Wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas diperbolehkan untuk melakukan pencatatan serta menghitung penghasilan neto dengan menggunakan norma. Norma yang digunakan adalah Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN) yang saat ini diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-17/PJ/2015.
Kriteria Penggunaan NPPN
NPPN dapat digunakan oleh wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang melakukan pencatatan, dengan peredaran bruto 1 tahun kurang dari Rp4,8 miliar.
Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 168 Tahun 2023, pekerjaan bebas didefinisikan sebagai pekerjaan yang dilakukan oleh orang pribadi yang mempunyai keahlian khusus sebagai usaha untuk memperoleh penghasilan yang tidak terikat oleh suatu hubungan kerja. Pekerjaan bebas antara lain pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, pejabat pembuat akta tanah, penilai, dan aktuaris. Tak hanya itu, NPPN juga dapat digunakan oleh orang pribadi pemberi jasa di segala bidang. Misalnya, jasa fotografi, pekerja seni, dan jasa perancang/desainer.
Kewajiban Pemberitahuan NPPN
Untuk dapat menggunakan NPPN, wajib pajak perlu melakukan memberitahukan penggunaan NPPN kepada Direktur Jenderal Pajak paling lama 3 bulan sejak awal tahun pajak yang bersangkutan. Pemberitahuan yang disampaikan dalam jangka waktu tersebut dianggap disetujui kecuali berdasarkan hasil pemeriksaan ditemukan bahwa ternyata wajib pajak tidak memenuhi persyaratan untuk menggunakan NPPN.
Saat ini, pemberitahuan NPPN dapat dilakukan pada menu info KSWP pada akun DJP Online milik wajib pajak. Anda dapat melihat tata cara pemberitahuan NPPN secara online melalui artikel berikut ini: Cara Pemberitahuan NPPN Secara Online
Penghitungan Pajak Terutang dengan NPPN
Penghasilan neto dihitung dengan cara mengalikan angka persentase NPPN dengan peredaran bruto dari kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dalam satu tahun pajak. Sebelum dihitung dengan tarif umum PPh, wajib pajak orang pribadi terlebih dahulu menghitung penghasilan kena pajak dengan mengurangkan penghasilan tidak kena pajak dari penghasilan neto yang telah dihitung dengan NPPN.
Contoh
Aris merupakan seorang fotografer dan memiliki studio foto “Bright Studio” yang berlokasi di Jakarta. Sepanjang tahun 2023, Aris memperoleh omzet dari jasa fotografi serta studio foto yang dimiliki sebesar Rp1,2 miliar. Aris telah menyampaikan pemberitahuan mengenai penggunaan NPPN kepada Direktur Jenderal Pajak pada bulan Februari 2023.
Karena penghasilan yang diperoleh Aris pada tahun 2023 dari kegiatan usaha jasa fotografi tidak melebihi Rp4,8 miliar, maka Aris diperbolehkan melakukan pencatatan dan menghitung penghasilan neto dengan menggunakan NPPN.
Persentase penghasilan neto jasa fotografi di kota Jakarta sesuai dengan norma KLU 74201 untuk 10 ibukota provinsi yaitu sebesar 50%. Maka, penghitungan penghasilan neto Aris adalah:
Penghasilan Neto dari jasa fotografi tahun 2023 = 50% x Rp1.200.000.000 = Rp600.000.000
Aris berstatus kawin namun tidak memiliki tanggungan (K/0), sehingga dapat memperhitungkan PTKP sebesar Rp58.500.000. Penghasilan Kena Pajak sebagai dasar untuk menentukan PPh Orang Pribadi terutang adalah:
Penghasilan Kena Pajak = Rp600.000.000 – Rp58.500.000 = Rp541.500.000
PPh Orang Pribadi terutang untuk Aris pada tahun 2023 adalah:
5% x Rp 60.000.000 = Rp3.000.000
15% x Rp190.000.000 = Rp28.500.000
25% x Rp250.000.000 = Rp62.500.000
30% x Rp41.500.000 = Rp12.450.000
Total PPh OP Terutang = Rp106.450.000.000
Daftar Norma Penghitungan Penghasilan Neto
Dalam Lampiran I PER-17/2015, terdapat tarif NPPN untuk 1435 kelompok Klasifikasi Lapangan Usaha. Tarif ini dikelompokkan menurut wilayah sebagai berikut:
- 10 ibukota provinsi yaitu Medan, Palembang, Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Denpasar, Manado, Makassar, dan Pontianak;
- ibukota provinsi lainnya;
- daerah lainnya.
Anda dapat melihat daftar KLU beserta tarif NPPN pada tautan berikut ini: Daftar Tarif Norma Penghitungan Penghasilan Neto