Dalam konteks kali ini nilai wajar yang dimaksud ialah untuk menilai Harta tambahan yang diikutkan dalam program Amnesti pajak. Nilai wajar diartikan sebagai nilai yang menggambarkan kondisi dan keadaan dari aset yang sejenis atau setara berdasarkan perhitungan Wajib Pajak. Nilai Wajar yang diungkapkan dalam Surat Pernyataan harus dicatat sebagai harga perolehan Harta yang dilaporkan paling lambat pada Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak 2017. Nilai Wajar terkait nilai Harta tambahan ditentukan dalam mata uang Rupiah. Apabila Nilai Wajar terkait nilai Harta tambahan menggunakan satuan mata uang selain Rupiah, maka Wajib Pajak menggunakan kurs yang ditetapkan oleh Menteri untuk keperluan penghitungan pajak pada akhir Tahun Pajak Terakhir
Penentuan Nilai Wajar berdasarkan Tahun Buku
Untuk Wajib Pajak yang tahun bukunya sama dengan tahun kalender, Nilai Harta tambahan yang diungkapkan dalam Surat Pernyataan, yaitu nilai Harta pada tanggal 31 Desember 2015 sesuai dengan nilai wajar untuk Harta selain kas atau sesuai dengan nilai nominal untuk Harta berupa kas, pada tanggal tersebut. Sedangkan, untuk Wajib Pajak badan yang tahun bukunya tidak sama dengan tahun kalender, sebagai contoh Wajib Pajak C menggunakan tahun buku yang dimulai dari bulan Agustus 2014 dan berakhir pada bulan Juli 2015, Nilai Harta tambahan yang diungkapkan dalam Surat Pernyataan, yaitu nilai Harta selain kas pada tanggal 31 Juli 2015 sesuai dengan nilai wajar untuk Harta selain kas atau sesuai dengan nilai nominal untuk Harta berupa kas, pada tanggal tersebut.
Studi Kasus
Contoh 1
Pak Amir yang merupakan Wajib Pajak memiliki Harta berupa rumah yang diperoleh pada tahun 1995 sebesar 200 juta yang kini NJOP ditehaui sebesar 4,5 M dan nilai pasarnya adalah sebesar 5M. Atas Harta tersebut, Pak Amir belum pernah melaporkannya dalam SPT Tahunan Orang Pribadi. Dengan demikian, dalam rangka menentukan nilai yang harus dilaporkan didasarkan pada Undang-Undang Pengampunan Pajak, untuk Harta tambahan selain kas dinilai sebesar nilai wajar pada akhir Tahun Pajak Terakhir.
Contoh 2
PT Bangun Sejahtera melakukan penambahan kapasitas gudang operasional dengan cara memperluas gudang dari sebelumnya 500 meter menjadi 2000 meter di tahun 2012. PT Bangun Sejahtera selaku Wajib Pajak menyampaikan SPT Tahunan PPh Badan di tahun 2010 dengan mencantumkan gudang tersebut (500 meter). PT Bangun Sejahtera belum pernah menyampaikan SPT Tahunan sejak 2011. Dengan demikian, atas tambahan berupa gudang yang lebih luas merupakan objek Amnesti Pajak yang dilaporkan dalam Surat Pernyataan Harta. Objek Amnesti Pajaknya sebesar nilai wajar dari perluasan bangunan yang dilakukan pada akhir Tahun Pajak SPT Terakhir.
Contoh 3
Tuan Doni Surahmat melakukan investasi dalam program asuransi kesehatan yang berbentuk unit link dengan membayar nilai premi yang sudah ditentukan. Tuan Doni Surahmat juga sudah mendapatkan perkiraan hasil investasi yang akan diterima di masa depan. Atas asuransi kesehatan tersebut, Tuan Doni Surahmat belum pernah dilaporkan dalam SPT Tahunan Orang Pribadi. Dengan demikian, investasi dalam bentuk asuransi kesehatan yang berbentuk unit link tersebut merupakan harta dalam bentuk non cash. Untuk itu, pengungkapan nilainya sebesar nilai wajar atas investasi dalam program tersebut.
Kaitan Nilai Wajar dengan Harta yang Belum atau Kurang Diungkapkan
Berdasarkan Pasal 4 ayat 3 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER – 11/PJ/2016 ditegaskan bahwa:
“ Nilai wajar yang dilaporkan oleh Wajib Pajak dalam Surat Pernyataan Harta tidak dilakukan pengujian atau koreksi oleh Direktur Jenderal Pajak. “ |
“Dalam hal Wajib Pajak telah memperoleh Surat Keterangan kemudian ditemukan adanya data dan/atau informasi mengenai Harta yang belum atau kurang diungkapkan dalam Surat Pernyataan, atas Harta dimaksud dianggap sebagai tambahan penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak pada saat ditemukannya data dan/atau informasi mengenai Harta dimaksud.” |
Atas tambahan penghasilan tersebut diatur lebih lanjut bahwa akan dikenai Pajak Penghasilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Penghasilan dan ditambah dengan sanksi administrasi perpajakan berupa kenaikan sebesar 200% (dua ratus persen) dari Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang dibayar. Dengan demikian, adanya penegasan di PER – 11/PJ/2016 secara tidak langsung menjelaskan bahwa data dan/atau informasi yang ditemukan DIrektur Jenderal Pajak mengenai Harta yang belum atau kurang diungkapkan hanya berfokus pada jumlah harta yang sebenarnya harus diungkapkan Wajib Pajak. Direktur Jenderal Pajak tidak memiliki kewenangan dalam melakukan pengujian atau koreksi untuk mendapatkan nilai wajar yang sebenarnya atas nilai wajar yang dilaporkan oleh Wajib Pajak dalam Surat Pernyataan Harta.
Referensi
- Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak
- Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 118/PMK.03/2016 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 Tentang Pengampunan Pajak
- Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER – 11/PJ/2016 tentang Pengaturan Lebih Lanjut Mengenai Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak