Media Komunitas Perpajakan Indonesia › Forums › Bahas Berita › Resmi! Menkeu Tarik Aturan Pajak E-Commerce (PMK-210/2018)
Resmi! Menkeu Tarik Aturan Pajak E-Commerce (PMK-210/2018)
Jakarta, CNBC Indonesia – Bertambah lagi deretan tarik ulur kebijakan pemerintahan Joko Widodo. Setelah batalnya kenaikan harga bahan bakar minyak dan tarif tol bandara, kini pemerintah membatalkan aturan pajak e-commerce.
Beberapa pekan sebelum pemilihan presiden (pilpres) berlangsung, aturan pajak e-commerce yang diterbitkan akhir tahun lalu dan semestinya berlaku pada 1 April 2019 hari ini, tiba-tiba dibatalkan oleh pemerintah.
Keputusan untuk menarik kembali aturan tersebut, diakui Menteri Keuangan Sri Mulyani, lantaran dianggap memicu kesalahpahaman di berbagai pihak. Pemerintah merasa perlu menarik kembali payung hukum tersebut agar tidak menimbulkan ketidakpastian.
Sri Mulyani menilai pemberlakuan aturan pajak e-commerce dianggap menghasilkan suatu bentuk pajak baru. Padahal, aturan ini hanya memperjelas urusan registrasi pedagang e-commerce. Pemerintah menganggap masih perlu melakukan sosialisasi.
"Saya ingin sampaikan pengumuman pada media, pertama selama ini banyak yang memberitakan soal PMK 210 seolah-olah pemerintah buat pajak baru," kata Sri Mulyani.
"Begitu banyak simpang siur. […] Jadi, saya memutuskan menarik PMK 210/2018. Dengan demikian yang simpang siur tanggal 1 April ada pajak e-commerce itu tidak benar, kami putuskan tarik PMK-nya," tegasnya, Jumat.
Dengan demikian, aturan terkait pajak e-commerce akan kembali ke aturan lama, yakni penghasilan sampai Rp 4,8 miliar dikenakan pajak 0,5% atau mengacu pada peraturan perundang-undangan tentang pelaku UMKM.
"Pelaku ekonomi yang e-commerce ingin treatment antara mereka dan media sosial (medsos) sama. Konvensional ingin supaya perlakukan pajak mereka sama dengan e-commerce," katanya.
Ketua idEA Ignasius Untung pun mengapresiasi keputusan pemerintah. Menurut dia, pemerintah dan asosiasi e-commerce memiliki tujuan yang sama, yakni sama-sama ingin memajukan dan mendukung industri digital.
"Karena dari awal diskusi memang semangat kami dengan Kementerian Keuangan pada dasarnya sama. Kami amat sangat mengapresiasi tim Kemenkeu dan DJP sejak awal kooperatif sekali," ujarnya.
"Jadi keputusan ini kami apresiasi sebagai kebijakan yang mengutamakan kepentingan lebih besar dan ini keputusan yang baik sekali dari Bu SMI dan jajaran Kemenkeu."
Sebagai informasi, berikut pokok-pokok pengaturan dalam PMK-210/2018 yang ditarik Sri Mulyani.
1. Bagi pedagang dan penyedia jasa yang berjualan melalui platform marketplace
a. Memberitahukan Nomor Pokok Wajib Pajak kepada pihak penyedia platform marketplace;
b. Apabila belum memiliki NPWP, dapat memilih untuk (1) mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP, atau (2) memberitahukan Nomor Induk Kependudukan kepada penyedia platform marketplace;
c. Melaksanakan kewajiban terkait PPh sesuai dengan ketentuan yang berlaku, seperti membayar pajak final dengan tarif 0,5% dari omzet dalam hal omzet tidak melebihi Rp 4,8 miliar dalam setahun, serta
d. Dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dalam hal omzet melebihi Rp 4,8 miliar dalam setahun, dan melaksanakan kewajiban terkait PPN sesuai ketentuan yang berlaku.2. Kewajiban penyedia platform marketplace
a. Memiliki NPWP, dan dikukuhkan sebagai PKP;
b. Memungut, menyetor, dan melaporkan PPN dan PPh terkait penyediaan layanan platform marketplace kepada pedagang dan penyedia jasa;
c. Memungut, menyetor, dan melaporkan PPN dan PPh terkait penjualan barang dagangan milik penyedia platform market place sendiri, serta
d. Melaporkan rekapitulasi transaksi yang dilakukan oleh pedagang pengguna platform.Untuk diketahui, yang dimaksud dengan penyedia platform marketplace adalah pihak yang menyediakan sarana yang berfungsi sebagai pasar elektronik di mana pedagang dan penyedia jasa pengguna platform dapat menawarkan barang dan jasa kepada calon pembeli.
Penyedia platform marketplace yang dikenai di Indonesia antara lain Blibli, Bukalapak, Elevenia, Lazada, Shopee, dan Tokopedia. Selain perusahaan-perusahaan ini, pelaku over-the-top di bidang transportasi juga tergolong sebagai pihak penyedia platform marketplace.
3. Bagi e-commerce di luar platform marketplace
Pelaku usaha yang melaksanakan kegiatan perdagangan barang dan jasa melalui online retail, classified ads, daily deals, dan media sosial wajib mematuhi ketentuan terkait PPN, PPnBM, dan PPh sesuai ketentuan yang berlaku.Sumber: https://www.cnbcindonesia.com/news/20190401082117- 4-63971/ogah-bikin-resah-sri-mulyani-tarik-aturan- pajak-e-commerce
waahhh begini nih, terasa banget kita lagi di tahun politik
ada apa dengan pemerintah? kemarin saja di gencar-gencarkan ini peraturan e-commerce, sekarang tiba2 batal dgn sendirinya.
Menurut saya ada atau tdk peraturan tsb tdk berpengaruh karena PMK tsb hanya menjelaskan apa yg belum/kurang jelas di UU. Meskipun ditarik ya acuan utamanya tetap UU PPh. Biarkan masyarakat menyadari sendiri kewajibannya sbg WNI.
wow ,….. ??????
jika tetap diberlakukan bs muncul potensi cukup besar peningkatan setoran dari UMKM. karena ada data dari pihak ke 3.
haha..ada apa ini juragan
Well, isi PMKnya sebenarnya sama saja dengan UU PPH yang sekarang, tidak menambah atau mengurangi tarif dan jenis pajak.
Hanya saja digemborkan sebagai pajak e-commerce membuat orang-orang berpikir ada jenis pajak baru
wooow…. pangung politik