Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.-81586/PP/M.IB/99/2017

Kategori : PPN dan PPnBM

bahwa hasil pembahasan pokok sengketa adalah penerbitan Surat Tergugat Nomor: S-1224/WPJ.30/2016 tanggal 13 Juni 2016 tentang Pengembalian Permohonan Pengurangan atau Pembatalan Surat Ketetapan Pajak yang Tidak Benar atas SKPKB Masa Pajak Maret 2010 Nomor


  Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.-81586/PP/M.IB/99/2017

Jenis Pajak : Gugatan Pajak
     
Tahun Pajak : 2016
     
Pokok Sengketa : bahwa hasil pembahasan pokok sengketa adalah penerbitan Surat Tergugat Nomor: S-1224/WPJ.30/2016 tanggal 13 Juni 2016 tentang Pengembalian Permohonan Pengurangan atau Pembatalan Surat Ketetapan Pajak yang Tidak Benar atas SKPKB Masa Pajak Maret 2010 Nomor : 00048/207/10/064/13 tanggal 20 Desember 2013, yang tidak disetujui oleh Penggugat;
     
     
Menurut Tergugat : bahwa penerbitan surat Pengembalian Permohonan Pengurangan atau Pembatalan Surat Ketetapan Pajak yang Tidak Benar kedua nomor S-1224/WPJ.30/2016 tanggal 13 Juni 2016 telah sesuai dengan Pasal 36 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (UU KUP) juncto Pasal 14 ayat (6) dan 15 ayat (5) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 8/PMK.03/2013;
     
Menurut Penggugat : bahwa di dalam pasal 14 ayat (6) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 8/PMK/03/2013 tanggal 2 Januari 2013 tentang Tata Cara Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi dan Pegurangan atau Pembatalan Surat Ketetapan Pajak atau Surat Tagihan Pajak mengatur: “Dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan pengurangan atau pembatalan Surat Ketetapan Pajak yang tidak benar, permohonan tersebut harus diajukan dalam jangka paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal Surat Ketetapan Pajak dikirim, kecuali Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaan Wajib Pajak”;
     
Menurut Majelis : bahwa Penggugat mengajukan gugatan terhadap penerbitan Surat Tergugat Nomor: S-1224/WPJ.30/2016 tanggal 13 Juni 2016 tentang Pengembalian Permohonan Pengurangan atau Pembatalan Surat Ketetapan Pajak yang Tidak Benar atas SKPKB Masa Pajak Maret 2010 Nomor : 00048/207/10/064/13 tanggal 20 Desember 2013;

bahwa kronolgi pengajuan gugatan adalah sebagai berikut:
  • bahwa Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Nomor 00048/207/10/064/13 tanggal 20 Desember 2013 Masa Pajak Maret 2010 diterbitkan berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Tiga;
  • bahwa atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar tersebut, Penggugat mengajukan permohonan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar dengan surat nomor 15/AJI/XI/14 tanpa tanggal;
  • bahwa atas permohonan Penggugat tersebut, telah diterbitkan Keputusan Tergugat Nomor KEP-791/WPJ.04/2015 tanggal 20 April 2015 yang menolak permohonan Penggugat;
  • bahwa Penggugat mengajukan permohonan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar yang kedua dengan surat nomor 15/AJI/Xll/15 tanggal 28 Desember 2015;
  • bahwa atas permohonan tersebut, diterbitkan Surat Tergugat Nomor: S-1224/WPJ.30/2016 tanggal 13 Juni 2016 tentang Pengembalian Permohonan Pengurangan atau Pembatalan Surat Ketetapan Pajak yang Tidak Benar;
  • bahwa atas Surat Tergugat Nomor: S-1224/WPJ.30/2016 tanggal 13 Juni 2016 a quo, Penggugat mengajukan Gugatan ke Pengadilan Pajak;

bahwa dalam Pasal 36 ayat (1a) Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 mengatur bahwa permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c hanya dapat diajukan oleh Wajib Pajak paling banyak 2 (dua) kali;

bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 14 ayat (6) dan Pasal 15 ayat (5) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 8/PMK.03/2013, permohonan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar yang kedua, harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal surat keputusan Direktur Jenderal Pajak atas permohonan yang pertama dikirim, kecuali Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaan Wajib Pajak. Apabila hal ini tidak dipenuhi, maka Penggugat tidak dapat mengajukan permohonan kembali.

bahwa dalam surat gugatannya, Penggugat telah mengakui bahwa surat permohonan pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak yang kedua lebih dari jangka waktu 3 (tiga) bulan, dengan alasan sebagai berikut:
  • Pada saat pemeriksaan Penggugat telah berulang kali menjelaskan kepada Tergugat bahwa Penggugat tidak benar ada menerima insentif atau bonus seperti yang dituduhkan Fiskus dan pada akhirnya Fiskus tetap memaksakan wewenangnya bahwa insentif itu adalah penghasilan yang diterima oleh Penggugat walaupun Fiskus tidak pernah membuktikan secara konkrit realistis dan sesuai keadaan yang sebenarnya. Akan tetapi hanya berdasarkan angan angan (ilusi) dan hanya pengandaian dari Tergugat belaka, serta dengan alasan Penggugat tidak dapat menunjukkan surat pernyataan dari pihak BBB Limited (Hongkong) yang menyatakan bahwa insentif yang dituduhkan itu adalah milik BBB Limited (Hongkong) bukan hak yang diterima Penggugat;
  • bahwa hal ini membuat Penggugat merasa sangat putus asa, akan tetapi Penggugat tetap berusaha membuktikan sekuat tenaga dengan berusaha menghubungi pihak BBB Limited (Hongkong) agar dapat mengklarifikasi fakta yang sebenarnya;
  • bahwa Penggugat mempunyai penilaian bahwa apabila Penggugat mengajukan surat permohonan pengurangan atau pembatalan SKP yang tidak benar, tanpa disertai surat pernyataan dari BBB Limited (Hongkong) sebagai bukti klarifikasi dari hal yang dituduhkan oleh Tergugat kepada Penggugat SANGAT BESAR kemungkinan tidak dipertimbangkan oleh pihak Tergugat.
  • Oleh karena itu Penggugat sebelum memutuskan mengajukan surat permohonan pengurangan atau pembatalan yang tidak benar ke DJP, Penggugat berupaya untuk mendapatkan surat pernyataan dari BBB Limited (Hongkong) sebagai bukti yang bisa dipertimbangkan untuk memberi rasa keadilan bagi Penggugat;
  • Isi surat pernyataan dari pihak BBB Limited ( Hongkong) tersebut intinya menyatakan penghasilan berupa insentif yang dituduhkan oleh Tergugat sebagai dasar untuk menerbitkan Surat Ketetapan Pajak yang tidak benar terhadap Penggugat adalah penghasilan yang diterima oleh BBB Limited (Hongkong) bukan hak atau penghasilan Penggugat;
  • Adapun surat tersebut baru diterima Penggugat pada tanggal 10 Desember 2015. Karena menunggu Surat Pernyataan inilah yang menyebabkan Penggugat terlambat mengajukan Surat Permohonan pengurangan atau pembatalan Surat Ketetapan Pajak yang tidak benar kepada Tergugat;

bahwa menurut Penggugat, Surat Pernyataan dari BBB yang baru Penggugat terima pada tanggal 10 Desember 2015 dapat dikatagorikan sebagai "keadaan lain" yang dimaksud dalam Peraturan Pemerintah nomor 74 tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan;

bahwa menurut Penggugat, dalam kitab Undang Undang Hukum Perdata disebutkan terdapat persyaratan sehingga suatu kejadian dapat dikategorikan sebagai force majeur antara lain yaitu tidak ada itikad buruk dan di luar kesalahan pihak yang berperkara. Yang ingin Penggugat sampaikan adalah bahwa Penggugat sama sekali tidak mempunyai itikad buruk dan kesalahan atas keterlambatan Penggugat menyampaikan Surat Permohonan Penggugat kepada Tergugat karena hal yang sebenarnya adalah Penggugat menunggu surat pernyataan dari BBB yang posisinya berada di Luar Negeri yaitu HONGKONG, yang menurut Penggugat menjadi satu satunya bukti penting atas permasalahan yang telah dituduhkan kepada pihak Penggugat, sehingga menurut Penggugat keterlambatan Penggugat merupakan keadaan force majeur atau di luar kekuasaan Penggugat;

bahwa dalam Pasal 28 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan diatur:
Keadaan di luar kekuasaan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
  1. bencana alam;
  2. kebakaran;
  3. huru-hara/kerusuhan massal;
  4. diterbitkan Surat Keputusan Pembetulan secara jabatan yang mengakibatkan jumlah pajak yang masih harus dibayar yang tertera dalam surat ketetapan pajak berubah, kecuali Surat Keputusan Pembetulan yang diterbitkan akibat hasil Persetujuan Bersama; atau
  5. keadaan lain berdasarkan pertimbangan Direktur Jenderal Pajak.
bahwa berdasarkan Penjelasan Pasal 12 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Sebagaimana Telah Beberapa Kali Diubah Terakhir Dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah dijelaskan bahwa :

Yang dimaksud dengan "keadaan kahar" atau forcemajeure adalah suatu kejadian yang terjadi di luar kemampuan manusia dan tidak dapat dihindarkan sehingga suatu kegiatan tidak dapat dilaksanakan atau tidak dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya. Yang termasuk kategori keadaan kahar atau force majeure adalah peperangan, kerusuhan, revolusi, bencana alam, pemogokan, kebakaran, dan bencana lainnya yang harus dinyatakan oleh pejabat/instansi yang berwenang.

bahwa berdasarkan ketentuan tersebut, maka Majelis berpendapat bahwa alasan keterlambatan pengajuan permohonan pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak yang tidak benar yang kedua karena surat dari BBB Hongkong baru diterima Penggugat pada tanggal 10 Desember 2015 bukan merupakan keadaan di luar kekuasaan Wajib Pajak seperti yang dimaksud oleh Undang-Undang, melainkan keadaan internal manajemen yang seharusnya masih dalam kendali atau dalam kekuasaan Penggugat;

bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas Majelis berkesimpulan bahwa penerbitan Surat Tergugat Nomor: S-1224/WPJ.30/2016 tanggal 13 Juni 2016 tentang Pengembalian Permohonan Pengurangan atau Pembatalan Surat Ketetapan Pajak yang Tidak Benar, telah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, sehingga Majelis berkesimpulan untuk menolak gugatan Penggugat;
     
Menimbang : bahwa atas hasil pemeriksaan dalam persidangan, Majelis berketetapan untuk menggunakan kuasa Pasal 80 ayat (1) huruf a Undang-undang No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak untuk menolak gugatan Penggugat;
     
Mengingat : Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, dan ketentuan perundang-undangan lainnya serta peraturan hukum yang berlaku dan yang berkaitan dengan perkara ini;
     
Memutuskan : Menolak gugatan Penggugat terhadap Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor: S-1224/WPJ.30/2016 tanggal 13 Juni 2016 tentang Pengembalian Permohonan Pengurangan atau Pembatalan Surat Ketetapan Pajak yang Tidak Benar atas SKPKB Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak Maret 2010 Nomor : 00048/207/10/064/13 tanggal 20 Desember 2013, atas nama: XXX

Demikian diputus di Jakarta berdasarkan musyawarah setelah pemeriksaan dalam persidangan dicukupkan pada hari Rabu tanggal 08 Februari 2017 oleh Hakim Majelis IB Pengadilan Pajak dengan susunan Majelis dan Panitera Pengganti sebagai berikut:

ABC, S.E., M.Si.     
DEF, Ak., M.Si.     
GHI, S.E.,Ak., M.B.T.     
JKL, S.H., M.Hum.     
sebagai Hakim Ketua,
sebagai Hakim Anggota,
sebagai Hakim Anggota,
sebagai Panitera Pengganti,

dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum oleh Hakim Ketua pada hari Rabu tanggal 8 Maret 2017 dengan dihadiri oleh para Hakim Anggota, Panitera Pengganti, dengan dihadiri oleh Penggugat dan tidak dihadiri Tergugat.