Bagaimana Ketentuan Pajak Restoran Pasca UU HKPD?

Pajak Restoran PBJT Makanan Minuman
Envato Elements

Penjualan makanan/minuman oleh restoran merupakan salah satu objek pajak daerah. Pada UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD), pajak yang dikenakan adalah Pajak Restoran. Sejak berlakunya UU Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD), Pajak Restoran masuk dalam Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT).

Objek PBJT Makanan dan/atau Minuman

Objek PBJT Makanan dan/atau Minuman meliputi penjualan makanan dan/atau minuman yang disediakan oleh restoran. Tak hanya itu, dalam UU HKPD, dijelaskan bahwa objek PBJT Makanan dan/atau Minuman termasuk penjualan makanan dan minuman yang dilakukan oleh penyedia jasa boga atau katering.

Pada Pasal 51 ayat (2) UU HKPD, terdapat pengecualian objek PBJT Makanan dan/atau Minuman. Yang dikecualikan yaitu penyerahan makanan dan/atau minuman:

  1. dengan peredaran usaha tidak melebihi batas tertentu yang ditetapkan dalam Perda;
  2. dilakukan oleh toko swalayan dan sejenisnya yang tidak semata-mata menjual makanan dan/atau minuman;
  3. dilakukan oleh pabrik makanan dan/atau minuman; atau
  4. disediakan oleh penyedia fasilitas yang kegiatan usaha utamanya menyediakan pelayanan jasa menunggu pesawat (lounge) pada bandar udara.

Kriteria Pemungut PBJT Makanan dan/atau Minuman

Pemungutan PBJT Makanan dan/atau Minuman dilakukan oleh orang pribadi atau badan yang melakukan penjualan/penyerahan makanan dan/atau minuman, yaitu restoran dan penyedia jasa boga/katering.

Pada Pasal 51 ayat (1) huruf a, kriteria restoran yang dimaksud paling sedikit menyediakan layanan penyajian makanan dan/atau minuman berupa meja, kursi, dan/atau peralatan makan dan minum.

Sementara itu, kriteria penyedia jasa boga atau katering yaitu penyedia jasa boga/katering yang melakukan:

  1. proses penyediaan bahan baku dan bahan setengah jadi, pembuatan, penyimpanan, serta penyajian berdasarkan pesanan;
  2. penyajian di lokasi yang diinginkan oleh pemesan dan berbeda dengan lokasi dimana proses pembuatan dan penyimpanan dilakukan; dan
  3. penyajian dilakukan dengan atau tanpa peralatan dan petugasnya.

Tarif dan DPP PBJT Makanan dan/atau Minuman

Tarif PBJT Makanan dan/atau Minuman ditetapkan paling tinggi sebesar 10%. Pemerintah daerah dapat menentukan tarif sendiri sepanjang tidak melebihi 10%. PBJT dipungut dengan dasar pengenaan sejumlah pembayaran yang diterima oleh penyedia makanan dan/atau minuman.

Pada Pasal 19 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2023, disebutkan bahwa jika pembayaran menggunakan voucher atau bentuk lain yang sejenis yang memuat nilai rupiah atau mata uang lain, dasar pengenaan PBJT Makanan dan/atau Minuman ditetapkan sebesar nilai rupiah atau mata uang lainnya tersebut. Apabila terdapat potongan harga, jumlah yang menjadi DPP adalah jumlah yang diterima oleh penyedia makanan dan/atau minuman.

Contoh Penghitungan PBJT Makanan dan/atau Minuman

Pada bulan Juli 2024, Cafe Labubu melakukan penjualan dengan nilai (termasuk pajak) sebagai berikut:

  1. Penjualan Minuman Coffee Based = Rp88.000.000
  2. Penjualan Minuman Non Coffee = Rp38.500.000
  3. Penjualan Makanan = Rp27.500.000

Dari data di atas, untuk menentukan jumlah PBJT Makanan dan/atau Minuman yang harus disetorkan adalah sebagai berikut:

= Tarif PBJT Makanan/Minuman : (100+tarif)% x (Rp88.000.000 + Rp38.500.000 + Rp27.500.000)

= 10%/110% x Rp154.000.000

= Rp14.000.000

Categories: Tax Learning

Artikel Terkait