan, setiap peraturan terdapat resikonya masing2 . tentu peraturan yang kita pergunakan sebagai dasar ada kelebihannya dan kekuranngannya di bandingkan peraturan yang lainnya. Berkaitan dengan hal itu Ada beban Resiko yang mesti kita kelola. dari setiap peraturan tersebut. tentu kita pilih resiko yang lebih kecil . untuk menghindari Hazard kedepannya. tentu hal ini mesti disesuaikan dengan kondisi peta perusahaan seperti apa. saya tidak menyalahkan peraturan yang satu dan lebih menyalahkan peraturan yang lainnya. Krena peraturan tersebut memang begitu adanya. dan memang itu sudah menjadi "peraturan". tentulah itu menjadi sebuah Pilihan.
Mohon maaf kalo ada salah kata.Dear Friend Ssmtransport
Perihal:
"saya perlukan adalah dasar hukum kalau kita diperbolehkan mengkreditkan bukti potong tersebut" lihat ketentuan Pasal 25 Ayat (1) UU PPh.Jika AR mempersulit segera Laporkan kepada Kepala KPP, jika Kepala KPP tidak respon Lapor Kantor Pusat Pajak, pokoknya di atas langit ada langit.
Karena hal itu sudah tidak perlu dimasalahkan di lapangan kecuali mencar-cari peluang untuk nego, jika semua harus jelas betapa tebalnya aturan UU Pajak.
Demikian
Regard's
RITZKY FIRDAUS.