Sebagai bagian implementasi Pillar 2, Indonesia akan menerapkan Pajak Minimum Global. Ketentuan ini akan berlaku mulai tahun 2025.
Hal tersebut disampaikan oleh Analis Kebijakan Perpajakan Internasional, Melani Dwi Astuti, pada seminar pajak internasional yang digelar International Fiscal Association (IFA) Indonesia (Selasa, 10/12/2024). ”Di tahun 2025, IIR dan DMTT akan berlaku. Pada tahun 2026, UTPR baru akan diimplementasikan,” paparnya.
Melani menyebutkan bahwa pemerintah telah melakukan konsultasi serta capacity building dalam rangka implementasi Pajak Minimum Global. “Kami telah melakukan proses public consultancy dua kali yaitu pada tahun 2023 dan 2024 dengan respons positif,” jelasnya.
Pemerintah telah melakukan penyusunan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) sebagai dasar hukum implementasi Pajak Minimum Global. Melani menjelaskan, terdapat delapan bahasan utama dalam PMK tersebut. Pertama, ruang lingkup yang membahas perusahaan yang masuk dalam cakupan Pajak Minimum Global, termasuk pihak-pihak yang dikecualikan. Kedua, penghitungan Effective Tax Rate (ETR) dan top-up tax.
Ketiga, Income Inclusion Rule (IIR), Domestic Top Up Tax (DMTT), dan Under Taxed Payment Rule (UTPR). Keempat, penghitungan GloBE Income. Kelima, penyesuaian pajak tercakup (covered tax). Keenam, ketentuan Safe Harbour. Ketujuh, ketentuan transisi. Kedelapan, GloBE Information Return atau GIR.
Saat ini telah ada 40 negara yang menerbitkan peraturan terkait Pajak Minimum Global. Beberapa di antaranya adalah negara-negara Uni Eropa, United Kingdom, Jepang, Korea Selatan, Australia, dan Kanada.
Di ASEAN, Vietnam menjadi negara yang telah mengimplementasikan IIR dan QDMTT di tahun 2024. Singapura dan Malaysia akan menerapkan IIR dan QDMTT tahun 2025. Sementara itu, pada tahun 2025 Thailand akan menerapkan IIR, QDMTT, dan UTPR.
Pajak Minimum Global dikenakan pada perusahaan yang memiliki tarif pajak efektif lebih rendah dari 15%. Ketentuan ini berlaku untuk perusahaan dengan revenue konsolidasi 750 Juta Euro.