Beban Penyusutan

I.    Pendahuluan

PenyusutanDalam menjalankan kegiatan bisnis, perusahaan umumnya memiliki asset berupa bangunan, mesin, mobil dinas, komputer dan asset berwujud lainnya yang memiliki masa manfaat lebih dari satu tahun. Selain karena penyetoran modal dalam bentuk aset (inbreng), hibah dan hasil pemindahtanganan lainnya, kepemilikan asset dapat terjadi karena adanya pembelian.  Perolehan asset tersebut akan dicatat sebagai aktiva dineraca dan biaya perolehannya tidak dapat dibebankan sekaligus.

Sejalan dengan operasional perusahaan, asset tersebut akan mengalami penurunan nilai. Penurunan nilai atas asset ini adalah konsekuensi dari penggunaan asset tersebut yang lazim disebut sebagai penyusutan atau depresiasi. Penyusutan atau depresiasi merupakan salah satu unsur pengurang dalam menghitung laba/rugi perusahaan.

II.    Pembahasan

Pengertian Penyusutan

Pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun harus dibebankan sebagai biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan dengan cara mengalokasikan pengeluaran tersebut selama masa manfaat harta tersebut melalui penyusutan

Metode yang digunakan untuk menghitung penyusutan harta berwujud

Metode penyusutan yang dibolehkan berdasarkan UU Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 11 (1)) adalah :  

a.Metode garis lurus (straight-line method) yaitu metode yang digunakan untuk menghitung penyusutan yang dilakukan dalam bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat yang ditetapkan bagi harta tersebut.

Penyusutan atas pengeluaran untuk pembelian, pendirian, penambahan, perbaikan atau perubahan harta berwujud, kecuali tanah yang berstatus hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai, yang dimiliki dan digunakan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu (1) tahun dilakukan dalam bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat yang ditetapkan bagi harta tersebut.
 

b.Metode saldo menurun (declining-balance method) yaitu metode yang digunakan untuk menghitung penyusutan dalam bagian-bagian yang menurun dengan cara menerapkan tarif penyusutan atas nilai sisa buku dan nilai sisa buku pada akhir masa manfaat harus disusutkan sekaligus.

Metode ini tidak dapat digunakan untuk menghitung penyusutan atas bangunan.

Penggunaan metode penyusutan tersebut harus dilakukan secara taat azas.

Waktu penyusutan mulai dilakukan
  

Penyusutan aktiva dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran kecuali untuk harta yang masih dalam proses pengerjaan, penyusutannya dimulai pada bulan selesainya pengerjaan harta tesebut. Penyusutan pada tahun pertama dihitung secara pro-rata.

Dengan persetujuan Dirjen Pajak, wajib pajak dapat melakukan penyusutan mulai pada bulan digunakannya harta tersebut untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan atau pada bulan harta tersebut mulai menghasilkan.

Contoh 1 :
Pengeluaran untuk pembangunan sebuah gedung adalah sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Pembangunan dimulai pada bulan Oktober 2009 dan selesai untuk digunakan pada bulan Maret 2010. Penyusutan atas harga perolehan bangunan gedung tersebut dimulai pada bulan Maret tahun pajak 2010.

Contoh 2 :

Sebuah mesin yang dibeli dan ditempatkan pada bulan Juli 2009 dengan harga perolehan sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Masa manfaat dari mesin tersebut adalah 4 (empat) tahun. Kalau tarif penyusutan misalnya ditetapkan 50% (lima puluh persen), maka penghitungan penyusutannya adalah sebagai berikut.
Penyusutan_1
 
Harta yang tidak boleh disusutkan Menurut Ketentuan Fiskal

  • Harta yang tidak digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan tidak boleh disusutkan secara fiskal. Misalnya; kendaraan perusahaan yang dikuasai dan dibawa pulang oleh karyawan, rumah dinas karyawan yang tidak terletak di daerah terpencil.
  • Dalam hal harta yang tidak boleh disusutkan secara fiskal tersebut dijual (dialihkan), keuntungannya merupakan obyek PPh, yang dihitung dari selisih antara harga jual (nilai pasar) dengan harga perolehan. Dalam hal selisihnya negatif (rugi), kerugian tersebut tidak dapat dikurangkan sebagai biaya.

Dasar penyusutan atas harta yang telah dilakukan penilaian kembali (revaluasi)

Dasar penyusutan atas harta yang telah dilakukan penilaian kembali (revaluasi) adalah nilai setelah dilakukan penilaian kembali aktiva tersebut.

Sejak bulan dilakukannya penilaian kembali aktiva tetap perusahaan berlaku ketentuan sebagai berikut :
  1. Dasar penyusutan fiskal aktiva tetap yang telah memperoleh persetujuan penilaian kembali adalah nilai pada saat penilaian kembali.
  2. Masa manfaat fiskal aktiva tetap yang telah dilakukan penilaian kembali aktiva tetap perusahaan disesuaikan kembali menjadi masa manfaat penuh untuk kelompok aktiva tetap tersebut.
  3. Perhitungan penyusutan dimulai sejak bulan dilakukannya penilaian kembali aktiva tetap perusahaan.

Untuk bagian tahun pajak sampai dengan bulan sebelum bulan dilakukannya penilaian kembali aktiva tetap perusahaan berlaku ketentuan sebagai berikut :

  1. Dasar penyusutan fiskal aktiva tetap adalah dasar penyusutan fiskal pada awal tahun pajak yang bersangkutan.
  2. Sisa masa manfaat fiskal aktiva tetap adalah sisa manfaat fiskal pada awal tahun pajak yang bersangkutan.
  3. Perhitungan penyusutannya dihitung secara prorata sesuai dengan banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak tersebut.
Penyusutan fiskal aktiva tetap yang tidak memperoleh persetujuan penilaian kembali aktiva tetap perusahaan, tetap menggunakan dasar penyusutan fiskal dan sisa manfaat fiskal semula sebelum dilakukannya penilaian kembali aktiva tetap perusahaan.
 
 
Masa manfaat dan tarif penyusutan harta berwujud

Masa manfaat dan tarif penyusutan aktiva untuk masing-masing kelompok telah ditetapkan sebagai berikut :

penyusutan_2

Yang dimaksud dengan bangunan tidak permanen adalah bangunan yang bersifat sementara dan terbuat dari bahan yang tidak tahan lama atau bangunan yang dapat dipindah-pindahkan, yang masa manfaatnya tidak lebih dari 10 (sepuluh) tahun. Misalnya barak atau asrama yang terbuat dari kayu untuk karyawan.

Contoh penggunaan metode garis lurus:
Sebuah gedung yang harga perolehannya Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan masa manfaatnya 20 (dua puluh) tahun, penyusutannya setiap tahun adalah sebesar Rp50.000.000,00 (Rp1.000.000.000,00 : 20).
 
Contoh penggunaan metode saldo menurun:
Sebuah mesin yang dibeli dan ditempatkan pada bulan Januari 2009 dengan harga perolehan sebesar Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah). Masa manfaat dari mesin tersebut adalah 4 (empat) tahun. Kalau tarif penyusutan misalnya ditetapkan 50% (lima puluh persen), penghitungan penyusutannya adalah sebagai berikut:

 
penyusutan_3
 
 
Tata Cara Permohonan dan Penetapan Masa Manfaat yang Sesungguhnya Atas Harta Berwujud Bukan Bangunan Untuk Keperluan Penyusutan

Jenis-jenis harta berwujud bukan bangunan yang tidak tercantum dalam Lampiran I, Lampiran II,  Lampiran III, dan Lampiran IV, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.03/2009, untuk kepentingan penyusutan digunakan masa manfaat dalam Kelompok 3.

Dalam hal Wajib Pajak dapat menunjukkan masa manfaat yang sesungguhnya dari suatu harta berwujud bukan bangunan tidak dapat dimasukkan ke dalam kelompok 3, Wajib pajak harus mengajukan permohonan untuk penetapan kelompok harta berwujud bukan bangunan tersebut sesuai dengan masa manfaat yang sesungguhnya kepada Direktur Jenderal Pajak melalui Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang membawahi KPP tempat Wajib Pajak yang bersangkutan terdaftar.

Permohonan harus disampaikan dengan menggunakan formulir Lampiran 1 Peraturan Direktur Jenderal Pajak No 20/PJ/2014 dan dilampiri:

  1. penjelasan terperinci mengenai aktiva;
  2. spesifikasi aktiva dari produsen;
  3. perkiraan umur aktiva/masa manfaat ekonomis dari Penilai Publik; dan
  4. dokumen teknis pendukung dari produsen mengenai masa manfaat aktiva.
  5. keputusan penetapan kelompok harta berwujud bukan bangunan untuk keperluan penyusutan yang sudah pernah diperoleh.

penyusutan_4
 
 
penyusutan_4b
 
 
 

Bidang usaha tertentu

Wajib Pajak yang bergerak dalam bidang usaha tertentu dapat melakukan penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dalam bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat yang telah ditentukan bagi harta tersebut.

Bidang usaha tertentu meliputi :
  1. bidang usaha kehutanan, yaitu bidang usaha hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan yang tanamannya dapat berproduksi berkali-kali dan baru menghasilkan setelah ditanam lebih dari 1 (satu) tahun.
  2. bidang usaha perkebunan tanaman keras, yaitu bidang usaha perkebunan yang tanamannya dapat berproduksi berkali-kali dan baru menghasilkan setelah ditanam lebih dari 1 (satu) tahun.
  3. bidang usaha peternakan, yaitu bidang usaha peternakan dimana ternak dapat berproduksi berkali-kali dan baru dapat dijual setelah dipelihara sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun.

Harta berwujud berupa aktiva tetap yang dimiliki dan digunakan serta merupakan komoditas pokok dalam bidang usaha tertentu, yaitu :

  1. bidang usaha kehutanan, meliputi tanaman kehutanan, kayu;
  2. bidang usaha industri perkebunan tanaman keras meliputi tanaman keras;
  3. bidang usaha peternakan meliputi ternak, termasuk ternak sapi pejantan.
Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dimulai pada bulan produksi komersial. Bulan produksi komersial adalah bulan dimana penjualan mulai dilakukan.
 
Harta berwujud untuk :
  1. bidang usaha kehutanan, dikelompokkan dalam Kelompok 4;
  2. bidang usaha perkebunan tanaman keras, dikelompokkan dalam kelompok 4;
  3. bidang usaha peternakan, dikelompokkan dalam Kelompok 2.
Dikecualikan dari ketentuan, Wajib Pajak dapat memperoleh penetapan masa manfaat atas harta berwujud sesuai dengan masa manfaat yang sesungguhnya. Untuk memperoleh penetapan masa manfaat tersebut, Wajib Pajak harus mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan menunjukkan masa manfaat yang sesungguhnya dari harta berwujud.
Apabila permohonan ditolak, maka wajib pajak menggunakan masa manfaat harta berwujud berdasarkan ketentuan.
Atas harta berwujud yang telah disusutkan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 249/PMK.03/2008, berlaku ketentuan sebagai berikut :
  1. Terhadap nilai sisa buku fiskal harta berwujud berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 249/PMK.03/2008, yang mempunyai sisa masa manfaat berdasarkan Peraturan Menteri ini lebih dari 1 (satu) tahun, disusutkan berdasarkan sisa masa manfaat sesuai dengan Peraturan Menteri ini.
  2. Terhadap nilai sisa buku fiskal harta berwujud berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 249/PMK.03/2008, yang mempunyai sisa masa manfaat berdasarkan Peraturan Menteri ini kurang atau sama dengan 1 (satu) tahun, disusutkan sekaligus pada tahun buku saat berlakunya Peraturan Menteri ini.
Terhadap harta berwujud sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 249/PMK.03/2008 yang tidak termasuk sebagai harta berwujud berdasarkan Peraturan Menteri ini, biaya pengembangan harta berwujud dimaksud dikapitalisasi selama periode pengembangan dan merupakan bagian dari harga pokok penjualan pada saat hasil harta berwujud tersebut dijual, sepanjang harta berwujud tersebut telah disusutkan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 249/PMK.03/2008.
Pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud termasuk biaya pembelian bibit, biaya untuk membesarkan dan memelihara bibit.
 
Sedangkan yang tidak termasuk sebagai pengeluaran adalah biaya yang berhubungan dengan tenaga kerja.

Dalam hal harta berwujud, maka harga jual merupakan penghasilan dan nilai sisa buku merupakan kerugian.

 
III.    Penutup

Biaya perolehan atas harta berwujud yang memiliki masa manfaat lebih dari satu tahun harus dibebankan secara bertahap dengan cara melakukan Penyusutan sesuai dengan Pasal 11 ayat 1 UU Nomor 36 Tahun 2008. Secara fiskal metode yang digunakan dalam penyusutan dapat dilakukan dengan metode garis lurus atau metode saldo menurun. Dalam penggunaan metode tersebut harus dilakukan secara taat azas dan konsisten. Pengelompokan jenis harta serta umur masa manfaat secara fiskal diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.03/2009. Wajib pajak dapat mengajukan permohonan penegasan ataupun penetapan mengenai kelompok harta berwujud kepada DJP bila wajib pajak  dapat menunjukan masa manfaat yang sesungguhnya dari suatu harta berwujud.

IV.    Referensi

  1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan.
  2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 249/PMK.03/2008 Tentang Penyusutan Atas Pengeluaran Untuk Memperoleh Harta Berwujud Yang Dimiliki Dan Digunakan Dalam Bidang Usaha Tertentu
  3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.03/2009 Tentang Jenis-jenis Harta Yang Termasuk Dalam Kelompok Harta Berwujud Bukan Bangunan Untuk Keperluan Penyusutan
  4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 126/PMK.011/2012 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 249/PMK.03/2008 Tentang Penyusutan Atas Pengeluaran Untuk Memperoleh Harta Berwujud Yang Dimiliki Dan Digunakan Dalam Bidang Usaha Tertentu
Categories: Tax Learning

Artikel Terkait