Stelsel pemungutan pajak adalah sistem pemungutan pajak yang digunakan untuk menghitung besarnya pajak yang harus dibayarkan oleh para wajib pajak. Pemungutan pajak dapat dilakukan dengan tiga jenis stelsel yang terdiri dari stelsel nyata atau riil, stelsel fiktif, dan stelsel campuran.
Stelsel Nyata/Riil
Stelsel Nyata atau Riil adalah stelsel pemungutan pajak yang didasarkan pada objek atau penghasilan yang diperoleh sesungguhnya. Pemungutan baru dapat dilakukan pada akhir tahun, yakni setelah penghasilan yang sesungguhnya diketahui. Kelebihan stelsel ini adalah perhitungan didasarkan dari penghasilan sesungguhnya dan hasil yang didapat akan lebih akurat. Sedangkan kekurangan stelsel nyata atau riil adalah pajak baru dapat dibayarkan pada akhir tahun pajak.
Stelsel Fiktif
Stelsel Fiktif adalah jenis pemungutan pajak yang didasarkan pada perkiraan oleh suatu undang-undang. Perkiraan yang digunakan tergantung pada peraturan perpajakan yang berlaku. Stelsel ini menerapkan sistem pemungutan pajak di depan. Misalnya penghasilan satu tahun pajak dianggap sama dengan tahun sebelumnya. Sehingga pada awal tahun pajak telah dapat ditetapkan besarnya pajak yang terutang untuk tahun pajak berjalan.
Kelebihannya adalah pajak yang dibayarkan berjalan selama setahun tanpa harus menunggu hingga akhir tahun. Kekurangannya adalah pajak yang dibayarkan tidak akurat karena tidak berdasarkan keadaan sesungguhnya dan mengikuti tahun yang sebelumnya.
Stelsel Campuran
Stelsel Campuran pada dasarnya adalah kombinasi antara stelsel nyata atau riil dan stelsel fiktif. Cara perhitungan stelsel campuran adalah pada awal tahun besarnya pajak dihitung berdasarkan stelsel fiktif. Kemudian pada akhir tahun besarnya pajak diperhitungkan berdasarkan stelsel rill atau penghasilan sebenarnya. Jika perhitungan yang sebenarnya nilai pajak lebih besar daripada pajak menurut stelsel fiktif maka wajib pajak harus menambah pembayaran.
Sebaliknya, jika besaran pajak menurut perhitungan riil lebih kecil daripada stelsel fiktif, maka wajib pajak dapat meminta kembali kelebihannya (direstitusi) atau dapat juga dikompensasi. Kelebihan stelsel ini adalah, pemungutan pajak sudah dapat dilakukan pada awal tahun pajak, dan pajak yang dipungut sesuai dengan besarnya pajak yang sesungguhnya terutang. Kelemahan dari stelsel ini adalah penghitungan pajak dilakukan dua kali, yaitu pada awal dan akhir tahun.
Bagaimana Sistem Pemungutan di Indonesia?
Dari penjelasan di atas, pajak penghasilan untuk orang pribadi dan badan di Indonesia menggunakan stelsel campuran. Sebelum menghitung pajak di akhir tahun, setiap bulan wajib pajak memiliki kewajiban pembayaran PPh Pasal 25. PPh Pasal 25 merupakan angsuran pajak yang dihitung berdasarkan penghasilan tahun sebelumnya, dengan asumsi pada tahun berjalan jumlah penghasilan sama dengan tahun sebelumnya.
Pada akhir tahun pajak, wajib pajak menghitung kembali seluruh penghasilan yang diterima/diperoleh selama satu tahun. PPh Pasal 25 yang sudah dibayar akan mengurangi jumlah pajak yang terutang pada akhir tahun (kredit pajak). Selisih kurang antara pajak terutang dan kredit pajak kemudian dibayarkan oleh wajib pajak. Jika terdapat selisih lebih, wajib pajak berhak untuk meminta pengembalian (restitusi).
Stelsel campuran dapat membantu wajib pajak mengatur cash flow karena beban pajak di akhir tahun bisa dialokasikan per bulan. Di sisi lain, penerapan angsuran PPh Pasal 25 juga berpotensi menimbulkan beban administrasi. Sebagai contoh, perusahaan mengalami penurunan performa yang mengakibatkan penurunan laba dibandingkan tahun sebelumnya. Jika wajib pajak tetap membayar angsuran PPh Pasal 25 berdasarkan laba tahun sebelumnya, jumlah angsuran pada akhir tahun berpotensi lebih dari pajak yang terutang. Kelebihan pembayaran yang terjadi perlu direstitusi. Namun, umumnya restitusi bisa didapatkan setelah dilakukan pemeriksaan pajak yang secara prosedur dapat menjadi beban bagi wajib pajak.