Akhir-akhir ini pembahasan mengenai pengampunan pajak atau tax amnesty menjadi salah satu tajuk utama di beberapa media. RUU tax amnesty telah dimuat dan tersebar di beberapa media online. Banyak komentar, kritik , dan saran yang muncul mengenai isi di dalam RUU tersebut. Tim Redaksi Ortax lebih jauh ingin mengetahui mengenai latar belakang, peluang dan tantangan ke depan mengenai tax amnesty dari sudut pandang akademisi. Pada kesempatan ini, tim Redaksi telah melakukan diskusi dan wawancara dengan Wisamodro Jati, S.Sos., M.Int.Tax, seorang akademisi dan pemerhati perpajakan dari Universitas Indonesia mengenai hal terkait, berikut ringkasannya:
1. Tax Amnesty dipandang dari konsep perpajakan
Tax amnesty merupakan upaya yang dilakukan oleh otoritas pajak suatu negara memberikan kesempatan kepada wajib pajak yang tidak patuh untuk melaporkan penghasilannya dan membayar pajak secara sukarela dengan memberikan insentif. Tax amnesty dalam jangka pendek bertujuan untuk meningkatkan penerimaan negara, sedangkan dalam jangka panjang bertujuan meningkatkan kepatuhan wajib pajak.
Pemberian tax amnesty dimaknai sebagai upaya ‘extra-ordinary’ akibat ketidakmampuan dari otoritas pajak memungut pajak atas penghasilan yang diterima oleh wajib pajak, umumnya yang berada di luar negeri. Oleh karenanya, kebijakan tax amnesty harus dirancang menarik sehingga mendorong wajib pajak secara sukarela melaporkan harta dan membayar pajaknya. Selain insentif, kebijakan tax amnesty menawarkan kepastian hukum seperti jaminan wajib pajak tidak diperiksa pajak di masa yang akan datang.
Program tax amnesty jangan dilihat sebagai pilihan jalan pintas untuk mencapai target penerimaan pajak sehingga kebijakan ini seharusnya tidak dilakukan berulang karena hal ini dapat menjadi disinsentif bagi wajib pajak patuh. Program tax amnesty harus dibarengi dengan upaya memperbaiki kemampuan administrasi pajak di dalam mengawasi penghasilan wajib pajak serta memungut pajak. Program tersebut di antaranya meningkatkan integrasi data antar lembaga, kebijakan single identity number, exchange of information, serta kebijakan lainnya.
2. Kaitan Tax Amnesty dengan Automatic Exchange System of Information
Automatic Exchange System of Information akan menjadi pintu masuk penegakan hukum. Melalui Automatic Exchange System of Information, otoritas pajak dapat memperoleh informasi relevan dari otoritas pajak di negara lain yang dapat menjadi dasar pemungutan pajak.
Tax Amnesty dalam kaitannya dengan Automatic Exchange System of Information adalah upaya memberikan kesempatan kepada wajib pajak untuk secara sukarela membayar pajak sebelum pemerintah melakukan law enforcement dengan memanfaatkan data dari Automatic Exchange System of Information.
3. Peluang dan tantangan Tax Amnesty bagi pemerintah Indonesia
Tax Amnesty dapat menjadi peluang untuk meningkatkan penerimaan pajak yang berasal dari harta yang dimiliki oleh Wajib Pajak yang belum dilaporkan. Sigit Priadi Primadito (mantan Direktur Jenderal Pajak) menyebutkan potensi penerimaan pajak dari program tax amnesty sebesar Rp 60 triliun. Tax Amnesty juga berpeluang meningkatkan sumber pendanaan untuk pelaksanaan program-program pemerintah, seperti pembangunan infrastruktur.
Tantangan dari tax amnesty bagi pemerintah Indonesia adalah meyakinkan kepada wajib pajak untuk secara sukarela melaporkan penghasilannya dan membayar pajak melalui program akan lebih menguntungkan dibandingkan dengan law enforcement di masa yang akan datang. Keyakinan wajib pajak dalam mengikuti program ini dapat terwujud apabila terdapat insentif pajak yang memadai, kejelasan prosedur serta kemudahan di dalam pengadministrasian pelaksanaan pelaporan harta dan pembayaran pajak.
Di dalam program RUU Pengampunan Nasional, pemerintah telah dengan jelas menjelaskan insentif pajak berupa uang tebusan dengan tarif yang rendah (3%, 5%, dan 8%). Pemerintah juga telah memberikan kepastian bahwa tidak ada pemeriksaan pajak di masa yang akan datang. Namun sebagai catatan, pemerintah baru memasukkan RUU Pengampunan Nasional ini dalam prolegnas (Program Legislasi Nasional 2015. Diskusi yang berkepanjangan (wacana tax amnesty sudah didiskusikan lebih dari 1 tahun) akan menciptakan ketidakpastian sehingga akan menurunkan kepatuhan wajib pajak.
4. Kesimpulan, kirtik dan saran
Program Tax Amnesty merupakan upaya extra ordinary untuk meningkatkan penerimaan pajak dan meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Oleh karenanya, pemerintah harus dapat meningkatkan kemampuan mengawasi dan memungut pajak atas penghasilan wajib pajak sehingga program tax amnesty yang akan dilakukan oleh pemerintah bukan menjadi program rutin yang akan dilakukan pemerintah di masa yang akan datang.
Program tax amnesty yang tercantum dalam RUU Pengampunan Nasional jangan diperluas dengan amnesty di bidang hukum pidana lainnya. Pasal 10 RUU Pengampunan Nasional menyebutkan bahwa wajib pajak juga akan mendapatkan perolehan pengampunan tindak pidana terkait perolehan kekayaan, kecuali tindak pidana teroris, narkoba dan perdagangan manusia. Pengampunan terhadap perolehan kekayaan tersebut berarti dapat meliputi tindak pidana korupsi, ilegal logging, money laundry, dan lainnya.
Perlu dipahami bahwa esensi pajak adalah iuran kepada negara yang dapat dipaksakan berdasarkan undang-undang. Tindakan wajib pajak yang tidak patuh dapat diampuni apabila wajib pajak tersebut secara sukarela melaporkan harta dan membayar pajak (uang tebusan) berdasarkan ketentuan undang-undang yang diusulkan pemerintah. Namun demikian, pengampunan terhadap tindak pidana lain, seperti korupsi dan illegal logging tidak seharusnya diselesaikan hanya dengan membayar uang tebusan mengingat pelanggaran yang dilakukan telah merugikan kepentingan masyarakat secara luas. Dampak negatif dari tindakan pidana tidak dapat hanya dihitung dengan rupiah, seperti kerugian lingkungan akibat illegal loging serta ketidakadilan akibat korupsi. Oleh karenanya, pengampunan dengan membayar uang tebusan sebagaimana diusulkan di Pasal 10 RUU Pengampunan Nasional seharusnya dibatalkan.